Pasukan Siliwangi Tangkap Presiden RMS, Buronan Paling Dicari Selama 13 Tahun

Kamis, 18 Mei 2023 08:12 Reporter : Tim Merdeka
Pasukan Siliwangi Tangkap Presiden RMS, Buronan Paling Dicari Selama 13 Tahun Pasukan TNI tumpas RMS. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Setelah tiga belas tahun bergerilya, Dr. Soumokil tertangkap di Pulau Seram. Menyerah, tanpa melakukan perlawanan.

Oleh Hendi Jo

Letnan Jenderal (Purn) Himawan Soetanto masih ingat peristiwa itu. Pada suatu hari di tahun 1975, saat menjadi Panglima Kodam Siliwangi, dia menyematkan Bintang Sakti di dada Letnan Dua (Purn) Ruchiat, eks komandan Kompi II Batalyon 320 Brigade Infanteri 15 Tirtayasa, Banten. Momen penyematan penghargaan tertinggi itu sangat berkesan baginya.

“Sejak dia berhasil menangkap gembong Republik Maluku Selatan (RMS) pada 1963, baru dua belas tahun kemudian Siliwangi memberikan penghargaan kepadanya,” ungkap Himawan dalam suatu wawancara pada 1999.

Perburuan Dr. Christian Robert Steven Soumokil termasuk salah satu perburuan tokoh pemberontak paling lama sepanjang sejarah Indonesia. Memproklamasikan RMS pada 25 April 1950, Soumokil baru bisa diringkus tiga belas tahun kemudian.

Meskipun kekuatan RMS secara militer berhasil dihancurkan pada akhir 1950, namun para sisa-sisa pengikutnya tak henti melakukan gerilya di hutan-hutan Maluku selatan, terutama di Pulau Seram. Termasuk Soumokil, orang yang dianggap sebagai presiden RMS.

Pemerintah Republik Indonesia kemudian meminta TNI untuk menangkap Soumokil secepatnya. Maka pada 10 Mei 1963, Markas Besar TNI di Jakarta mengirimkan Brigade Infanteri 15 Tirtayasa Kodam Siliwangi pimpinan Letnan Kolonel Musa Natakusumah (terdiri dari Batalyon 310, Batalyon 315 dan Batalyon 320) untuk melaksanakan tugas tersebut.

2 dari 3 halaman

Ketahuan Karena Pohon Sagu Ditebang

Namun hingga operasi bulan ke-6 di November, Soumokil tidak juga tertangkap. Tak ada cara lain, Musa lalu menugaskan Peleton Cadangan pimpinan Pelda Rukhiyat S. dari Batalyon 320 untuk menjadi tim pemburu khusus Soumokil.

Mereka bergerak pada akhir 29 November 1963 dari markas menuju Komplek H. Asinepe. Besoknya seluruh wilayah disisir anak buah Rukhiyat. Pada saat melaksanakan penyisiran, anak buah Rukhiyat menyaksikan ada asap mengepul ke udara. Namun ketika titik itu didekati, tak ada tanda-tanda pengikut Soumokil berada di wilayah tersebut.

Saat pasukan tengah bersiap tidur, pada sekira pukul 21.00, terdengar ada orang menebang pohon (pukul-pukul sagu). Jarak antara mereka dengan sumber suara diperkirakan hanya 600 meter saja. Penyelidikan pun dilakukan oleh satu regu pasukan pimpinan Sersan Dua M. Suratman.

Karena melakukan gerak pengintaian yang senyap dan perlahan, Regu Suratman baru mendekati sasaran sekira pukul 01.00.

"Ketika sudah dapat diyakini bahwa mereka itu gerombolan, maka Suratman memerintahkan pasukannya untuk menunggu orang-orang itu tertidur," ungkap buku Siliwangi dari Masa ke Masa Edisi III (disusun Dinas Sejarah Kodam Siliwangi).

Barulah empat jam kemudian, Regu Suratman melakukan penyergapan. Tak ada perlawanan dari anak buah Soumokil. Mereka langsung menyerah. Dari lima anggota gerombolan yang tertangkap disita senjata api jenis Lee Enfield dan Owen Gun.

3 dari 3 halaman

Tunggu Bangun Tidur

Selanjutnya para tawanan dibawa ke bivak pasukan induk. Setelah mendapat keterangan penting, Rukhiyat memutuskan untuk memimpin sendiri peletonnya menyergap posisi Soumokil.

Maka pada 1 Desember 1963, bersama 12 anak buahnya (tujuh orang ditinggalkan di bivak untuk menjaga para tawanan), sang komandan peleton bergerak menuju tempat persembunyian Soumokil.

Karena sulitnya medan yang dipenuhi batu karang dan keadaan malam yang gelap gulita disertai hujan, maka pasukan Rukhiyat baru tiba di jarak sekira 50 meter menjelang sasaran pada 2 Desember 1963 pukul 03.00. Situasi di gubuk persembunyian Soumokil sendiri tidak memperlihatkan kegiatan yang mencurigakan.

Setelah mengatur posisi pengepungan, dengan berbekal sepucuk pistol dan kawalan dua prajuritnya, Rukhiyat secara hati-hati menyelinap ke gubuk. Di dalam nampak sekelompok orang tengah tidur pulas. Sang komandan peleton tidak lantas membangunkan mereka. Ditunggunya para anggota RMS itu mulai terbangun.

Pukul 05.00, sebagian dari anak buah Soumokil mulai terbangun. Begitu tahu bahwa di sekitar terdapat pasukan TNI yang sedang siap siaga, tanpa banyak pertimbangan mereka pun langsung menyerah. Soumokil berhasil ditangkap tanpa mengeluarkan sebutir peluru pun.

Sore harinya, gembong RMS itu dibawa dengan perahu ke Pantai Sawai. Di sana, Rukhiyat menyerahkan Soumokil kepada komandan kompi-nya, yang kemudian membawanya ke komandan Batalyon 320, Mayor Enjo Martadisastra. 

Satu tahun kemudian, Tokoh RMS ini kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati.

[ian]
Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini