Jadi Tempat Pelarian Prabu Brawijaya, Ini 4 Jejak Majapahit di Gunungkidul
Merdeka.com - Saat Kerajaan Majapahit berada di ambang kehancurannya, sang raja Prabu Brawijaya dan para prajurit yang tersisa mengasingkan diri ke kawasan Pegunungan Seribu yang sekarang masuk wilayah Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di sana, Prabu Brawijaya bersama para pengikutnya yang tersisa menyebar ke berbagai tempat seperti Playen, Karangmojo, dan Ponjong. Sedangkan Prabu Brawijaya sendiri memilih bersembunyi di Pantai Ngobaran, Kecamatan Panggang.
Di pantai inilah, dia kemudian melakukan ritual pati obong (membakar diri) agar dia tak tertangkap Pasukan Demak. Dia pun kemudian mengakhiri hidupnya dengan cara moksa di Goa Langse.
Kisah tentang pelarian Raja Majapahit ini memang tidak tertuang dalam babad atau kitab-kitab kuno, namun disebarkan secara lisan di tengah-tengah masyarakat Gunungkidul dan diwariskan secara turun temurun.
Lalu seperti apa jejak-jejak yang ditinggalkan Majapahit di sana? Berikut selengkapnya:
Tempat Pelarian Majapahit
©2021 Merdeka.com/indonesia.go.id
Dilansir dari Ugm.ac.id, selama ini memang belum ada temuan arkeologis yang menjadi bukti wilayah Gunungkidul sebagai tempat pelarian Majapahit. Bukti-bukti itu diambil dari cerita rakyat setempat yang diwariskan secara turun temurun hingga kini.
Salah satunya adalah cerita tentang Betara Katong yang dipercayai kebenarannya oleh penduduk yang tinggal di Dusun Betoro Kidul dan Desa Karangasem, Kecamatan Ponjong. Menurut sesepuh desa setempat, nama aslinya adalah Jaka Umbaran yang juga berasal dari Majapahit.
Setelah 15 tahun melarikan diri, Betara Katong dikisahkan melakukan moksa di Dusun Betoro. Kini, tempat dia moksa ditandai dengan bangunan cungkup yang terdapat di desa itu.
Leluhur Desa
©Instagram/gunungapipurba
Kisah tentang pelarian Majapahit juga diceritakan secara turun-temurun oleh warga di Desa Wiladeg, Karangmojo. Warga setempat percaya bahwa desa yang mereka tempati didirikan oleh salah seorang pelarian Majapahit bernama Mbah Gembong.
Ketua Dewan Budaya Desa Wiladeg, Gayus Maryono, mengatakan, Mbah Gembong merupakan pendatang dari Jawa Timur yang kemungkinan salah seorang prajurit Majapahit. Menurut Gayus, nama aslinya adalah Kertayuda dan merupakan seorang pemimpin sebuah pasukan.
Gayus bercerita, ketika sampai di wilayah Gunungkidul, Mbah Gembong bersama temannya, Ki Rau, membuka lahan untuk mendirikan sebuah pemukiman. Pemukiman itu didirikan tak jauh dari sumber mata air di Kali Banteng. Saat ini, warga di Wiladeg rutin menggelar tradisi bersih sungai di Kali Banteng tepat sebelum pelaksanaan penanaman padi.
“Ketika datang, Mbah Gembong tidak sendiri. Banyak teman dan saudaranya yang ikut. Salah satu jejaknya ada di Kali Banteng. Di sana terdapat situs yang disebut warga dengan nama arca Banteng,” terang Gayus dikutip dari Karangmojo.desa.id.
Diwariskan Secara Turun Temurun
©2020 Merdeka.com
Kisah-kisah tentang pelarian prajurit Majapahit ini diceritakan pada banyak daerah lainnya di Kabupaten Gunungkidul. Di Pantai Ngobaran, Panggang, misalnya.
Masyarakat percaya bahwa tempat itu sebagai lokasi persembunyian Prabu Brawijaya dari kejaran bala tentara Demak. Ada pula kepercayaan masyarakat di Kecamatan Playen yang menyebutkan leluhur mereka adalah seorang pandai besi ulung dari Majapahit.
Tak hanya itu, tradisi lisan yang berkembang di Playen juga ditemukan dalam bentuk penuturan cerita yang telah tertulis dalam sebuah buku yang mengisahkan asal-usul Desa Gading. Kisah pada buku itu dibacakan setahun sekali oleh penduduk desa itu pada waktu Bulan Suro.
Asal Mula Mitos Pulung Gantung
©shutterstock.com
Mitos Pulung Gantung merupakan mitos paling terkenal di Gunungkidul. Banyak masyarakat di sana percaya bahwa adanya mitos itu masih ada kaitannya dengan para pelarian Majapahit. Dikutip dari Uajy.ac.id, Sukardiyana, Kaur Tata Usaha Desa Planjan, Kecamatan Saptosari mengatakan, setelah Prabu Brawijaya melakukan moksa, para pengikutnya juga berusaha melakukan hal yang sama. Tapi tidak semuanya berhasil.
Akhirnya mereka yang tidak punya kemampuan untuk melakukan moksa memutuskan untuk melakukan gantung diri secara massal. Karena peristiwa gantung diri massal inilah, muncul energi negatif yang hingga saat ini masih berputar di atas wilayah Gunungkidul.
Energi ini berwujud bola api berekor yang dikenal dengan nama “Pulung Gantung”. Fenomena ini dipercaya akan muncul sebagai tanda adanya warga yang akan melakukan bunuh diri akibat dilanda rasa frustasi berat.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masih ada sebuah desa yang dijuluki sebagai 'Kampung Majapahit' lantaran memiliki corak bangunan yang begitu khas.
Baca SelengkapnyaStasiun itu merupakan salah satu stasiun penting di jalur kereta api Jogja-Magelang.
Baca SelengkapnyaMengenal D915, jalanan paling berbahaya di dunia dengan banyaknya tikungan tajam dan belokan yang mematikan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Daerah-daerah terluar kerajaan ini punya ciri khusus yang unik
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang 60 pantun Jawa lucu yang kocak dan bikin ngakak. Pantun-pantun ini cocok untuk hiburan sehari-hari.
Baca SelengkapnyaBerbeda dari kerupuk pada umumnya, kerupuk khas Sumedang ini dibungkus dengan cara yang tak biasa.
Baca SelengkapnyaPemprov DKI Jakarta bakal menggelar perayaan malam tahun baru menuju 2024 di kawasan Bundaran HI
Baca SelengkapnyaMenariknya, pusaka serta bangunan itu ditemukannya di dalam sebuah hutan. Sebelumnya pria ini mengaku bahwa mendapatkan isyarat lewat sebuah mimpi.
Baca SelengkapnyaJaka Sembung jadi tokoh fiksi yang berasal dari Indramayu Jawa Barat. Intip fakta menariknya.
Baca Selengkapnya