Tak laporkan kekayaan ke KPK, pimpinan DPRD DKI takut?
Merdeka.com - Direktur Centre of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai, kelima pimpinan DPRD DKI Jakarta memang belum memiliki kesadaran terhadap pentingnya transparansi kepada warga, terutama mengenai jumlah harta kekayaan mereka.
Bentuk kesadaran transparansi salah satunya dengan mengirimkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uchok mengatakan, ketiadaan sanksi terhadap anggota dewan yang tidak melaporkan LHKPN menjadi faktor keengganan mereka menyerahkan LHKPN.
"Itu memang gak ada kesadaran untuk melaporkan kekayaan. Ini karena dilaporkan atau tidak, tidak ada sanksinya. Sehingga mereka memilih tidak melaporkannya," jelasnya saat dihubungi merdeka.com, Rabu (11/3).
Namun, dia juga memiliki dugaan lain terhadap sikap anggota dewan yang tidak ingin melaporkan hartanya. Uchok mengatakan, anggota legislatif ketakutan untuk melaporkan kekayaan mereka lantaran bisa berakhir dengan adanya verifikasi dari pihak KPK.
"Takut KPK melakukan verifikasi di lapangan, tiba-tiba ada temuan-temuan atau juga tidak diverifikasi mereka, tapi mereka (KPK) publikasi di website dan dilihat publik dan nanti ada yang ngadu adanya yang belum dilaporkan. Sehingga mereka mikirnya, dari pada saya laporkan tapi nanti berujung gak enak gitu, mending gak saya laporin. Mereka gak lapor supaya nanti KPK gak punya pegangan," tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik membenarkan belum memberikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Taufik mengaku siap jika diminta untuk menyerahkannya.
"Gak tahu saya (belum dilaporkan, karena setahu saya kami-kan (DPRD DKI) kolektif. Dari dulu saya juga periksa nih. Kami bayar pajak," ungkapnya kepada merdeka.com di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (9/3).
Politisi Partai Gerindra ini mengungkapkan, dirinya sudah mendapatkan form untuk melaporkan hartanya. Namun dia masih menunggu rekan-rekan lainnya di dewan untuk mengirim secara kolektif.
"Saya masih ada. Saya belum diminta untuk menyerahkan. Setahu saya kolektif. Kami udah dikasih formnya kok," tutupnya.
Setiap pejabat atau penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaanNya kepada KPK. Pelaporan dilakukan saat menjabat dan setelah menjabat. Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; dan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan, dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Begitu pun dengan jabatan dalam DPRD. Pimpinan maupun anggotanya wajib melaporkan harta kekayaannya kepada KPK baik sebelum maupun sesudah menjabat.
Namun saat merdeka.com menelusuri LHKPN kelima pimpinan DPRD itu di http://acch.kpk.go.id, hanya Triwisaksana saja yang tercatat melaporkan. Sedangkan empat pimpinan lainnya; M. Taufik, Haji Lulung Abraham Lunggana, Ferriyal Sofyan, bahkan Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi tidak tercatat melaporkan harta kekayaannya ke KPK.
Triwisaksana tercatat memiliki jumlah kekayaan Rp 471 juta dan USD 135.000. Dengan total hartanya sebesar Rp 1,3 miliar dengan utang Rp 910 juta. Terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 19 Maret 2012.
Padahal, seperti Haji Lulung sudah 2 kali terpilih menjadi anggota DPRD. Pertama pada tahun 2009 dan kemudian dia terpilih menjadi Wakil Ketua DPRD. Lulung sempat memamerkan Lamborghini saat dilantik pada pemilihan anggota DPRD kedua kalinya. Selama dari tahun 2009 hingga kini, Lulung tidak tercatat melaporkan harta kekayaannya ke KPK.
Saat dikonfirmasi oleh Plt Pimpinan KPK Johan Budi SP mengaku tidak hafal satu per satu pejabat negara yang melaporkan harta kekayaannya. Namun apabila ada pejabat yang tidak melaporkan, memang tidak ada sanksi baginya.
"Di dalam UU memang tidak ada sanksi (tidak lapor LHKPN)," ujar Johan.
Pelaporan harta kekayaan seharusnya menjadi kesadaran para pejabat di Indonesia untuk mengedepankan transparansi.
(mdk/siw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPK Beberkan Baru 29,55 Persen Legislator yang Lapor LHKPN, 6 Menteri Jokowi Belum Setor
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis tingkat kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Tahun 2023
Baca SelengkapnyaKPK Tetapkan Kepala BPPD Sidoarjo Jadi Tersangka Korupsi Pemotongan Insentif Pegawai
AS ditahan 20 hari pertama terhitung tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rutan KPK.
Baca SelengkapnyaJK Nilai Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu 2024 Cegah Parlemen Jalanan
JK kembali mengajak pihak-pihak keberatan dengan hasil Pemilu 2024 menempuh jalur konstitusional.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik
DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.
Baca SelengkapnyaKomisi II: Putusan DKPP soal Etik Ketua KPU Mirip MKMK, Tuai Perdebatan Publik
Ketua KPU terbukti melanggar etika saat menerima pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka
Baca SelengkapnyaKPK Panggil Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad jadi Saksi Kasus Korupsi APD Kemenkes
KPK memanggil Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad Al-haddar untuk diperiksa keterkaitannya atas kasus korupsi pengadaan Alat Alat Pelindung Diri (APD) Kemenkes RI
Baca SelengkapnyaDemokrat: Hak Angket Tidak Tepat, Kalau ada Indikasi Kecurangan Ranah Gakkumdu
Demokrat: Hak Angket Tidak Tepat, Kalau ada Indikasi Kecurangan Ranah Gakkumdu
Baca SelengkapnyaSengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacanakan ke Hak Angket
Sebaiknya MK difungsikan agar proses dari pemilu cepat selesai, legitimasi rakyat diterima dan pemerintahan bisa berjalan.
Baca SelengkapnyaPakar Hukum Tata Negara: Hak Angket Tidak Dapat Batalkan Hasil Pemilu
Hak angket hanya boleh dilakukan anggota DPR berdasarkan kepentingan hukum dan fungsi lembaga legislatif.
Baca Selengkapnya