Merdeka.com - Bertekad ingin menyenangkan Rajanya, Gubernur Jenderal Daendels melakukan pembenahan dengan tangan besi di wilayah koloni. Dia menyasar bisnis kopi sebagai uji cobanya yang pertama.
Penulis: Hendi Jo
Pada 5 Juni 1806, Lodewijk Napolein diangkat sebagai raja muda di Belanda oleh Kaisar Napoleon, penguasa Prancis. Untuk membenahi koloni Hindia Belanda yang otomatis jatuh ke tangan Prancis, Raja Lodewijk lantas menugaskan H.W. Daendels sebagai gubernur jenderal.
Ketika tiba di tanah Jawa pada 5 Januari 1808, Daendels menemukan kenyataan kondisi ekonomi Hindia Belanda sepeninggal VOC (Maskapai Perdagangan Hindia Timur) ada dalam situasi 'rusak berat' akibat praktik korupsi.
Selain ingin memperbaiki sistem administrasi di Pulau Jawa yang kacau balau, penganut ide-ide Revolusi Prancis yang fanatik itu, bertekad pula untuk mendongkrak ekonomi di tanah Jawa demi lancarnya pemasukan ke kas Kerajaan Belanda.
Sebagai solusi, Daendels lantas melirik bisnis kopi. Menurut Prawoto dalam The Road to Java Coffee, sang gubernur jenderal memberi perhatian khusus terhadap pengelolaan kopi di Jawa. Alasannya, barang itu merupakan komoditas dunia yang tengah meroket harganya. Di masa sebelumnya, kopi juga telah memberi begitu banyak masukan bagi kas VOC.
Langkah pertama yang dilakukan Daendels adalah membentuk Inspektur Jenderal Tanaman Kopi pada 9 Juni 1808. Institusi yang dipimpin oleh C. van Winkelman itu bertugas mengatur semua yang berhubungan dengan bisnis kopi di Jawa. Mulai dari pembukaan lahan perkebunan kopi hingga penyetoran biji kopi ke seluruh gudang pemerintah di Jawa.
Dalam tesisnya yang berjudul Bupati Priangan, Kedudukan dan Peranannya Pada Abad ke-19, sejarawan U. Sobana Hardjasaputra menyebutkan bahwa setiap tahun Winkelman wajib melaporkan daftar tanaman kopi di seluruh Jawa kepada Daendels. Dia juga yang bertanggungjawab terhadap peraturan yang mewajibkan setiap keluarga di Jawa untuk menanam lima ratus batang pohon kopi.
"Padahal pada waktu sebelumnya hanya diwajibkan menanam dua ratus batang pohon kopi," tulis Hardjasaputra.
Seiring diberlakukannya kewajiban tersebut, Daendels mengangkat pula tenaga pengawas perkebunan yang diberi pangkat militer sederajat dengan kapten. Seorang Kapten Kopi diharuskan menyetor 300 pikul kopi (perpikul=126 pon) kepada pemerintah Hindia Belanda. Andaikan dia tidak bisa memenuhi target tersebut, maka penurunan pangkat menjadi Letnan Pertama akan menantinya. Begitu seterusnya hingga dia berhasil kembali memenuhi kuota 300 pikul.
Soal harga kopi pun diintervensi langsung Daendels. Pada 4 April 1809, dia menetapkan harga kopi perpikul seberat 225 pon adalah 4 ringgit uang perak bagi orang biasa. Sedangkan khusus untuk kopi yang berasal dari tangan para bupati, perpikulnya (seberat 126-128 pon) dihargai dengan uang seringgit.
Demi memudahkan identifikasi, pada 1808-1809 Daendels pun membagi wilayah Priangan menjadi dua: wilayah penghasil kopi dan wilayah bukan penghasil kopi. Produsen tradisional kopi seperti Cianjur, Sumedang, Bandung dan Parakanmuncang tentu saja dimasukan dalam kelompok pertama. Sedangkan wilayah-wilayah lainnya seperti Limbangan, Sukapura dan Galuh dimasukan dalam kelompok kedua.
