Berhasil Lewati Krisis Pangan Lewat Singkong, Ini 4 Fakta Unik Kampung Adat Cireundeu
Merdeka.com - Untuk urusan pangan, kebanyakan masyarakat Indonesia akan menggantungkannya pada nasi dari beras sebagai kebutuhan pokok. Berbeda dengan yang terjadi di kampung adat Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat yang lebih memilih menjadikan singkong sebagai makanan pokok warganya.
Kampung adat yang terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat ini memang memiliki prinsip ketahanan pangan yang berbeda dari kebanyakan masyarakat Indonesia umumnya.
Di kampung ini hampir tidak ada warganya yang mengonsumsi nasi dari beras sebagai makanan sehari-hari. Masyarakat di kampung ini mengikuti anjuran leluhur mereka untuk mengonsumsi singkong.
Melawan Masa Bencana dengan Singkong
©2020 Merdeka.com/flickr/Terry White
Prinsip diversifikasi pangan ini ternyata membantu kampung adat Cireundeu melawan masa paceklik saat bencana alam dan bencana perang di masa lalu. Awalnya pada tahun 1918, masyarakat di sana sudah mulai beralih dari beras ke singkong setelah lahan padi mereka disita penjajah lewat pemberlakuan Cultuurstelsel atau tanam paksa.
Setelah itu, peralihan ke singkong terus berlanjut hingga masa bencana alam di tahun 1920-an, lewat arahan Haji Ali atau Mama Ali sebagai tokoh setempat.
Seperti yang dikutip dari Mongabay Indonesia, pada saat terjadi bencana kekeringan yang melanda sawah dan kebun masyarakat Cireundeu keluarga dari Haji Ali mulai mengenalkan pemberdayaan singkong yang diolah menjadi beras.
Haji Ali juga meminta seluruh warganya untuk menanam singkong karena mampu bertahan dalam segala kondisi, sejak saat itu masyarakat setempat mulai beralih dan mengganti dengan rasi alias beras singkong sebagai makanan utama mereka.
Menganggap Beras atau Nasi dari Padi Sebagai Pantangan
Pintu masuk menuju Kampung Cireundeu (kampungadatcireundeu.wordpress.com) ©2020 Merdeka.com
Menurut Abah Emen Surya, salah seorang warga di Cireundeu, menjelaskan jika budaya makan singkong sudah berjalan secara turun temurun. Masyarakat setempat sudah menganggap jika mengonsumsi nasi dianggap pantangan yang memicu kejadian tidak diinginkan.
Namun mereka juga tetap menghormati Dewi Sri, sang Dewi yang diagungkan sebagai sumber kehidupan melalui padi oleh masyarakat Sunda via Kemendikbud.
Senada dengan Abah Emen, Asep Wardiman (47) tokoh setempat juga mengungkapkan jika warga Cireundeu sangat patuh dengan ajaran leluhur sehingga masyarakat sini hingga yang kalangan muda tidak pernah mengonsumsi nasi beras sama sekali karena mematuhi arahan leluhur.
“Dengan kesadaran akan budaya itulah dengan sendirinya kami terbiasa mengikuti aturan aturan yang diwariskan oleh nenek moyang," katanya, dilansir dari Antara.
Membawa Bekal Singkong Ketika Keluar Kampung
Kawasan Cireundeu berada di perbukitan/Liputan6 ©2020 Merdeka.com
Salah satu hal unik dari Cireundeu adalah masyarakatnya yang tidak bisa lepas dari singkong. Kang Yana, yang juga warga Cireundeu menjelaskan jika dirinya sering sekali pergi keluar kota dan selalu membawa bekal beras singkong sebagai teman makan di jalan.
Menurutnya, ketika sedang berkunjung ke tempat yang tidak menyediakan singkong, ia akan menanyakannya terlebih dahulu apakah tersedia singkong atau tidak. Jika hanya terdapat camilan, ia lebih memilih camilan berbahan singkong.
Hal yang sama juga dilakukan oleh anak muda Cireundeu yang merantau ke luar kota. Mereka akan dibekali singkong oleh keluarga mereka sebagai bekal.
Memiliki Prinsip Ketahanan Pangan yang Kuat
Kang Yana juga menambahkan jika warga Cireundeu memiliki prinsip ketahanan pangan yang kuat dan bisa diterapkan saat masa krisis terutama dalam hal pangan yaitu “Teu nyawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat” (tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal bisa makan, tidak makan asal kuat).
Inti dari filosofi tersebut adalah kenyang tidak harus makan nasi, apapun bisa dijadikan makanan terutama jika tidak ada singkong. Mereka bisa memakan sayur yang banyak tersedia di alam tanpa harus meninggalkan budaya dan tradisi leluhur.
"Asalkan bisa hidup itu sudah bentuk syukur yang luar biasa," imbuh Kang Yana.
(mdk/nrd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tak sekedar memproduksi madu lanceng, Sugeng juga berupaya mencegah krisis iklim lewat gerakan menanam di rumah bersama 30 warga di Gunungkidul.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang manfaat singkong dan cara mengolahnya untuk asam lambung.
Baca SelengkapnyaMereka terdampar di pulau yang sangat terpencil di Samudra Pasifik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Warga dua desa di kaki Gunung Ruang dievakuasi daratan Tagulandang.
Baca SelengkapnyaBanyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,
Baca SelengkapnyaPisang adalah buah serbaguna yang terkenal lezat dan kaya manfaat. Yuk, simak apa aja manfaat pisang dan tips mengkonsumsinya!
Baca SelengkapnyaSmong merupakan kearifan lokal yang dihimpun dari serangkaian tragedi masyarakat Simeulue pada masa lalu.
Baca SelengkapnyaSalah satu wilayah di Sumatra Barat ini memiliki beragam tempat wisata dan ragam kuliner yang menarik untuk dicoba sekaligus penghasil beras unggulan.
Baca SelengkapnyaSindrom nasi goreng merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk menyebut masalah keracunan makanan. Kenali penyebab dan cara menagtasinya.
Baca Selengkapnya