Penyamaran Tan Malaka: Penjahit, Kusir Delman dan Pertemuan Rahasia dengan Bung Karno
Merdeka.com - Untuk menghindari incaran agen intelijen negara-negara yang memburunya, Tan Malaka kerap melakukan penyamaran.
Penulis: Hendi Jo
Hetty Kabir masih ingat kejadian itu. Saat umurnya baru menginjak delapan tahun, suatu malam dua lelaki datang ke rumahnya di Jalan Ciwaringin No.33 Bogor. Mereka lantas berbicara lama dengan sang ayah, Harun Kabir. Menjelang jam 21.00, salah seorang dari lelaki itu pergi. Sedangkan kawannya, tinggal di rumah tokoh pemuda Bogor itu.
Lelaki yang wajahnya mirip orang Tionghoa itu lantas dikenal Hetty sebagai 'Om Ilyas Husein'. Dia ditempatkan oleh ayahnya pada sebuah kamar kosong yang berada di bagian belakang rumah. Dalam kenangan Hetty, Ilyas merupakan orang yang selalu berbicara lembut, baik, agak pendiam dan pandai bermain piano.
"Baru belakangan setelah dewasa, saya baru tahu jika orang yang akrab dengan masa kecil saya itu adalah Tan Malaka, tokoh pejuang terkemuka," ungkap perempuan kelahiran tahun 1937 itu.
Mengapa Tan Malaka Menyamar?
Dalam pelariannya dari kejaran para agen intelijen Belanda, Inggris, Filipina dan Amerika Serikat, Tan Malaka memang sering tampil sebagai orang lain. Itu terjadi sejak pemberontakan gagal kaum komunis di Hindia Belanda pada 1926—1927. Jadilah dia singgah di berbagai tempat dan negara dengan memakai nama samaran dan kewarganegaraan palsu.
"Karena nyawanya selalu terancam oleh polisi rahasia dan memang dia merupakan buronan politik nomor satu bagi negara-negara kolonial seperti Belanda dan Inggris," ujar sejarawan Harry A. Poeze.
Seperti saat di Singapura, dia berlaku sebagai seorang Tionghoa yang memiliki profesi sebagai penjahit. Soal ini terbuhul dalam sejarah saat pada suatu hari di tahun 1938 seorang wartawan bernama Matu Mona diundang oleh Tan Malaka sendiri dan berkesempatan berbicara selama lima menit dengan lelaki asal Sumatra Barat itu.
"Dia hanya ingin berkenalan dengan pengarang Pacar Merah Indonesia yang telah dibacanya," tulis Poeze dalam kata pengantar Pacar Merah Indonesia, sebuah novel spionase yang 'dicurigai' berkisah tentang pengalaman Tan Malaka selama menjadi buronan politik.
Wartawan senior Rosihan Anwar memiliki kisah lain terkait dengan penyamaran Tan Malaka itu. Suatu malam di tahun 1928, Rosihan kecil diajak kakeknya Raden Mohammad Joesoef pergi ke rumah Rustam Effendi (sastrawan terkemuka Sumatera Barat yang kemudian menjadi tokoh komunis di Belanda) di tepi Bandar Olo, Padang.
Sepulang dari rumah Rustam Effendi, sang kakek bercerita bahwa seorang kusir bendi dari Pauh Sembilan baru saja mengunjungi Rustam Effendi. Kusir itu tiada lain tiada bukan adalah Tan Malaka yang tengah menyamar.
"Untuk menghindarkan diri dari tangkapan pemerintah Hindia Belanda, Tan Malaka menyamar sebagai kusir," ungkap Rosihan Anwar dalam biografinya, Menulis dalam Air: Sebuah Otobiografi.
Menyamar untuk Pertemuan Rahasia dengan Bung Karno
Sebelum 'mengungsi' ke rumah Harun Kabir, Tan Malaka sempat muncul secara misterius di Jakarta. Itu terjadi pada 31 Agustus 1945 ketika dia berkesempatan untuk bertemu dengan Presiden Sukarno. Ceritanya, sehari setelah lebaran Bung Karno berpesan kepada dokter pribadinya R. Soeharto, untuk menyediakan sebuah kamar bagi pertemuannya dengan seorang tamu penting di rumah sang dokter.
"Bung Karno tidak menyebut nama tamu itu," ungkap R. Soeharto dalam biografinya, Saksi Sejarah.