Advertisement
Dari segi sosial-politik, Daendels pun berupaya mengeliminasi peran para pelaku tradisional yang utama dalam bisnis kopi. Para menak Sunda yang terdiri dari bupati dan santana dijadikan Daendels hanya sebagai bawahannya dan secara resmi merupakan bagian dari struktur pemerintahan Hindia Belanda.
Menurut sejarawan Bondan Kanumoyoso, untuk menghilangkan hak-hak istimewa penguasa tradisional, Daendels menerapkan sistem gaji buat mereka. Di mata sang gubernur jenderal, efisiensi birokrasi itu semata-mata bukan karena soal ekonomi.
"Sebagai penganut garis keras ide-ide Revolusi Prancis, Daendels sangat membenci sistem feodal yang sudah mendarahdaging di kalangan para menak Sunda. Karena itu, dia berupaya memberantasnya," ungkap dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) tersebut.
Efisiensi pemberlakuan peraturan itu dilaksanakan lewat tangan besi oleh Daendels. Dia tak segan memecat para bupati yang tak menuruti perintahnya. Sebagai contoh, dia memecat Bupati Parakanmuncang Tumenggung Aria Wira Tanureja yang menolak untuk menanam 300.000 pohon kopi di wilayahnya.
Ketegasan Daendels memunculkan rasa segan kaum pribumi kepadanya. Di Priangan, orang-orang menjulukinya sebagai Menak Guntur. Itu mengacu kepada, suara sang gubernur yang jika dalam keadaan marah bisa mengeluarkan suara yang keras laiknya guntur.
Namun di lain pihak, Sang Menak Guntur juga mengupayakan pembangunan infrastruktur di Jawa seperti jalan raya pos (groote postweg). Tujuannya memudahkan surat menyurat antar pejabat Hindia Belanda dan melancarkan jalur logistik jika terjadi penyerangan Inggris ke Jawa. Selain itu, upaya itu juga untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi (termasuk kopi) dari pelosok ke pelabuhan-pelabuhan besar.
Kendati Daendels sudah mengupayakan berbagai langkah radikal untuk memajukan bisnis kopi, namun di masa dia berkuasa bisnis kopi justru terjun bebas. Sebagai perbandingan saat awal Daendels berkuasa pada 1808, ekspor kopi dari Jawa berjumlah 7.289 ton. Jumlah itu menurun tajam ketika akhir kekuasaannya: hanya 1.224 ton.
Bisa jadi penurunan produksi kopi Jawa asal Priangan terjadi karena soal politik. Hubungan buruk antara para menak Sunda dengan Daendels menjadikan dukungan pengembangan bisnis kopi tersendat.
"Citra Daendels memang buruk di kalangan para penguasa tradisional karena kebijakan-kebijakannya dinilai tidak populis," ungkap Bondan Kanumoyoso.
Advertisement
Taruna Akmil Apes, Orang Pakai Baju Lusuh Dikira Pembantu, Tahunya Jenderal TNI!
Sekitar 1 Jam yang laluDi Mata Anak Buah Saat Perang, Soeharto Seolah Kebal Peluru, Benarkah?
