Kadet Akademi Militer 'Dirampok' Barisan Harimau Liar

Kamis, 30 Maret 2023 07:07 Reporter : Merdeka
Kadet Akademi Militer 'Dirampok' Barisan Harimau Liar Kadet Akademi Militer Yogyakarta. dokumen Moehkardi©2023 Merdeka.com

Merdeka.com - Begitu Belanda menjalankan agresi militernya yang ke-2, puluhan perwira yang baru lulus dari Akademi Militer Yogyakarta bergerak dengan berjalan kaki ke tempat-tempat mereka ditugaskan di Sumatera. Sempat diadang dan menjadi tawanan sekelompok milisi lokal.

Penulis: Hendi Jo

Pesawat Amphibi Catalina RI 006 yang memuat 50 perwira muda TNI lulusan Akademi Militer Yogyakarta mendarat di Tanjungkarang, Lampung. Mereka diberi kabar, militer Belanda sudah menyerang Yogyakarta, ibu kota Republik Indonesia. Berita buruk tersebut membuat rencana penyebaran para perwira ke seluruh Sumatera tersebut dipercepat.

Setelah berpamitan kepada Letnan Kolonel Syamaun Gaharu, dua hari kemudian mereka yang tidak ditempatkan di Tanjungkarang bergerak menuju pos-nya masing-masing. Mereka diberi bekal ala kadarnya. Tujuan pertama rombongan perwira pertama itu adalah Kotabumi.

"Dari Kotabumi-lah dimulai kisah perjalanan kaki mereka," ungkap sejarawan Moehkardi dalam Akademi Militer Yogya dalam Perjuangan Pisik 1945—1949.

2 dari 4 halaman

Bertemu Barisan Harimau Liar

Dari Kotabumi, mereka berjalan kaki sejauh 500 km ke Manna, wilayah pesisir selatan Sumatera yang terletak di Bengkulu. Lepas dari Manna, mereka menyusuri pantai hingga sampai ke Mukomuko.

Selanjutnya, long march diarahkan ke Kerinci lalu ke Sungaidareh dan menyambung langsung ke Bonjol lalu ke Hutanapan, daerah pedalaman ujung tenggara Sumatera Utara. Sampai di sini, rombongan perwira yang sejak Yogyakarta berjumlah 50 berkurang jadi sepuluh orang.

Begitu menginjakkan kaki di Sipirok, unit kecil perwira muda yang dipimpin oleh Letnan Satu H.A.K.I. Chourmain tersebut harus sudah menghadapi situasi yang sangat berbahaya. Syahdan di wilayah Tapanuli tengah, kala itu sedang terjadi permusuhan antara dua kekuatan bersenjata: pasukan Mayor Bedjo vs Barisan Harimau Liar (BHL) pimpinan A. Simarmata.

Ketika bertemu dengan Pasukan Bedjo, rombongan kecil para perwira muda itu tak mendapatkan masalah sama sekali. Namun saat mereka masuk wilayah BHL di Pasar Matanggor pada suatu malam, Simarmata yang berwajah seram itu memaksa mereka untuk tinggal.

"Saudara-saudara istirahat saja di sini, barang tiga atau empat hari. Saudara-saudara kelihatan lelah sekali," ujar pimpinan BHL, seperti dikisahkan Daud Sinjal dalam Laporan Kepada Bangsa Militer Akademi Yogya.

Rupanya selama tinggal di sarang BHL, Simarmata memanfaatkan juru rawat anggota Palang Merah yang ikut dengan rombongan perwira tersebut untuk mengobati sakit malaria-nya. Selain itu para anak buah Simarmata juga lewat cara setengah memaksa kerap meminjam barang-barang pribadi para tamunya.

Sebagai contoh, suatu hari salah seorang anak buah Simarmata meminjam sepatu Letnan Dua R.F. Soedirdjo. Besoknya giliran anak buah lain-nya meminjam jam tangan milik sang perwira. Semua itu dilakukan dengan alasan yang sama: untuk kepentingan patroli mengadang tentara Belanda.

"Tapi ya enggak ada yang dikembalikan lagi," ungkap Kolonel (Purn) Abdullah Amir Ranudirjo, rekan Soedirjo yang saat itu juga ada di situ.

3 dari 4 halaman

Kejadian tak Terduga saat Pesta

Singkat cerita, sampailah waktu mereka untuk pamit kepada Simarmata. Saat menyampaikan niat itulah, Simarmata mencegah rombongan untuk jangan pergi dulu. Katanya, dia akan mengadakan 'pesta kecil' untuk melepas kepergian para perwira itu.

Yang terjadi kemudian, Simarmata muncul dengan penampilan siap perang lengkap dengan pengawalan satu regu pasukan bersenjata. Setelah menyilakan para perwira untuk menikmati hidangan kecil, secara demonstratif dia meletakan pistolnya di meja lalu berpidato dalam nada berapi-api.

"Apa betul saudara-saudara ini opsir-opsir dari Jawa?! Saya kira saudara-saudara adalah anak buah Bedjo. Apa buktinya kalau saudara-saudara adalah opsir-opsir dari Jawa?" katanya.

Demi merespon tantangan Simarmata itu, tampillah Letnan Dua Mohamad Hani. Kepada Simarmata dia menyodorkan foto pelantikan anak-anak Akademi Militer Yogya oleh Presiden Sukarno pada 28 November 1948.

Simarmata percaya. Namun dia meminta rombongan perwira mud aitu untuk meninggalkan senjata-senjata dan obat-obatan sebelum melanjutkan perjalanan ke Aceh.

"Saya berikan waktu setengah jam," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Senjata Dirampok

Alih-alih menjadi keder, para perwira muda itu malah menjadi geram. Letnan Satu Chaurmain yang tengah memegang tongkat berujung kampak besi dan berposisi persis dekat dengan Simarmata tampak giginya bergemertak. Dia lantas berbisik kepada Letnan Dua Soedirjo:

"Jok sirahe dekne tak kampak-e (ayo kepalanya kita kampak saja), paling-paling mati bareng…"

"Jangan-lah, nanti yang mati bukan kau saja. Semuanya pasti dibunuh, begitulah cara kerja laskar. Sudahlah, kasih saja. Nanti kita cari lagi," jawab Soedirjo dalam bahasa Jawa Banyumasan.

Akhirnya para perwira pun mengalah. Sambil menahan marah, mereka menyerahkan pistolnya masing-masing kepada Simarmata dan anak buahnya. Tapi untunglah, obat-obatan mereka persilakan untuk tetap dibawa.

Sebagai kompensasinya mereka 'merampok' barang-barang berharga milik para perwira seperti emas dan perhiasan lainnya. Alasannya, semua barang-barang itu akan mereka gunakan untuk 'modal perjuangan' melawan Belanda.

[noe]
Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini