Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Ifdhal Kasim

Profil Ifdhal Kasim | Merdeka.com

Bagi Ifdhal Kasim, tahun 2009 merupakan tahun penuh tantangan. Amanah yang diletakkan dipundaknya sebagai Ketua Komnas HAM bukanlah persoalan yang ringan. Selama kepemimpinan 2,5 tahun hingga 1999, pria kelahiran Tapak Tuan Aceh ini mampu mengemban tanggung jawab yang besar dalam penegakan HAM di tanah air.

Sepanjang 1999 dia disibukkan berbagai aktivitas pelaksanaan fungsi Komnas HAM, baik di internal maupun eksternal organisasi, menjadi saksi ahli, menerima pengaduan hingga menjalin kerjasama dengan berbagai kalangan di tingkat nasional, regional maupun internasional.

Salah satu aktivitas pimpinan yakni membentuk forum lembaga non-struktural dimana Ketua Komnas HAM menjabat sebagai ketuanya. Forum ini lahir untuk merespon peristiwa kriminalisasi pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah. Dalam forum ini, Komnas HAM menggandeng Komisi Yudisial, KPK, PPATK, dan ORI agar ke depan tak ada lagi kriminalisasi dalam melaksanakan fungsi lembaga.

Selama 2009, alumnus Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini juga melakukan aktivitas fungsi Komnas HAM. Dia turut aktif dalam berbagai penanganan kasus, misalnya kasus dana perwalian yang melibatkan masyarakat Timika dengan PT Freeport Indonesia. Komitmen sebagai Ketua Komnas HAM di tahun 2009 juga diuji saat berlangsung pesta demokrasi legislatif dan Pemilu Presiden.

Berkat kepemimpinannya, tim pemantau pelaksanaan pemilu menemukan fakta hilangnya hak sipil politik warga negara karena tidak terdaftar dalam DPT. Ketidakberesan soal DPT ini berdampak pada munculnya hak angket DPR dan Ifdhal Kasim juga terlibat di dalamnya sebagai salah satu saksi.
Untuk meluaskan jejaring Komnas HAM, Ifdhal Kasim menjalin kerjasama dengan berbagai institusi HAM negara lain maupun lembaga lainnya serta menandatangani nota kesepahaman (MoU). Nota kesepahaman itu antara lain dilakukan bersama LPSK, Komisi Yudisial, Yordania, Korea Selatan serta Polri.

Namun pada pemilihan ketua komnas Ham tahun 2012 dia tidak mencalonkan lagi dengan alasan ingin mencari tantangan lain, mencari suasana lain dan memberikan kesempatan bagi para human rights defender yang lain. Menurut dia, periode lima tahun adalah waktu yang cukup panjang bagi seorang komisioner Komnas HAM. Apalagi, dalam kurun waktu 2007-2012, Ifdhal dua kali menjabat sebagai ketua dengan masa jabatan masing-masing 2,5 tahun.

Riset dan analisis oleh Vizcardine Audinovic

Profil

  • Nama Lengkap

    Ifdhal Kasim

  • Alias

    No Alias

  • Agama

  • Tempat Lahir

    Tapak Tuan, Aceh

  • Tanggal Lahir

    1962-01-26

  • Zodiak

    Aquarius

  • Warga Negara

  • Biografi

    Bagi Ifdhal Kasim, tahun 2009 merupakan tahun penuh tantangan. Amanah yang diletakkan dipundaknya sebagai Ketua Komnas HAM bukanlah persoalan yang ringan. Selama kepemimpinan 2,5 tahun hingga 1999, pria kelahiran Tapak Tuan Aceh ini mampu mengemban tanggung jawab yang besar dalam penegakan HAM di tanah air.

    Sepanjang 1999 dia disibukkan berbagai aktivitas pelaksanaan fungsi Komnas HAM, baik di internal maupun eksternal organisasi, menjadi saksi ahli, menerima pengaduan hingga menjalin kerjasama dengan berbagai kalangan di tingkat nasional, regional maupun internasional.

    Salah satu aktivitas pimpinan yakni membentuk forum lembaga non-struktural dimana Ketua Komnas HAM menjabat sebagai ketuanya. Forum ini lahir untuk merespon peristiwa kriminalisasi pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah. Dalam forum ini, Komnas HAM menggandeng Komisi Yudisial, KPK, PPATK, dan ORI agar ke depan tak ada lagi kriminalisasi dalam melaksanakan fungsi lembaga.

    Selama 2009, alumnus Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini juga melakukan aktivitas fungsi Komnas HAM. Dia turut aktif dalam berbagai penanganan kasus, misalnya kasus dana perwalian yang melibatkan masyarakat Timika dengan PT Freeport Indonesia. Komitmen sebagai Ketua Komnas HAM di tahun 2009 juga diuji saat berlangsung pesta demokrasi legislatif dan Pemilu Presiden.

    Berkat kepemimpinannya, tim pemantau pelaksanaan pemilu menemukan fakta hilangnya hak sipil politik warga negara karena tidak terdaftar dalam DPT. Ketidakberesan soal DPT ini berdampak pada munculnya hak angket DPR dan Ifdhal Kasim juga terlibat di dalamnya sebagai salah satu saksi.
    Untuk meluaskan jejaring Komnas HAM, Ifdhal Kasim menjalin kerjasama dengan berbagai institusi HAM negara lain maupun lembaga lainnya serta menandatangani nota kesepahaman (MoU). Nota kesepahaman itu antara lain dilakukan bersama LPSK, Komisi Yudisial, Yordania, Korea Selatan serta Polri.

    Namun pada pemilihan ketua komnas Ham tahun 2012 dia tidak mencalonkan lagi dengan alasan ingin mencari tantangan lain, mencari suasana lain dan memberikan kesempatan bagi para human rights defender yang lain. Menurut dia, periode lima tahun adalah waktu yang cukup panjang bagi seorang komisioner Komnas HAM. Apalagi, dalam kurun waktu 2007-2012, Ifdhal dua kali menjabat sebagai ketua dengan masa jabatan masing-masing 2,5 tahun.

    Riset dan analisis oleh Vizcardine Audinovic

  • Pendidikan

    • 1990 Fakultas Hukum UII Yogyakarta
    • 1995 International Human Rights Advocacy Montreal, Canada
    • 1997 International Human Rights Law Columbia University, New York, USA, 1997

  • Karir

    • Ketua Komnas HAM
    • Pengacara di Solo Bekerja pada ELSAM
    • Direktur Eksekutif ELSAM
    • Direktur Reform Institute 2005

  • Penghargaan

Geser ke atas Berita Selanjutnya