Profil
Hernando de Soto Polar
Hernando de Soto Polar adalah seorang ekonom asal Peru yang dikenal dengan karyanya tentang ekonomi informal serta tentang pentingnya hak bisnis dan properti. Dia juga merupakan presiden Institute for Liberty and Democracy (ILD) yang terletak di Lima, Peru. Hernando de Soto lahir pada tanggal 3 Juni 1941 di Arequipa, Peru. Ayahnya adalah seorang diplomat Peru. Setelah kudeta militer tahun 1948 di Peru, ayahnya memilih untuk pindah di Eropa. Disanalah ayahnya menikah dan akhirnya memiliki dua anak termasuk Hernando de Soto. De Soto kecil bersekolah di Swiss, dimana disana dia bersekolah di International School of Geneva dan selulus dari sana dia melanjutkan studinya di Graduate Institute of International Studies in Geneva. Dia kemudian bekerja sebagai eksekutif, ekonom perusahaan dan konsultan. Pada usia 38 tahun, Hernando de Soto kembali ke Peru. Dari tahun 1988 hingga sekarang, Hernando de Soto bekerja di Institute for Liberty and Democracy (ILD) hingga akhirnya dia dipercaya untuk menjadi pemimpin disana. Di lembaga inilah, Hernando de Soto mulai banyak mempublikasikan tulisan-tulisannya di bidang ekonomi baik sevara nasional maupun internasional.
Gagasan utama yang diusung dalam tulisan-tulisan de Soto adalah masyarakat di dunia berkembang umumnya tidak memiliki sistem kepemilikan tanah formal yang terpadu, sehingga hanya memiliki kepemilikan secara informal terhadap tanah dan barang-barang. Dalam buku Mystery of Capital, de Soto menggunakan karya John R. Searle yang berjudul The Construction of Social Reality. Di sini dia membahas hubungan-hubungan sosial yang dibutuhkan dalam membentuk modal dan menghasilkan uang. De Soto berpendapat bahwa dasar keberhasilan ekonomi kapitalisme Jepang dan Amerika bersumber pada sistem hak milik yang jelas yang telah dibuat sejak zaman sebelum Perang Dunia I. Menurut de Soto, teori pembangunan modern gagal memahami proses pengembangan sistem hak milik yang terpadu sehingga membuat kaum miskin tidak mungkin dapat menggunakan apa yang dimilikinya secara informal untuk digunakan sebagai kapital dalam membangun bisnis dan kewirausahaan. Sebagai akibatnya, kelompok petani di dunia berkembang selalu terperangkap dalam kemiskinan, di mana petani hanya mampu menanam untuk kebutuhan hidupnya sendiri.
Riset dan Analisa: Fathimatuz Zahroh