Kisah Hidup Sarikromo, Katekis Pribumi Pertama di Nusantara
Merdeka.com - Pada akhir abad ke-19 di kawasan Pegunungan Meroneh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, hiduplah seorang petapa sakti bernama Sarikromo. Sebagai seorang yang tidak menganut agama (abangan), Sarikromo gemar berguru pada banyak orang pintar untuk menimba ilmu kebatinan.
Selain berguru, Sarikromo juga suka bersemedi di tempat-tempat sepi yang oleh kebanyakan orang dianggap angker. Salah satu tempat favorit bagi Sarikromo untuk bertapa adalah sebuah gua yang berada di Desa Semagung. Melansir dari komkat-kwi.org, gua itu diapit oleh dua pohon sono dan sebuah sendang (mata air) di bawah salah satu pohon itu. Selain untuk bertapa, tempat itu juga sering disinggahi oleh para Biksu Buddha yang sedang dalam perjalanan menuju Candi Borobudur.
Namun suatu ketika, Sarikromo menderita sakit kudis yang tak kunjung sembuh dan membuat dia tak sanggup berjalan. Berbagai usaha penyembuhan telah ia lakukan, baik dari jampi-jampi maupun obat tradisional. Sarikromo pun sampai bernadzar bahwa kalau sudah sembuh nanti, ia akan berkeliling ke mana-mana demi “yang menyembuhkan” penyakitnya.
Hingga pada saat dia bersemedi, Sarikormo menerima wangsit untuk mencari kesembuhan pada orang tinggi besar dan berpakaian putih. Dari sinilah awal perjalanannya bertemu salah satu tokoh Katolik, Pastor Van Lith, dan belajar agama Katolik dari pastor itu. Berikut kisah selengkapnya:
Bertemu Pastor Van Lith
©Indonesia.go.id
Dalam wangsit itu, Sarikoromo diarahkan untuk menuju timur laut. Karena kondisi kakinya yang tak bisa digunakan untuk berjalan, sesekali Sarikromo harus berjalan dengan merangkak.
Saat sampai daerah Muntilan, dia melihat seorang Belanda berpostur tinggi besar dan mengenakan jubah putih. Naluri Sarikromo mengatakan bahwa dia-lah orang yang dimaksud dalam wangsit itu.
Orang berjubah putih itu bernama Broeder Kersten, yang merupakan pembantu Romo Van Lith dalam misi pelayanan membuka rumah sakit di Muntilan. Di tengah penyembuhan penyakitnya bersama Broeder Kersten, Sarikromo akhirnya berjumpa juga dengan Pastor Van Lith yang juga ikut membantu penyembuhannya. Setelah mendapat perawatan dari Pastor Van Lith, akhirnya Sarikromo dinyatakan sembuh dan dapat berjalan seperti semula.
Mengenal Ajaran Katolik
©Indonesia.go.id
Walaupun sudah dinyatakan sembuh, namun Sarikromo terlanjut terpikat dengan pribadi Van Lith. Bersamaan dengan itu pula Sarikromo semakin sering berkunjung ke Muntilan dan melihat suasana kompleks gereja yang dikelola oleh pastor itu. Karena rasa penasaran tentang lingkungan gereja itu semakin meningkat, pada suatu hari Pastor Van Lith memberinya sebuah Kitab Suci Perjanjian Baru berbahasa Jawa.
Tak hanya kepada dirinya, isi kitab itu mulai dikenalkannya kepada kaum kerabatnya serta orang-orang yang datang ke rumahnya dan bertanya tentang kesembuhan penyakitnya. Sampai pada suatu hari tanggal 20 Mei 1904, dia dan tiga orang lainnya dibaptis oleh Pastor Van Lith di Muntilan. Sejak saat itu, dia mulai menjalankan nadzarnya untuk keluar masuk kampung di Pegunungan Menoreh untuk memperkenalkan ajaran Katolik.
Katekis Pribumi Pertama
©Komkat-kwi.org
Sejak saat itu, Sarikromo menjadi seorang katekis atau pengajar agama profesional Ajaran Katolik. Dia pun tercatat menjadi katekis pribumi pertama di Pulau Jawa bahkan di seluruh Indonesia.
Dalam menjalankan tugasnya, Sarikromo tidak kenal lelah naik turun pegunungan Menoreh untuk mengenalkan ajaran Katolik pada warga sekitar. Dia pun juga tidak gentar mendapat cemoohan dari warga setempat tentang ajaran yang dibawanya.
Puncaknya, pada 14 Desember 1904, sebanyak 173 orang masuk agama Katolik dan dibaptis oleh Pastor Van Lith di Semagung, dengan menggunakan air sendang yang diapit oleh dua pohon sono.
Peristiwa itu kini diabadikan dalam sebuah relief diorama pada sebuah dinding di kompleks peziarahan Sendangsono. Berkat jasa dan kegigihannya itu, Sarikromo mendapat penghargaan Pro Ecclesia et Pontifice dari Paus Pius XI pada 8 Desember 1929.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bahkan jin penunggu wilayah itu disebut ikut jadi santri pada masa awal ponpes ini berdiri.
Baca SelengkapnyaAtikoh menilai perempuan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki kreativitas luar biasa.
Baca SelengkapnyaSelain mengenang kejayaan rempah zaman Belanda, dermaga ini cocok untuk lokasi menikmati senja.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Imam Masykur korban penganiayaan Paspampres berdagang kosmetik di Tangerang Selatan
Baca SelengkapnyaAtikoh menuturkan, ia dan sang anak Alam Ganjar tidak ambisius
Baca SelengkapnyaMenariknya, ponpes miliknya dibangun atas gajinya sendiri.
Baca SelengkapnyaKasus kematian santri pondok pesantren Raudhatul Mujawwidin di Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Jambi, yang bernama Airul Harapan masih penuh misteri.
Baca SelengkapnyaSang pendiri, Kiai Nur baru mendirikan surau saat puluhan santri datang untuk berguru padanya.
Baca SelengkapnyaBerada di ujung Tasikmalaya, daerah tersebut nampak dikelilingi hutan belantara.
Baca Selengkapnya