Berguru Lewat Gunung, Begini Cara Orang Sunda Merawat Alam
Merdeka.com - Menjaga lingkungan menjadi prinsip hidup masyarakat Sunda sejak lama. Hal ini mengacu pada hasil bumi yang selalu dibutuhkan sebagai sumber pokok kehidupan sehari-hari. Berangkat dari situ, konsep balas budi menjadi hal yang wajib diterapkan untuk merawat alam dengan mengacu kepada gunung.
Bagi masyarakat Sunda kuna, gunung memiliki kedudukan yang tinggi. Semua yang dibutuhkan oleh manusia banyak yang berasal dari sana seperti makanan, air sampai keterampilan bertahan hidup. Mereka memiliki kesadaran jika sumber kehidupan mereka tidak dirawat maka suatu saat akan menimbulkan berbagai dampak bencana.
Untuk melestarikan keberadaannya, warga Sunda memiliki sejumlah kearifan lokal yang harus dipatuhi seperti pamali hingga ngabagi leuweung (membagi gunung/hutan).
Pamali sebagai upaya Menjaga Gunung
Gunung Salak bnpb.go.id ©2020 Merdeka.com
Mengutip Instagram @budaya.kuring, Rabu (15/3), salah satu upaya menjaga lingkungan atau dalam hal ini gunung, masyarakat Sunda memiliki sistem pengetahuan lokal yang tetap dipatuhi bernama pamali. Pamali merupakan hal yang tabu untuk dilakukan. Jika dilanggar akan mendapat malapetaka.
Kearifan lokal ini terus dirawat, bahkan diwariskan turun temurun agar alam tempat mereka bernaung tidak rusak atau bahkan habis.
Salah satu pamali yang masih ditemukan di masyarakat Sunda terkait hutan adalah kepercayaan akan adanya kehidupan lain. Dari situ, jika terdapat seseorang yang memiliki niat untuk mengeksploitasi, membabat hutan dan menambang seenaknya akan diganjar bencana alam.
Konsep ini terbukti berhasil diterapkan, salah satunya di hutan larangan milik kampung adat Kuta di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Menurut sesepuh di sana bernama Ki Warja, penerapan pamali membuat masyarakat lokal dan luar daerah tidak berani menebang pohon sembarangan.
Menjaga Konsep Ngabagi Leuweung
Tak hanya pamali, ngabagi leuweung (membagi gunung/hutan) menjadi kearifan lokal selanjutnya yang terus dipertahankan. Konsep ini masih bisa dilihat di kawasan adat Baduy, Kabupaten Lebak, Banten.
Menariknya, ngabagi leweung menjadi begitu bermanfaat bagi manusia karena warga setempat diajarkan untuk memanfaatkan hutan secara efisien di daerah pegunungan. Nenek moyang mereka memahami jika gunung tidak dibagi penggunaannya, sumber air akan habis, pepohonan penghasil oksigen akan berkurang dan berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi (banjir sampai tanah longsor).
Setidaknya terdapat tiga bagian gunung yang dijadikan patokan untuk menggunakannya yakni leuweung larangan (hutan/gunung larangan), leuweung tutupan (hutan/gunung dengan fungsi reboisasi) dan leuweung baladahan (tanah pertanian).
Lekat dengan kepercayaan magis, leuweung larangan ditetapkan oleh nenek moyang sebagai hutan yang tidak boleh dijamah atau dimanfaatkan seenaknya. Kemudian leuweung tutupan memiliki peran untuk proses penghijauan agar ekosistem flora, fauna dan biota yang ada di sungai-sungai bisa terjaga kelestariannya.
Terakhir leuweung baladahan adalah salah satu bagian dari gunung atau hutan yang dipersiapkan khusus untuk kegiatan pertanian sebagai pemenuh kebutuhan manusia.
Gunung sebagai Guru Nu Agung
Masyarakat Sunda menjadikan gunung sebagai tempat pembelajaran untuk berkehidupan. Mereka menghormati apa yang datang dari sana harus dikembalikan melalui penanaman pemahaman bahwa gunung merupakan guru yang paling besar atau guru nu agung.
Menurut Wessing (2006), gunung memiliki peran sebagai guru spiritual bagi masyarakat Sunda, karena sejak dahulu selalu dijadikan tempat untuk bertahan hidup dan bertatanan sosial. Ini bisa dilihat dari banyaknya penemuan situs megalitikum sampai prasasti dengan pesan kebaikan.
Didukung lewat tulisan Sudaryat (2015), gunung juga dikenal sebagai tempat berakhirnya kehidupan termasuk memulainya kembali. Hal ini semakin menguatkan kedudukan bahwa gunung sebagai Axis Mundi – bahasa Latin, yang berarti poros kehidupan bumi dan manusia.
Sebagai pengingat, terdapat satu tradisi bernama Ngertakeun Bumi Lamba untuk menjaga gunung agar kedudukannya sebagai guru nu agung atau gurunya kehidupan terus melekat di manusia. Di sana akan dilakukan sejumlah prosesi seperti berdoa dan tumpengan, sebagai bentuk syukur atas berkat Tuhan yang diturunkan melalui gunung.
(mdk/nrd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terkenal Rute Pendakian yang Sulit, Ini Fakta Menarik Gunung Pesagi di Lampung
Gunung Pesagi di Lampung ini terkenal dengan rute pendakian yang sulit namun memiliki pemandangan alam yang begitu indah.
Baca Selengkapnya13 Pendaki Gunung Pangrango yang Hilang Ditemukan, Begini Kondisinya
13 pendaki tersebut terpisah menjadi dua kelompok. Masing-masing 10 orang dan 3 orang.
Baca SelengkapnyaMakam Kuno Berisi Kerangka Manusia Terkubur dengan Pedang 1,2 Meter, Ternyata Sosok Pria Perkasa
Menurut para arkeolog, pria ini bukan orang sembarangan, tapi memiliki status sosial tinggi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Terbentuk dari Letusan Gunung Berapi, Simak Fakta Menarik Danau Maninjau di Sumatra Barat
Di bagian barat Pulau Sumatra, tepatnya di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, terdapat danau yang tak kalah indahnya untuk dikunjungi, yaitu Danau Maninjau
Baca SelengkapnyaAsyiknya Berkemah di Bukit Kanaga Cikijing, Pemandangan Kabut dan Hutan Pinusnya Bikin Nagih
Bukit ini berada di atas ketinggian, dengan hamparan pohon pinus yang berjajar rapi.
Baca SelengkapnyaGunung Merapi Keluarkan 7 Kali Awan Panas Guguran dalam 30 Menit
Gunung Merapi kembali mengeluarkan rentetan awan panas guguran pada Senin (4/2) sore.
Baca SelengkapnyaArkeolog Temukan Makam Pejabat Mesir Berusia 4.300 Tahun, Ternyata Isinya Gambar Kehidupan Sehari-Hari Mesir Kuno
Arkeolog Temukan Makam Pejabat Mesir Berusia 4.300 Tahun, Isinya Gambar Kehidupan Sehari-Hari Mesir Kuno
Baca Selengkapnya8 Cerita Sunda Lucu Bikin Ngakak, Menghibur dan Mengocok Perut
Dari lelucon ringan hingga cerita penuh kecerdikan yang hanya bisa ditemukan di tanah Parahyangan, setiap narasi akan menjadi hiburan yang melepas lelah.
Baca SelengkapnyaArkeolog Temukan Anak Panah Berusia 3.600 Tahun di Gunung, Sosok Pemiliknya Terungkap
Mata panah terbuat dari kuarsit asli dan masih utuh.
Baca Selengkapnya