Fakta di Balik Mitos Lampor Opak, Diduga Terdengar saat Menjelang Gempa Jogja Tahun 2006
Penyebutan lampor itu mengacu pada sosok prajurit Kraton Laut Kidul dan prajurit Kraton Merapi yang biasa lalu-lalang melewati Sungai Opak.
Masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Opak, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengenal sebuah mitos bernama Lampor Opak. Penyebutan lampor itu mengacu pada sosok prajurit Kraton Laut Kidul dan prajurit Kraton Merapi yang biasa lalu-lalang melewati Sungai Opak. Saat prajurit itu lewat, akan terdengar suara gemuruh dari Sungai Opak.
Terkadang suaranya seperti gemerincing gelang kaki prajurit, kadang seperti suara kereta kerajaan, kadang terdengar seperti suara derap kaki kuda. Suara-suara itu kadang terdengar sangat dekat, tapi tiba-tiba menjauh. Biasanya suara itu terdengar menjelang terbenam matahari atau saat suara azan magrib.
-
Apa yang terjadi pada Sesar Opak saat gempa 2006? Jalur itu mengalami pergerakan saat gempa itu terjadi.
-
Kapan gempa Jogja yang dipicu Sesar Opak terjadi? Peristiwa gempa bumi yang terjadi pada tahun 2006 menyisakan pengalaman traumatik bagi sebagian warga Yogyakarta, khususnya mereka yang tinggal di Kabupaten Bantul.
-
Kenapa Lampor dianggap sebagai pertanda buruk? Kemunculan Lampor sering dikaitkan dengan angin kencang dari Laut Selatan dan dianggap sebagai pertanda akan adanya wabah penyakit atau marabahaya.
-
Kapan gempa Jogja terjadi? Delapan belas tahun yang lalu, Jogja luluh lantak akibat gempa berkekuatan 5,9 skala richter yang berlangsung selama 57 detik.
-
Apa itu 'Lampor'? Dilansir dari Liputan6.com, Lampor merupakan istilah yang berkaitan dengan fenomena keranda terbang di wilayah Jawa Tengah. Menurut cerita, ada entitas gaib yang mengendalikan keranda tersebut dan membawanya melintasi suatu tempat.
-
Kapan gempa di Sesar Opak terjadi? Berdasarkan catatan BMKG Yogyakarta, pada tahun 2018 terjadi 136 gempa, pada tahun 2019 terjadi 144 gempa, tahun 2020 terjadi 160 kali gempa, tahun 2021 terjadi 282 kali gempa, dan tahun 2022 terjadi 902 kali gempa.
Hingga kini, masih banyak warga yang memercayai mitos ini.
Prajurit Kraton
Mengutip Buku Keistimewaan Yogyakarta Perspektif Mitologi, penulis sering mendengar suara-suara itu pada tahun 1970-an. Rumah penulis sekitar satu kilometer di sebelah timur Sungai Opak. Saat mendengar suara gemuruh itu, penulis langsung ditarik masuk ke dalam rumah oleh neneknya. Saat berada di dalam rumah, sang nenek berkata kalau ada lampor lewat.
Saat itu, ada mitos lain bahwa tidak boleh menyebut nama “lampor” saat masih berada di luar rumah. Sang nenek bercerita kalau prajurit Kraton itu suka mencari manusia untuk dijadikan prajurit tambahan. Biasanya mereka mengajak anak-anak nakal yang tidak patuh pada orang tuanya atau anak yang tidak rajin beribadah.
Terdengar Menjelang Gempa Yogyakarta 2006
Pada malam hari sebelum terjadinya gempa Yogyakarta 27 Mei 2006, seorang warga Grojogan, Tamanan, Banguntapan, Kabupaten Bantul, mengaku bertemu dengan lampor. Saat itu, pukul 23.30, ia pulang dengan mengendarai sepeda motor melintasi jembatan Sungai Opak di Jalan Imogiri Timur. Saat di atas jembatan, tiba-tiba mesin motornya macet.
Kemudian ia melihat kereta kencana memenuhi jembatan sehingga ia terpaksa menepi ke ujung jembatan. Kereta kencana itu terlihat mewah dan berjalan dari utara menuju selatan. Warga Tamanan itu tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah kereta kencana itu lewat, terdengar suara gemuruh di Sungai Opak yang mengalir di bawah jembatan. Hampir seperempat jam kemudian suara itu baru menghilang. Setelah itu ia mencoba menstarter motornya dan mesin motornya kembali hidup.
Pertanda Hajat Besar
Keesokan harinya setelah peristiwa itu, gempa bumi melanda Yogyakarta. Seminggu setelah gempa bumi, warga yang mengalami kejadian aneh itu baru bercerita pada orang-orang di sekitarnya. Beberapa orang yang mendengar cerita itu percaya bahwa kereta kencana itu datang dari Kraton Merapi, di mana mereka ingin menyerahkan hajat ke laut selatan.
Ia menduga, semula hajat itu akan dilaksanakan di Gunung Merapi. Saat kejadian itu, Gunung Merapi berstatus siaga dan siap untuk erupsi. Namun hajat itu kemudian diserahkan ke Keraton Laut Kidul di mana pusat gempa bumi itu terjadi.