Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kisah Bubukshah dan Gagang Aking dari Zaman Majapahit

Kisah Bubukshah dan Gagang Aking dari Zaman Majapahit Pemandian di Gunung Klotok. ©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Kisah Bubukshah dan Gagang Aking adalah kisah populer yang berkembang sekitar pertengahan abad ke-14 di zaman Majapahit. Berkisah tentang saudara kembar laki-laki, yang tua bernama Kebo-milih, yang muda bernama Kebo-ngraweg.

Kisah Bubukshah dan Gagang-Aking diambil dari tulisan Willem Huibert Rassers (1877-1973) berjudul "Siwa dan Buddha di Kepulauan Indonesia". Ulasan Van Stein Callenfels, yang diambilnya pula dari laporan Poerbotjaroko. (Jacob Sumardjo-Arkeologi Budaya Indonesia-2002).

Ketika masih muda, keduanya ditinggal mati oleh kedua orang tuanya. Karena anak kembar ini sejak muda sudah gemar bersemedi, dan kurang mau membantu bekerja sanak keluarga yang memungut dan mengasuh mereka, maka keduanya diusir.

Bubukshah bersama saudaranya meninggalkan Desa Batur, dan di senja hari tiba di sebuah bale-dana yang dilukisi lakon Sudamala. Kemudian meneruskan perjalanan melalui pemandangan-pemandangan alam yang permai.

Mereka melewati sebelah selatan sebuah bangunan candi yang belum selesai dibangun, kemudian melintasi ladang-ladang padi di daerah Kediri. Mereka sampai di tepi bengawan Brantas. Seseorang yang kebetulan melihat mereka, merasa iba, dan menjanjikan akan menyeberangkan keduanya ke seberang bengawan dengan perahu.

Tetapi betapa kaget dan heran si pemilik perahu, ketika menyadari bahwa perahunya terhanyut oleh arus air sungai, tidak seperti biasanya dengan mudah melintasi sungai. Namun akhirnya kedua anak kembar diceritakan berhasil mencapai seberang bengawan.

Keduanya meneruskan perjalanan, dan sampai di sebuah pendapa. Mereka istirahat duduk di pendapa tersebut, dan anjing-anjing menggonggongi keduanya. Mereka meminta air minum sedikit. Jauh dari mereka, duduklah seorang hyang guru dengan murid-muridnya.

Guru tersebut menyuruh salah seorang muridnya untuk menanyakan siapa kedua anak kembar yang mirip satu sama lain itu. Keduanya menghadap hyang guru dan menjawab. Anak kembar ini menyatakan ingin berguru supaya memperoleh ilmu tentang hakikat Tuhan Yang Maha Agung. Keduanya diterima sebagai murid.

Nama kedua anak kembar itu diganti oleh guru mereka, Kebo milih diganti nama Gagang Aking, sedang Kebo Ngraweg diganti nama Bubukshah.

Sekian lama berguru, keduannya lantas meneruskan perjalanan dan tiba di sebuah pancuran air, dan keduanya mandi di situ. Menjelang pagi, mereka meneruskan perjalanan melintasi hutan-hutan yang sunyi. Mereka sampai di lambung gunung, dan terbentanglah di depan mereka padang-padang Jenggala dan Majapahit.

Kemudian meneruskan perjalanan menaiki gunung Setelah sampai di puncak, keduanya memutuskan untuk mendirikan gubuk masing-masing di situ. Gagang Aking, sebagai yang tua, mendirikan gubuknya di sebelah barat, sedangkan Bubukshah di sebelah timur.

Sedang di tengah-tengah dua gubuk tersebut akan dibangun balai bersama, tempat itu ternyata dekat mata air, sesuai dengan yang mereka inginkan. Mata air tersebut ada di sebelah sebuah candi yang rupanya dahulu didirikan oleh para wiku.

Percandian ini sama dengan penemuan sumber air dan percandian yang baru ditemukan pada 2020 lalu.

Arkeolog Nugroho Harjo Lukito mengatakan penemuaan sumber air tersebut berawal dari kegiatan zonasi Candi Klotok pada tahun 2017 lalu. Berdasarkan hasil survei di kawasan Gunung Klotok, ditemukan sejumlah titik lokasi yang berpotensi menyimpan benda cagar budaya. Salah satunya struktur batu bata kuno dan sumber mata air yang dimanfaatkan penduduk setempat sebagai irigasi.