Kepada Soeharto, Bung Karno berpesan agar selama berlangsungnya pembicaraan antara dirinya dengan tamu itu, seluruh lampu di rumah Soeharto harus dimatikan. Kata Bung Karno, pertemuan itu memang jangan sampai diketahui pihak Inggris dan Belanda.
Sebelum jam 19.00, Bung Karno dan tamu penting itu datang hampir bersamaan. Bung Karno diantar oleh ajudannya yang bernama Mantoyo, sedangkan tamu itu didampingi oleh Sayuti Melik. Tanpa banyak bicara, Soeharto kemudian membawa para tamunya itu ke kamar yang sudah disiapkan.
Dalam suasana gelap gulita, sang tamu misterius itu memperkenalkan dirinya kepada Soeharto sebagai Abdulrajak dari Kalimantan. Setelah berbasa-basi, Soeharto kemudian menuntun dia melalui garasi menuju kamar belakang. Mantoyo dan Sayuti Melik menjaga di depan rumah. Sedangkan Soeharto sendiri duduk di luar kamar pertemuan.
"Saya tidak mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh Bung Karno dan Abdulrajak itu," kenang Soeharto.
Permintaan Tan Malaka
Baru beberapa bulan kemudian Bung Karno memberitahu Soeharto jika Abdulrajak itu tak lain adalah Tan Malaka. Malam itu kedua tokoh bangsa tersebut sesungguhnya tengah membicarakan suatu hal yang sangat penting dan bersejarah: soal siapa yang akan memegang pimpinan nasional seandainya Bung Karno dan Bung Hatta ditangkap atau dibunuh oleh Jepang, Belanda atau Sekutu.
"Tan Malaka mengusulkan agar dirinya agar ditunjuk sebagai pewaris tunggal," ungkap Soeharto.
Tetapi usul tersebut tidak disetujui sepenuhnya oleh Bung Karno. Kepada Tan Malaka, Bung Karno menyatakan akan membuat testamen berisi penunjukan siapa saja yang akan meneruskan estafet kepemimpinan nasional jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap dirinya dan Hatta. Tidak hanya kepada Tan Malaka saja.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kisah Menegangkan Intel Polwan Beraksi, Menyamar Jadi Emak-Emak hingga PSK
Aksi penyamaran juga tidak luput harus dilakukan oleh seorang Polwan untuk mengungkapkan suatu kasus
Baca SelengkapnyaRelawan Dianiaya TNI di Boyolali, TPN Ganjar Bakal Lapor Komnas HAM
Menurutnya, dunia internasional melihat Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dunia menjalankan pemilu yang tidak cacat dan bermasalah.
Baca SelengkapnyaBlak-blakan Anak Pejabat Pangkalpinang Ungkap Pengeroyokan Diduga Anggota Intel TNI di Kelab Malam
Penganiayaan terjadi pada Sabtu (13/1), sekitar pukul 03.30 WIB.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jelang Cuti, Para Taruna Akpol Tampan Ini Diberi Pesan dari Komandan, Dilarang Hidup Mewah hingga Jaga Nama Baik
Isi pesannya aykni agar tak melakukan pelanggaran hingga hidup bermewah-mewahan.
Baca SelengkapnyaGanjar Minta Relawan & Pendukungnya Tak Takut Tekanan & Intimidasi Jelang Pemilu: Kita Punya Kebebasan!
Ganjar juga berpesan pada relawan di Manggarai NTT agar terus menemui masyarakat dan meminta datang ke TPS pada 14 Februari nanti dan mecoblos nomor 3.
Baca SelengkapnyaPengalaman Eks Panglima TNI Hadapi Situasi Genting saat Tugas di Istana Dampingi Jokowi
Bukan hal yang mudah, situasi genting kerap dihadapi oleh mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
Baca SelengkapnyaPesan Jenderal Intel ke Taruna Akpol: Ikhtiar Hingga Garis Batas lalu Biarkan Doa & Takdir Bertarung di Langit
Jenderal bintang dua Polri berikan pesan kepada taruna-taruni Akademi Kepolisian (Akpol).
Baca SelengkapnyaRagam Penyamaran Intel-Intel Polisi saat Menjalankan Misi
Dengan misi yang diembannya, tak jarang anggota polisi akan memakai cara-cara intelijen.
Baca SelengkapnyaGanjar Minta Relawan Kampanye Tanpa Knalpot Brong: Kalau Masih Diganggu, Tabrak!
Ganjar Pranowo menyerukan pendukungnya tidak menggunakan knalpot brong saat kampanye.
Baca Selengkapnya