Pasca Kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182, Pengamat Penerbangan Cirebon Beri Catatan Ini
Basarnas periksa bagian pesawat Sriwijaya Air SJ182. ©2021 Liputan6.com/Helmi Fithriansyah
Merdeka.com - Kecelakaan yang menimpa pesawat Sriwijaya Air SJ-182 pada Sabtu (9/1) lalu, rupanya mendapat perhatian dari akademisi penerbangan Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) Anton Octavianto.
Menurut pria yang juga sebagai dosen di kampus tersebut, ada pola pergeseran dari masyarakat saat menanggapi kasus kecelakaan di perairan Kepulauan Seribu tersebut. Ia pun mengamati di media sosial, aktivitas luapan emosi (kemarahan) dari masyarakat sudah tidak nampak.
"Saya perhatikan di medsos saja sedikit orang yang protes bahkan tidak ada yang marah-marah. Berbeda dengan beberapa tahun lalu ada kejadian pesawat jatuh dunia sosial marah-marah," kata Anton saat ditemui di Cirebon, Rabu (13/1/2021) lalu seperti melansir dari Liputan6.
Tidak Ada Penurunan Minat

Akademisi Penerbangan Universitas Muhammadiyah Cirebon, Anton Octavianto
©2021 Liputan6/editorial Merdeka.com
Kemudian catatan berikutnya ia juga mendapatkan persepsi masyarakat yang masih normal, artinya tidak ada pengaruh dari para pengguna transportasi udara tersebut kendati di beberapa hari pasca kecelakaan terjadi penurunan penumpang.
Hal tersebut turut didukung dengan keadaan geografis wilayahnya yang terdiri dari pulau-pulau.
"Saya sempat cek ke teman saya di Sriwijaya beberapa saat setelah pesawatnya jatuh. Laporannya masih normal, bahkan penumpang tetap banyak. Mungkin akan sedikit menurun dari sisi komersial tapi tidak lama akan kembali normal," ujar dia.
Faktor Kecelakaan Tak Mesti Direspon oleh Polemik
Ia menerangkan jika tak seperlunya kecelakaan pesawat tersebut menjadi polemik di ranah masyarakat. Mengingat tim teknis masih mendalami kejadian dan pemerintah pun belum memberikan keterangan akan hal itu.
Kendati demikian, pihak maskapai sudah cukup baik dalam merespon kejadian tersebut melalui good maintenance.
"Kalau saya memang tidak di ranah teknis hanya di ranah komersilnya saja tapi bicara soal penyebab jatuhnya pesawat itu banyak faktor sepanjang yang saya tahu. Maka dari itu lebih baik tunggu hasil dari KNKT saja," terang Anton.
Tak Bisa Diukur Dari Usia Pesawat
Kemudian ia juga menyoroti terkait beberapa cocoklogi masyarakat yang kerap mengaitkan kecelakaan dengan batas usia pesawat.
Ia pun menyatakan bahwa hampir seluruh maskapai di Indonesia sudah pernah mengalami musibah. Oleh karena itu, jatuhnya pesawat juga tidak bisa diukur dari sisi usia pesawat yang dipakai.
"Yang menentukan laik terbang atau tidak hasil rilis dari tim teknis maskapai meski pesawat usianya sudah 26 tahun tapi kalau perawatannya bagus maka laik terbang. Lebih baik menunggu hasil investigasi KNKT saja," ujarnya.
[nrd]
Baca Selanjutnya: Tidak Ada Penurunan Minat...
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami