Apa kabar warga bantaran Waduk Pluit yang digusur ke Marunda?
Merdeka.com - Beberapa hari terakhir, cuaca Jakarta cukup terik. Panas menyengat membakar kulit dan menyilaukan mata.
Tapi tak terlihat lelah di wajah Neneng Turawati (31). Dia adalah satu dari ratusan warga bantaran Waduk Pluit, yang digusur Gubernur Jokowi ke Rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Saat ditemui merdeka.com, ibu muda ini langsung menyambut dengan senyum. Sambil berbincang, dia meminta izin terus melanjutkan kegiatannya mengaduk mi ayam yang bakal disuguhkan untuk pelanggan.
Neneng memilih usaha dagang mi ayam setelah diberi lapak gratis di rusun. Ya, Pemprov DKI memang menjamin warga bantaran yang dipindah tak akan kehilangan mata pencarian.
Lebih kurang sudah delapan bulan dia tinggal di sana, sejak Januari lalu. Neneng kebagian menempati ruangan di Cluster B blok 2, Rusun Marunda.
Dia tak menampik penggusuran kala itu membuat emosi. Bagaimana tidak, dia harus putar otak mencari tempat tinggal dengan keuangan terbatas. Sempat menolak, meski akhirnya angkat kaki dengan tak rela.
"Saya pertama kali emang menolak karena sudah lama juga tinggal di Muara Baru. Tapi setelah saya sama suami pikir-pikir, capek juga," ungkap perempuan asal Solo itu memulai perbincangan pagi itu.
Tapi itu cerita itu sudah selesai buatnya. Kini bersama ratusan warga bekas gusuran Waduk Pluit dia justru merasa lebih bersyukur dengan kehidupannya kini.
"Sekarang Alhamdulillah, semenjak pindah di sini jadi lebih baik. Kita bisa usaha, rumahnya lebih layak, pokoknya udah engga takut kebanjiran lagi lah," ujar Neneng saat ditemui di warung mi ayam 'Sukma' miliknya.
Neneng berkisah, kehidupannya di Jakarta dimulai di tahun 1998. Saat itu, suaminya berniat mengubah kehidupan dengan mengadu nasib di ibu kota. Hanya bermodalkan keahlian mahir membuat mi ayam, Neneng dan suaminya yang kerja serabutan nekat hijrah ke Jakarta.
"Awalnya jadi buruh di pelabuhan cari modal, setahun kemudian bikin usaha mi ayam. Sekarang suami dagang mi ayam muter, saya buka di kantin," imbuh Neneng.
Dari usahanya itu, Neneng bisa menabung sedikit demikit sedikit dari keuntungan yang ada. Walaupun jualannya tak seramai seperti di bantaran waduk Pluit, Muara Baru, Penjaringan, yang jelas dia tak lagi was-was ketika musim penghujan tiba bakal disapa banjir.
"Dulu kita tidur mah bisa dilompatin tikus, sekarang sudah engga takut lagi," katanya sembari tertawa mengenang masa lalunya itu.
Ratusan pemukiman ilegal dan tak layak huni di bantaran Waduk Pluit terpaksa ditertibkan Gubernur Jokowi. Salah satu alasannya keberadaan mereka mempersempit luas waduk yang sedia menampung air di kala musim hujan melanda wilayah Jakarta.
Akibat bantaran yang penuh rumah, kawasan Pluit tak pernah absen dari banjir. Terakhir, banjir terparah terjadi di awal tahun 2013 lalu.
Berkaca dari peristiwa ini, Gubernur Jokowi lantas menertibkan mereka guna menormalisasi waduk. Tepian waduk bakal dibuat ruang terbuka hijau (RTH).
Saat itu, Jokowi sempat mendapat perlawanan dari warga. Tapi akhirnya warga melunak dan siap dipindah ke Rusun Marunda dengan berbagai fasilitas yang disediakan dan lokasi usaha.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seorang pria dan dua anaknya tega membunuh seorang wanita tua HA (62) di Kedaton, Ogan Komering Ulu. Pembunuhan ini dilatarbelakangi sengketa lahan.
Baca SelengkapnyaTingginya gelombang dan naiknya permukaan laut merusak rumah warga
Baca SelengkapnyaKejadian itu bertepatan dengan hujan disertai angin kencang yang melanda Blitar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Banyak warga pulau ini merantau ke kota-kota besar demi mendapatkan penghidupan lebih layak.
Baca SelengkapnyaSeorang wanita tanpa identitas ditemukan tewas membusuk dalam peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Selasa (16/1). Kasus ini masih diselidiki polisi.
Baca SelengkapnyaDaratan hingga rumah penduduk terancam hilang akibat abrasi yang terus terjadi
Baca SelengkapnyaSejumlah warga menyeberangi sungai membawa jenazah yang akan dimakamkan di pemakaman itu viral di media sosial
Baca SelengkapnyaPembagian BLT yang masih tidak tepat sasaran harus segara dirapikan.
Baca SelengkapnyaMinimnya lapangan pekerjaan dan upah buruh yang rendah membuat warga Blitar rela meninggalkan kampung halamannya
Baca Selengkapnya