Sekitar 2 Jam yang laluMayor TNI Temukan Harta Karun Tentara Jepang di Bogor, Isinya Emas Permata
Sekitar 1 Hari yang laluTerungkap, Tukang Rokok di Depan Rumah Menteri Pertahanan Ternyata Intel
Sekitar 3 Hari yang laluSosok Pengkhianat Terbesar China, Satu Negara Hancur Karena Serakah & Mesum
Sekitar 3 Hari yang laluKisah Lucu Paspampres Refleks Lari Mengawal R-1, Lupa Sedang Nikahkan Anak
Sekitar 4 Hari yang laluTak Mau Hadiri HUT PKI, Jenderal Yani 'Gerilya' ke Jawa Barat, Ini Alasannya
Sekitar 4 Hari yang laluMisi Rahasia Pilot Jet Tempur Rusia Bantu TNI Mengebom Militer Belanda
Sekitar 5 Hari yang laluPulang Tugas dari Kongo, Pasukan TNI Borong Rolex & Jam Swiss 10 Koper
Sekitar 6 Hari yang laluBung Karno Ingin Baju yang Dipakai Jenderal Yani, ini Komentar Soeharto
Sekitar 6 Hari yang laluPerwira TNI Bertaruh Nyawa Jadi Umpan Sniper Saat Kawal Presiden ke Bosnia
Sekitar 6 Hari yang laluPrajurit TNI Ketakutan Sudah Pensiun Dicari Jenderal, Endingnya Salut Banget
Sekitar 1 Minggu yang laluJenderal TNI Tolak Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Alasannya Lucu
Sekitar 1 Minggu yang laluRumor Ada Marinir Sediakan Ikan di Bawah Kapal Saat Soeharto Memancing
Sekitar 1 Minggu yang laluViral Ibu Protes Saat Dampingi Anaknya Praktik Buat SIM
Sekitar 3 Jam yang laluTak Cuma Komandan Pasukan HUT RI Istana, Polisi Penjual Pecel Ayam juga Pasukan PBB
Sekitar 2 Hari yang laluTuruti Keinginan Anak, Bapak Ini Nekat Cegat Mobil Patroli Polisi di Pingir Jalan
Sekitar 2 Hari yang laluIni Jenderal Polisi Pendiri Brimob, Pernah Protes Pengangkatan Kapolri dan Diasingkan
Sekitar 2 Hari yang laluMenakar Peluang Kasasi Diajukan Putri Candrawathi, Mengurangi atau Perberat Hukuman?
Sekitar 4 Hari yang laluMembaca Peluang Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 5 Hari yang laluSekuat Tenaga Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 5 Hari yang laluFerdy Sambo, Putri Candrawathi dan Kuat Maruf Ajukan Kasasi ke MA
Sekitar 6 Hari yang laluBanding Ditolak PT DKI Jakarta, Agus Nurpatria Tetap Divonis Dua Tahun Penjara
Sekitar 2 Minggu yang laluGagah dan Tegap, Potret Tribrata Anak Ferdy Sambo Lulus Sekolah Taruna Nusantara
Sekitar 2 Minggu yang laluCerita Megawati Kesal Lihat Kelakuan Sambo dan Polisi Bermasalah
Sekitar 3 Minggu yang laluMega Sentil Kelakuan Polisi seperti Sambo dan AKBP Achiruddin: Insaf Pak!
Sekitar 3 Minggu yang laluBanding Kandas, Ricky Rizal Ajukan Kasasi Terkait Kasus Pembunuhan Brigadir J
Sekitar 3 Minggu yang laluHoaks Putri Ferdy Sambo Akhiri Hidup dengan Cara Gantung Diri
Sekitar 1 Bulan yang laluMenakar Peluang Kasasi Diajukan Putri Candrawathi, Mengurangi atau Perberat Hukuman?
Sekitar 4 Hari yang laluMembaca Peluang Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 5 Hari yang laluSekuat Tenaga Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 5 Hari yang laluFerdy Sambo, Putri Candrawathi dan Kuat Maruf Ajukan Kasasi ke MA
Sekitar 6 Hari yang laluIntip Liburan Ronny Talapesy Pengacara Bharada E di Luar Negeri, Sosok Istri Disorot
Sekitar 1 Bulan yang laluPermohonan Banding Kandas, Ricky Rizal Tetap Dihukum 13 Tahun Penjara
Sekitar 1 Bulan yang laluFerdy Sambo Tak Hadir di Sidang Putusan Banding Vonis Mati
Sekitar 1 Bulan yang laluIndonesia Kirim 1,5 Juta Dosis Vaksin Pentavalent untuk Nigeria, Nilainya Rp30 Miliar
Sekitar 12 Jam yang laluVaksin Influenza pada Ibu Hamil Bisa Berikan Kekebalan Tubuh pada Janin
Sekitar 4 Hari yang laluKalah dari Persebaya, Bali United Tak Agendakan Uji Coba Lagi Sebelum Melawan PSM
Sekitar 10 Jam yang laluAdvertisement
Advertisement
Dicky Budiman
Peneliti dan Praktisi Global Health Security Griffith University AustraliaMemaknai Pencabutan Status Darurat Kesehatan Masyarakat Covid-19
AM Hendropriyono
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami