Merdeka.com - Pemprov DKI Jakarta memastikan proyek normalisasi Kali Ciliwung terus berjalan. Meskipun sejumlah warga bantaran melakukan perlawanan.

Seperti yang dilakukan warga Bukit Duri. Mereka bersikukuh tetap bertahan dan menolak dipindah meski diberikan rumah susun.

Sebagai bukti perlawanan, warga sampai melayangkan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Oleh hakim diputuskan gugatan tersebut sah untuk dilanjutkan.

"Kami warga Bukit Duri senang, kami sedang mempersiapkan pemberitahuan putusan ini pada anggota dan warga lainnya yang ingin gabung," kata kuasa hukum perwakilan warga Bukit Duri, Vera Soemarwi.

Putusan majelis hakim, kata dia, menunjukkan keadilan untuk rakyat kecil masih ada. Dia yakin hakim mengesahkan gugatan ini dengan segala pertimbangan baik formil maupun fakta yang ada.

Dengan munculnya putusan sela ini, dia yakin semakin banyak warga Bukit Duri yang akan bergabung. Sejauh ini, katanya, memang warga Bukit Duri yang menjadi korban proyek normalisasi memilih bertahan meski alat berat terus bersiap di sekitar hunian mereka.

"Kita lihatnya sederhana saha, ini bukti orang cari keadilan yang jauh dari gapaian proses hukum namun masih bisa optimis, dengan melihat konteks hukum di Indonesia," jelasnya.

Putusan hakim nyatanya ternyata tak membuat pemprov luluh. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, ngotot proyek normalisasi terua berjalan sekalipun ada warga yang melawan direlokasi.

Ahok, sapaan Basuki, menyatakan proyek yang sempat terhenti ini akan dimulai kembali pada 17 Agustus, tepatnya hari ini sekaligus dirinya menyiapkan pergub.

"Kalau tidak mau, ya harus paksa. Karena saya bukan memindahkan Anda ke tempat yang lebih buruk," kata Ahok.

Dia menuding warga hanya mencari alasan menolak direlokasi. Padahal, kata dia, segala kebutuhan di rusun sudah dipersiapkan.

"Nggak ada penggusuran, kami relokasi. Ini sudah ada 84-87 KK yang mau pindah kok," terangnya.

"Sudahlah, kadang-kadang ini salahnya Jakarta cuma satu, tahu enggak? Karena gubernurnya namanya Ahok! Kalau saja kemarin namanya bukan Ahok," sambungnya.

Diakuinya, perlawanan warga menghambat proyek normalisasi sungai. Padahal kebutuhan akan normalisasi sungai sangat mendesak.

"Bukan di Belitung gue pindahin. Bukan di Kalimantan. Kan keterlaluan, ini masih Jakarta, sudah ngeluh. Semua orang juga harus kerja. Kita juga harus bangun pagi-pagi kerja. Betul enggak? Jadi emang kadang-kadang ngomong aja," jelasnya.

Dia mencurigai penolakan warga karena hasutan LSM. Pada akhirnya, lanjut Ahok, warga akan setuju dipindah.

"Ada yang hasut-hasut juga kan, ada LSM yang pindah dari Kampung Pulo. Di Kampung Pulo sudah ditolak, mereka dukung normalisasi. Satu lagi gugat. Tapi enggak apa-apa, kan orang punya nurani, nanti lama-lama juga orang lihat dan mau pindah," tutur Ahok.

Lebih lanjut Ahok menerangkan, Pemprov DKI sengaja tidak memberikan rumah. Sebab dia khawatir rumah itu akan dijual kembali.

"Kenapa saya enggak mau kasih anda rumah? Pasti anda jual, sekarang kamu pilih mana? Punya deposito Rp 1 miliar atau tiap bulan sampai kamu mati dapat UMP untuk hidup kamu. Kalau orang pikiran pendek minta Rp 1 miliar. Kalau gitu enggak cukup bagi Rp 1 miliar," papar Ahok.

"Tapi kalau kamu milih hidupmu dijamin, harusnya kalau kamu enggak ada apa-apa hidupmu dijamin dong. Sekarang anakmu ditanggung, kesehatan tanggung, rumah ditanggung. Mau usaha ditanggung. Bus enggak bayar. Harusnya kalau orang berpikir yang wajar," pungkas Ahok.