Merdeka.com - Seorang ulama Garut terkemuka dimusuhi pimpinan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) karena bersikap setia kepada pemerintah Republik Indonesia.
Penulis: Hendi Jo
Beberapa waktu lalu, Bupati Garut Rudy Gunawan menyematkan nama Kiai Haji Yusuf Tauziri sebagai salah satu pahlawan lokal yang akan ditabalkan sebagai nama jalan di kabupaten tersebut. Menurut Rudy, Yusuf sangat layak dikenang oleh masyarakat Garut mengingat jasa dan kesetiaan ulama terkemuka itu kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Beliau termasuk ajengan (ulama) yang disegani dan sahabat dekat Presiden Sukarno," ujar Rudy.
Pernyataan Rudy benar adanya. Menurut peneliti sejarah Iim Imadudin, Ajengan Yusuf bisa dikatakan pendukung loyal pemerintah Republik Indonesia saat berkonflik dengan Kerajaan Belanda pada 1946-1949. Kondisi yang sangat tidak disukai pemimpin DI/TII. S.M. Kartosoewirjo.
Setidaknya, kata Iim, ada tiga hal yang menjadikan Ajengan Yusuf berselisih jalan dengan Kartosoewirjo. Yakni taktik melawan Belanda, konsepsi negara Islam, dan sikap politik terhadap Perjanjian Renville.
Soal taktik perlawanan terhadap Belanda, Yusuf melihat Kartosoewirjo tidak lugas dan lebih mengandalkan sikap 'keras kepala'.
"Sementara, K.H. Yusuf Tauziri tahu benar bagaimana memanfaatkan keahlian lawan untuk pada akhirnya menghancurkan lawan," ungkap Iim dalam tulisannya di jurnal Patanjala Vol.2, No.1, Maret 2010 berjudul Peranan Kiyai dan Pesantren Cipari Garut Menghadapi DI/TII (1948—1962).
Sejatinya, Ajeungan Yusuf merupakan kawan dekat Kartosoewirjo sejak masa pergerakan. Menurut Hiroko Horikoshi dalam Kyai dan Perubahan Sosial, kedekatan Yusuf dengan Kartosoewirjo terjalin kala keduanya aktif di Dewan Sentral PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) pada 1931--1938. Bahkan bisa dikatakan, Yusuf merupakan penasehat Kartosoewirjo.
Soal kedekatan itu diakui Syarif Hidayat (kelahiran 1934). Menurut keponakan Yusuf tersebut, hubungan organisasi itu dikuatkan dengan terciptanya relasi yang sangat baik antara adik-adik perempuan Ajeungan Yusuf dengan istri Kartosoewirjo yakni Dewi Siti Kalsum. Mereka kerap saling menyambangi dan berbagi kabar.
Kekesalan Kartosewirjo mulai muncul saat diberlakukannya Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948. Kendati tak menyetujui kesepakatan yang dia anggap terlalu merugikan pihak RI, Yusuf tetap 'menerima' sikap pemerintah RI dengan kebesaran jiwa dan sikap loyal kepada kepemimpinan Sukarno. Termasuk merestui Lasykar Darussalam pimpinan salah seorang putranya (Saep Darmawan) untuk hijrah ke Yogyakarta.
Advertisement
Namun Yusuf menjalankan siasat pula kala bersikap seperti itu. Diam-diam dia menyimpan sebagian besar kekuatan Lasykar Darussalam dan membiarkan pasukan pesantren itu dilatih kemiliteran oleh tentara Belanda selama Jawa Barat secara resmi ditinggalkan kaum Republik.
Dengan mengikuti pelatihan militer tersebut, sang ajeungan berharap kemampuan dan pengalaman para santri-nya semakin mumpuni. Kelak semua keahlian militer tersebut akan digunakan untuk melawan Belanda sendiri dan menjaga diri dari gangguan para gerilyawan DI. Demikian pemikiran yang tersirat di kepala Yusuf.
Tentu saja taktik cerdas itu tak disukai oleh pihak DI/TII. Alih-alih memakluminya, Kartosoewirjo yang juga menolak mentah-mentah Perjanjian Renville dan hijrah ke Yogyakarta, menilainya sebagai suatu bentuk pengkhianatan dari kawan sejawat. Dia menilai secara radikal jika Ajengan Yusuf telah bekerjasama dengan Belanda.
"Makanya setiap kali pasukan DI/TII menyerang Darussalam, mereka selalu berteriak 'yeuh mantega ti Wihelmina (nih mentega dari Wihelmina!)” sambil melontarkan bom," ungkap Iim.
Yusuf juga menilai sikap Kartosoewirjo sebagai bughat (pembangkangan terhadap pemerintah yang sah). Berbeda dengan imam DI/TII yang cenderung bersikap strukturalis, bagi Yusuf yang terpenting adalah bagaimana mengislamkan masyarakatnya, bukan mengislamkan negaranya.
"Ajeungan Yusuf sering bilang kepada kami adalah tidak dibenarkan seorang Muslim 'membuat rumah di dalam rumah'," ujar Syarif Hidayat.
Karena itu meskipun sama-sama menolak Perjanjian Renville, Yusuf mengecam sikap Kartosoewirjo yang menganggap RI sudah tidak ada dengan langsung membentuk DI/TII. Baginya, yang dilakukan sang imam seperti menusuk RI dari belakang.
Terlebih saat kelompok Kartosoewirjo melakukan pemaksaan dengan kekerasan dalam menerapkan keyakinannya, sang ajengan semakin berang dan memutuskan untuk melawan mantan sahabatnya tersebut.
Advertisement
Langgar Pantangan Bicara Cabul, Prajurit TNI Tewas di Medan Perang
Sekitar 3 Jam yang laluKisah Lucu Kasal, Kasau & Kapolri Ngumpet Merokok, Takut Sama Panglima
Sekitar 4 Jam yang laluTaruna Akmil Apes, Orang Pakai Baju Lusuh Dikira Pembantu, Tahunya Jenderal TNI!
Sekitar 1 Hari yang laluDi Mata Anak Buah Saat Perang, Soeharto Seolah Kebal Peluru, Benarkah?
Sekitar 1 Hari yang laluMayor TNI Temukan Harta Karun Tentara Jepang di Bogor, Isinya Emas Permata
Sekitar 2 Hari yang laluTerungkap, Tukang Rokok di Depan Rumah Menteri Pertahanan Ternyata Intel
Sekitar 4 Hari yang laluSosok Pengkhianat Terbesar China, Satu Negara Hancur Karena Serakah & Mesum
Sekitar 4 Hari yang laluKisah Lucu Paspampres Refleks Lari Mengawal R-1, Lupa Sedang Nikahkan Anak
Sekitar 5 Hari yang laluTak Mau Hadiri HUT PKI, Jenderal Yani 'Gerilya' ke Jawa Barat, Ini Alasannya
Sekitar 5 Hari yang laluMisi Rahasia Pilot Jet Tempur Rusia Bantu TNI Mengebom Militer Belanda
Sekitar 6 Hari yang laluPulang Tugas dari Kongo, Pasukan TNI Borong Rolex & Jam Swiss 10 Koper
Sekitar 1 Minggu yang laluBung Karno Ingin Baju yang Dipakai Jenderal Yani, ini Komentar Soeharto
Sekitar 1 Minggu yang laluPerwira TNI Bertaruh Nyawa Jadi Umpan Sniper Saat Kawal Presiden ke Bosnia
Sekitar 1 Minggu yang laluPrajurit TNI Ketakutan Sudah Pensiun Dicari Jenderal, Endingnya Salut Banget
Sekitar 1 Minggu yang laluSeleksi Calon Anggota Polri Gunakan CAT, Bisa Dipantau Secara Real Time
Sekitar 1 Jam yang laluHebat! Perwira Polri Jualan Pecel Ayam jadi Komandan Polisi Upacara Hari Pancasila
Sekitar 1 Jam yang laluViral Ibu Hamil di Tasikmalaya Ngidam Dibonceng Polisi, Bikin Heboh
Sekitar 2 Jam yang laluMahfud MD Jawab Tudingan Pemerintah Lambat Selesaikan Kasus Hukum
Sekitar 14 Jam yang laluSurvei Populi Center: Citra Polri Mulai Membaik Pascakasus Ferdy Sambo
Sekitar 16 Jam yang laluMenakar Peluang Kasasi Diajukan Putri Candrawathi, Mengurangi atau Perberat Hukuman?
Sekitar 5 Hari yang laluMembaca Peluang Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 6 Hari yang laluSekuat Tenaga Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 1 Minggu yang laluMenakar Peluang Kasasi Diajukan Putri Candrawathi, Mengurangi atau Perberat Hukuman?
Sekitar 5 Hari yang laluMembaca Peluang Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 6 Hari yang laluSekuat Tenaga Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 1 Minggu yang laluFerdy Sambo, Putri Candrawathi dan Kuat Maruf Ajukan Kasasi ke MA
Sekitar 1 Minggu yang laluIntip Liburan Ronny Talapesy Pengacara Bharada E di Luar Negeri, Sosok Istri Disorot
Sekitar 1 Bulan yang laluPermohonan Banding Kandas, Ricky Rizal Tetap Dihukum 13 Tahun Penjara
Sekitar 1 Bulan yang laluFerdy Sambo Tak Hadir di Sidang Putusan Banding Vonis Mati
Sekitar 1 Bulan yang laluIndonesia Kirim 1,5 Juta Dosis Vaksin Pentavalent untuk Nigeria, Nilainya Rp30 Miliar
Sekitar 1 Hari yang laluVaksin Influenza pada Ibu Hamil Bisa Berikan Kekebalan Tubuh pada Janin
Sekitar 5 Hari yang laluPSS Sleman Berencana Naikkan Harga Tiket Laga Kandang di Liga 1 2023 / 2024
Sekitar 1 Jam yang laluLiga 1: Persib Bangga 4 Pemainnya Bela Timnas Indonesia pada FIFA Matchday Juni 2023
Sekitar 4 Jam yang laluAdvertisement
Advertisement
Dicky Budiman
Peneliti dan Praktisi Global Health Security Griffith University AustraliaMemaknai Pencabutan Status Darurat Kesehatan Masyarakat Covid-19
AM Hendropriyono
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami