Tentara Belanda Takut Penyakit Pes, Pejuang Indonesia Teror Kirim 10 Karung Tikus
Merdeka.com - Para serdadu Belanda di Garut sangat takut terjangkit penyakit pes. Situasi itu digunakan oleh para pejuang Indonesia untuk meneror mental mereka.
Penulis: Hendi Jo
Wilayah Priangan pernah diteror penyakit sampar selama setahun (1933-1934). Akibat penyakit yang disebut juga sebagai pes itu, kurang lebih 15.000 orang meregang nyawa. Demikian menurut Terence H.Hull dalam Death and Disease in Southeast Asia (disunting oleh Norman Owen).
Begitu traumanya orang-orang Priangan hingga mereka selalu merasa jijik dengan binatang tikus yang dikatakan sebagai pembawa virus yersinia pestis (penyebab sampar).
Dalam bencana itu, Garut termasuk kawasan yang menyumbangkan korban agak besar. Dalam catatan Adrianus Bonnebaker dalam Over Pest, selama setahun wabah sampar merajalela, ratusan warga Garut telah meregang nyawa akibatnya. Tragedi itu menimbulkan trauma yang mendalam hingga puluhan tahun kemudian.
"Zaman itu jika ada tikus dalam jumlah belasan saja terlihat mati di jalanan, ketakutan kami akan wabah penyakit pes muncul kembali," kenang Ucun, lelaki kelahiran Garut pada 1928.
Senjata Biologis Teror Mental
Ketakutan orang Garut berdampak juga kepada orang-orang Belanda. Itu terbukti pada era Perang Kemerdekaan (1945-1949), para serdadu Belanda sangat menghindari apapun yang terkait dengan 'hantu sampar', termasuk tikus-tikus.
Namun bagi para pejuang Indonesia di Garut, situasi itu bisa menjadi peluang untuk perang urat syaraf. Adalah Mayor Saoed Mustofa Kosasih, Komandan Kesatuan Pasoekan Pangeran Papak (PPP) yang kali pertama memiliki ide untuk menjadikan bakteri yersinia pestis sebagai senjata biologis untuk meneror mental prajurit-prajurit Belanda.
"Kata ayah saya, setidaknya cara itu bisa menurunkan daya tempur mereka," ujar Basroni Kosasih (68), putra dari almarhum Mayor Kosasih.
Kali pertama ide itu muncul berawal dari dari laporan mata-mata PPP yang melihat kepanikan satu seksi patroli pasukan Belanda saat melihat gerombolan tikus sawah muncul dari semak-semak.
Alih-alih melanjutkan patrol, mereka malahlari terbirit-birit ke posnya. Bukan hanya terhadap tikus hidup, tikus mati di jalanan pun ditakuti oleh para serdadu itu. Rupanya mereka sangat takut terhadap bakteri pes di tubuh kutu-kutu hitam yang banyak bersarang di bulu tikus.
Menurut Ojo Soepardjo Wigena, informasi dari telik sandi itu lantas didiskusikan dan dianalisa oleh tim intelijen PPP yang dipimpin oleh Soebardjo alias Shiroyama alias Guk Jae-ma, seorang mantan prajurit Jepang berkebangsaan Korea.
"Ikut pula memberi masukan kepada Pak Mayor, seorang dokter yang merupakan bekas anggota tentara Jepang yang nama Indonesia kalau tidak salah adalah Ali," ungkap eks anggota PPP asal Wanaraja, Garut itu.
Taktik Tikus
Maka dibuatlah rencana. Mayor Kosasih lantas memerintahkan kepada anak buahnya untuk berburu tikus di sawah-sawah sekitar Wanaraja, tempat markas PPP. Bagi para anggota PPP yang mayoritas adalah bekas petani, pekerjaan mencari tikus bukanlah hal yang susah. Maka setelah berhari-hari, terkumpullah sekitar 10 karung tikus.
Malam hari-nya karung-karung berisi tikus itu dibawa ke wilayah pos-pos militer Belanda. Secara diam-diam, binatang pengerat itu lantas dilepaskan dan dibiarkan masuk ke markas pasukan Belanda. Begitu tiap minggu mereka lakukan.
Tidak jelas benar apakah kemudian ada serdadu Belanda yang terkena penyakit pes. Yang terang, teror penyakit sampar membuat markas-markas Belanda di Garut jadi mencekam. Beberapa penduduk sekitar pos membuat kesaksian kepada Mayor Kosasih bahwa banyak prajurit Belanda menyingkir dan bahkan terlihat sakit saat dibawa ke kota.
'Taktik tikus' juga dilakukan oleh PPP untuk lolos dari kejaran militer Belanda. Caranya, saat akan melakukan penyangongan (penghadangan konvoi militer Belanda) di suatu wilayah, selain logistik, para gerilyawan PPP pun membawa serta pula berkarung-karung tikus yang sudah mati diracun.
Saat penyangongan usai dan pasukan harus mundur sesuai taktik gerilya, salah satu unit PPP yang khusus membawa berkarung-karung tikus mati pun mulai beraksi. Sambil mundur, mereka menyebar bangkai-bangkai tikus itu sepanjang jalan. Hasilnya, tak ada saupun tentara Belanda yang mengejar mereka.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terduga pemerkosa gadis keterbelakangan mental hingga hamil enam bulan asal Banyuasin, Sumatera Selatan, IN (23), bertambah menjadi 10 orang.
Baca SelengkapnyaKorban sempat dibawa ke Rumah Sakit Sariningsih, namun akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaPara pemain Indonesia yang berlaga di All England telah tiba di Jakarta pada Senin (18/3) malam.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sepak terjang Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 layak mendapatkan apresiasi.
Baca SelengkapnyaTanggul peninggalan Belanda ini jebol mengejutkan warga karena berlangsung pukul 04:00 WIB dini hari.
Baca Selengkapnya"Kondisi luka bakar jenazah 90-100 persen, dalam kondisi hangus,” kata Kabid Dokkes Polda Jawa Barat Kombes Nariyan
Baca SelengkapnyaSimak cerita di balik tempat bersejarah dan saksi bisu ditangkapnya Pangeran Diponegoro.
Baca SelengkapnyaKekerasan dalam sepak bola masih jadi PR berat bagi Indonesia. Sejak tahun 1994 hingga 1 Oktober 2022, sebanyak 230 nyawa melayang karena sepak bola.
Baca SelengkapnyaRumah itu sempat menjadi tempat tidur para pemulung dan anak jalanan.
Baca Selengkapnya