Dari hasil eskavasi hari kedua, tampak sebuah bangunan bekas patirtaan kuno yang memanjang dari utara ke selatan. Selama ini, bangunan tersebut tertimbun oleh abu vulkanis dari letusan Gunung Kelud serta material tanah longsor dari puncak Gunung Klotok.

"Bangunan petirtaan biasanya digunakan sebagai tempat mensucikan diri sebelum melakukan ritual peribadatan di candi yang ada di puncak," kata Ketua Tim Eskavasi Nugroho Harjo Lukito.

Di candi tersebut bergambar lakon Jamur-juwang yang sedang bertapa, bercakap-cakap dengan seekor harimau, dan digoda oleh tujuh bidadari. Candi itu amat indah, sehingga keduanya berpikir tak mungkin candi itu dibangun oleh tangan manusia.

Setelah gubug dan balai selesai dibangun, keduanya mulai membuka hutan dengan menebangi pohon-pohon serta membakarnya. Dampak penebangan hutan itu banyak binatang yang lari dan ada yang terbakar. Binatang yang terbakar segera dimakan dengan rakus oleh Bubukshah. Untuk minumnya, Bubukshah menghilangkan dahaga dengan air nira.

Kebiasaan Bubukshah makan daging binatang dan minum tuak sepanjang hari ini, diingatkan oleh saudaranya, Gagang Aking. Ia mengingatkan cara hidup semacam itu bertentangan dengan ajaran guru mereka, Rahulu Kembang. Apalagi makan daging itu dosa, namun Bubukshah tidak mempedulikannya dan tetap menangkap binatang dengan jeratnya, dan memakannya,

Pembangunan tempat tinggal itu akhirnya selesai, tempat ini menjelma menjadi tempat yang indah dipenuhi tumbuhan bunga-bunga. Di kejauhan tampak pemandangan laut, keramaian pasar Daha dan hilir mudiknya perahu-perahu di bengawan.

Bubukshah tetap menjalani hidupnya tanpa tirakat, selalu makan dan mengisi waktunya dengan tidur. Tidak ketinggalan pula minum tuak dan makan daging binatang yang dimasak dengan berbagai cara menjadi kebiasaan setiap harinya.

Atas kebiasaan saudarannya itu, Gagang Aking sering memperingatkan bahwa cara hidup demikian pasti tidak akan mengantarkannya mencapai kesempurnaan surgawi. Tidak hanya itu, ketika Gagang Aking mengajak saudaranya itu untuk pergi ke ladang, Bubukshah selalu menolak. Alasannya sibuk memeriksa jebakan, siapa tahu ada binatang yang tertangkap.

Meski berbeda kebiasaan, namun ada kebiasaan yang sama yakni bertapa olah rasa. Hingga suatu waktu saat kebiasaan bertapa keduannya terdengar sampai di kedewaan.

Keduanya lantas mendapat ujian. Gagang Aking berhasil menahan godaan karena hanya memakan pisang dan tales saja, sedang Bubukshah gagal menahan godaan akibat kerakusannya memakan segala daging binatang, memakan, ikan serta nasi.

Kedua cara hidup saudara kembar itu akhirnya menimbulkan perdebatan yang berujung pada pertengkaran antara keduanya. Keduanya bersikukuh mempertahankan cara hidup masing-masing.

Ujungnya dari perdebatan itu mereka memutuskan untuk melepaskan diri dari raga masing-masing dan menghadap Batara Guru. Mereka ingin kepastian cara siapa yang paling baik menuju kesempurnaan.

Alih-alih mendapat jawaban, jawaban Batara guru malah sukar dipahami, sehingga diputuskan ketika keduanya kembali ke raga masing-masing.

Macan putih Kalawijaya diperintahkan Batara Guru untuk menguji kedua saudara kembar itu, siapa yang lebih tyaga.

Kemudian Kalawijaya turun ke gunung Wilis sebagai macan putih. Kali pertama yang didatangi Gagang Aking. Macan putih minta makan sedikit saja, makanan yang dia inginkan adalah daging manusia.

Gagang Aking menolak, ia mengaku masih menyayangi jiwanya, dan menjawab terlalu kurus. Ia menyarankan kepada macan putih agar memakan saudaranya yang gemuk.

Macan putih kemudian mendatangi Bubukshah dan meminta permintaan yang sama seperti ke Gagang Aking. Bubukshah justru menyambut dengan ramah dan menyiapkan nasi, daging, tuak, dan ikan. Dan ketika macan putih Kalawijaya menyatakan hanya dapat memakan daging manusia, Bubukshah dengan gembira menyediakan dirinya untuk dimakan macan putih.

