Mengenal Dhagelan Mataram, Sastra Komedi Jawa yang Mulai Terlupakan
Merdeka.com - Budaya Jawa memiliki kesenian yang beragam. Banyak yang masih lestari, namun banyak juga yang telah punah. Salah satu kesenian yang hampir punah adalah Dhagelan Mataram.
Dilansir dari Jogjabelajar.org, kesenian ini bermula dari tradisi kraton Yogyakarta, yaitu Gusti Pangeran Hangabehi, putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Saat itu mereka punya seorang abdi dalem oceh-ocehan yang bertugas menghibur keluarga kraton.
Lalu tradisi Dhagelan Mataram dilanjutkan oleh Basiyo, seorang pelawak legendaris sekaligus pemain ketoprak asal Jogja. Dia mempopulerkan tradisi ini melalui acara Pangkur Jenggleng yang disiarkan RRI Stasiun Yogyakarta setiap hari senin pukul 21.30-23.00. Acara itu eksis pada tahun 1954-1979.
Lalu apa yang membedakan Dhagelan Mataram dengan genre komedi yang lain? berikut selengkapnya:
Lawakan Spontan
©YouTube/platabtv
Dilansir dari Jogjabelajar.org, Dhagelan Mataram adalah salah satu genre sastra berbentuk komedi yang mengandung cerita, penokohan, alur, dialog, dan dipentaskan di panggung. Seiring perkembangan zaman, kesenian ini juga dipentaskan melalui radio.
Dalam penerapannya, lawakan-lawakan dalam Dhagelan Mataram dilakukan secara spontan. Walau begitu, spontanitas tersebut tetap berada dalam kerangka acuan struktur lakon yang harus dipatuhi oleh tokoh-tokohnya.
Dalam struktur lakon ini, biasanya para pemain Dhagelan Mataram hanya diberi garis besar jalannya cerita dan tugas yang harus dikerjakan di atas panggung. Kemudian merekalah yang mengembangkannya secara improvisasi atau spontan. jadi “dhagelan” itu tidak diberikan secara sembarangan. Seorang pelawak harus mampu memberi dan menerima umpan banyolan, mengikuti alur, dan memperhatikan tokoh.
Pembabakan Dhagelan Mataram
©YouTube/platabtv
Dalam praktiknya, kesenian Dhagelan Mataram dimainkan dalam durasi antara 45-90 menit. Jalan ceritanya dibagi lagi ke dalam tiga pembabakan yaitu ngudarasa, wacana, dan liding dongeng.
Pada bagian ngudarasa, seorang tokoh Dhagelan Mataram muncul dengan monolog yang mengkritisi masalah kehidupan dirinya, keluarga, dan orang-orang di sekelilingnya dengan lawakan. Di tengah monolog itu, muncul satu tokoh yang menanggapi keluh kesah tokoh pertama. Percakapan antara kedua tokoh ini dihiasi dengan permainan kata-kata yang menggelitik.
Lalu babak kedua adalah wacana. Dalam babak ini, mulai ada dialog yang merujuk pada pengembangan ide cerita. Dalam memainkan lakon cerita, para pemain tetap menyelipkan improvisasi dialog yang terkesan menyimpang dari cerita. Namun pada akhirnya akan kembali pada permasalahan cerita yang harus mereka selesaikan.
Sedangkan babak ketiga adalah liding dongeng. Pada babak ini, para tokoh masih melawak walaupun lakon sudah berakhir. Namun pada akhirnya akan ada ungkapan Jawa yang menjadi kesimpulan cerita seperti “aja dumeh”, “becik ketitik ala ketara”, dan sebagainya.
Mengandung Unsur Humor
©YouTube/platabtv
Dilansir dari Jogjabelajar.org, hampir semua lakon-lakon Dhagelan Mataram mengandung unsur humor sehingga bisa membuat penonton atau pendengar tertawa. Para tokohnya kadang bersifat konyol, bodoh, lugu, dan terkadang cerdik saat menghadapi persoalan yang menimpanya.
Melalui lelucon yang menghibur, Dhagelan Mataram berusaha menyampaikan pesan moral tentang kehidupan sehari-hari manusia. Pesan moral itu tidak terjadi dalam situasi serius dengan harapan mudah dicerna dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perahu Bidar, Tradisi Lomba Perahu di Sungai Musi yang Sudah Ada sejak 1898
Tradisi lomba Perahu Bidar ini sudah berlangsung sejak Kesultanan Palembang tepatnya pada tahun 1898. Lomba ini juga dikenal dengan istilah Kenceran.
Baca SelengkapnyaPerbedaan Kambing PE dan Jawa Randu, Ini Penjelasan Lengkapnya
Kambing terdiri dari banyak jenis dan masing-masingnya memiliki ciri khas tersendiri.
Baca SelengkapnyaMengenal Tari Batin, Kesenian Upacara Adat Lampung Barat yang Menjadi Simbol Keagungan
Salah satu kesenian berasal dari Lampung Barat ini menjadi simbol suatu kehormatan dan kebesaran yang dipertunjukkan pada upacara ritual yang sakral.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
35 Kata-kata Lebaran Bahasa Jawa, Sopan dan Penuh Makna
Kata-kata Lebaran Bahasa Jawa memiliki makna yang mendalam dalam budaya dan tradisi Jawa.
Baca Selengkapnya50 Contoh Pantun Lucu yang Menghibur, Cocok untuk Cairkan Suasana Saat Berkumpul
Berikut contoh pantun lucu yang menghibur dan cocok untuk mencairkan suasana saat berkumpul.
Baca SelengkapnyaMengenal Tari Selapanan, Kesenian Tradisional dari Keratuan Darah Putih Asal Provinsi Lampung
Kesenian tradisional dari Provinsi Lampung ini biasanya dibawakan ketika acara-acara besar di Keratuan Darah Putih.
Baca SelengkapnyaMengulik Tradisi Bersyukur dengan Bubur Sumsum, Ternyata Punya Makna dan Filosofi Mendalam
Bubur ini bukan sekadar makanan untuk dimakan secara biasa, tetapi memiliki makna yang mendalam dalam konteks tradisi Jawa.
Baca SelengkapnyaSerupa Tapi Tak Sama, Ini Beda Cendol, Dawet dan Cincau
Cendol, dawet, dan cincau merupakan minuman tradisional yang populer di Indonesia.
Baca Selengkapnya60 Pantun Jawa Lucu yang Kocak, Cocok untuk Hiburan Sehari-hari
Merdeka.com merangkum informasi tentang 60 pantun Jawa lucu yang kocak dan bikin ngakak. Pantun-pantun ini cocok untuk hiburan sehari-hari.
Baca Selengkapnya