Bubukshah berdalih, kebiasaannya memakan daging agar binatang itu pada penjelmaannya kelak dapat menjadi makhluk-makhluk yang lebih tinggi derajatnya.

Sebelum menyatakan siap dimakan macan putih, Bubukshah menyantap habis semua hewan tangkapan. Dia lantas mandi dan memakai pakaian terbaiknya serta wewangian.

Bukannya takut, Bubukshah tetap tenang. Setelah ternyata Bubukshah tak tergoyah, baru macan putih mengaku dirinya diutus dewa untuk menguji.

Atas kejadian itu Gagang Aking mengakui kebenaran cara bertapa Bubukshah, sehingga mengaku kalah, dan meminta kepada saudaranya itu agar ia boleh mengikutinya ke mana pun dia pergi. Bubukshah meluluskan permintaan ini.

(mdk/cob)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
90 Nama Anak Laki-Laki Bernuansa Abad Pertengahan, Mengandung Arti yang Menakjubkan

90 Nama Anak Laki-Laki Bernuansa Abad Pertengahan, Mengandung Arti yang Menakjubkan

Berikut kumpulan nama anak laki-laki bernuansa abad pertengahan yang mengandung arti menakjubkan.

Baca Selengkapnya
Arkeolog China Temukan Makam Mewah Sosok Penting Era Dinasti Ming, Peti Mati dan Benda Pemakamannya Masih Utuh

Arkeolog China Temukan Makam Mewah Sosok Penting Era Dinasti Ming, Peti Mati dan Benda Pemakamannya Masih Utuh

Peti mati yang ditemukan di dalam makam berusia lebih dari 430 tahun ini dihias dengan sangat indah.

Baca Selengkapnya
Sejarah Kurug, Pakaian Jawa Kuno yang Sudah Ada di Abad ke-10

Sejarah Kurug, Pakaian Jawa Kuno yang Sudah Ada di Abad ke-10

Dulu, busana ini memiliki makna yang digunakan hanya pada acara-acara formal. Namun, zaman telah berubah, kini telah melebur menjadi pakaian sahari-hari.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Apakah Naga Benar-Benar Ada? Inilah Catatan Sejarah Tentang Keberadaannya

Apakah Naga Benar-Benar Ada? Inilah Catatan Sejarah Tentang Keberadaannya

Naga, makhluk misterius yang selama ini dianggap sebagai mitos belaka, rupanya memiliki akar sejarah yang kuat. Yuk simak seajarhnya disini!

Baca Selengkapnya
Sebuah Peluru Katapel Zaman Romawi Ditemukan, Ada Ukiran Nama Tokoh Terkenal

Sebuah Peluru Katapel Zaman Romawi Ditemukan, Ada Ukiran Nama Tokoh Terkenal

Sebuah Peluru Ketapel Zaman Romawi Ditemukan, Ada Ukiran Nama Tokoh Terkenal

Baca Selengkapnya
Kisah Burung Berpangkat Letnan Paling Berjasa Bagi Pejuang Indonesia Sampai Tewas Ditembak di Hadapan Komandan

Kisah Burung Berpangkat Letnan Paling Berjasa Bagi Pejuang Indonesia Sampai Tewas Ditembak di Hadapan Komandan

Bukan hanya manusia, ini sosok binatang paling berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Siapa yang dimaksud?

Baca Selengkapnya
Sejarah Kirab Tedhak Loji, Unjuk Kewibawaan Raja Tanah Jawa Terhadap Rezim Kolonial

Sejarah Kirab Tedhak Loji, Unjuk Kewibawaan Raja Tanah Jawa Terhadap Rezim Kolonial

Kirab ini selalu berlangsung megah yang mengisyaratkan tingginya wibawa raja tanah Jawa.

Baca Selengkapnya
Kini Sering Disalahpahami, Ini Kisah di Balik Santet Banyuwangi yang Bisa Membuat Lawan Jenis Jatuh Cinta

Kini Sering Disalahpahami, Ini Kisah di Balik Santet Banyuwangi yang Bisa Membuat Lawan Jenis Jatuh Cinta

Santet Banyuwangi punya sejarah panjang sejak zaman kerajaan.

Baca Selengkapnya

"Kapsul Waktu" Berusia 4.500 Tahun Ditemukan di Lahan Gambut, Isinya Bikin Melongoya Bikin Melongo

Temuan ini berasal dari Zaman Neolitikum dan Zaman Perunggu.

Baca Selengkapnya