Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Hasan Basry

Profil Hasan Basry | Merdeka.com

Nama Hasan Basry tercatat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Hasan Basry adalah seorang Brigadir Jenderal yang penting dalam kemerdekaan Indonesia, terutama pada daerah Kalimantan Selatan. Selain itu, Hasan Basry merupakan pendiri Batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Menurut Ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 mei 1962, Hasan Basry adalah bapak Gerilya Kalimantan.

Hasan Basry mengenyam pendidikan setingkat sekolah dasar di Hollands Inlandsche School atau HIS. Lulus dari HIS, dia melanjutkan pendidikannya di sekolah berbasis Islam; Tsanawiyah al-Wathaniah yang berlokasi di Kandangan. Setelah itu, Hasan Basry pindah ke Ponorogo, Jawa Timur, untuk melanjutkan belajar di sekolah islam, yaitu Kweekschool Islam Pondok Modern.

Hasan Basry mengalami karirnya sebagai pejuang sebagai seorang anggota organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya. Pada saat itu, Indonesia baru saja merdeka. Untuk meyampaikan kemerdekaan Indonesia di tanah kelahirannya, pada tanggal 30 Oktober 1945, Hasan Basry pergi ke pelabuhan Kalimas Surabaya untuk menyusup kapal Bintang Tulen untuk kembali ke Kalimantan. Sesampainya di Banjarmasin, Hasan basry menemui H. Abdurrahman Sidik di Pekanpura untuk menyerahkan pamflet dan poster yang berisi berita kemerdekaan bangsa. Selain itu, pamflet dan poster tersebut juga dikirim ke Ahmad Kaderi untuk daerah Amuntai, dan H. Ismail untuk daerah Kandangan.

Satu tahun kemudian, Hasan Basry membentuk organisasi bernama “Benteng Indonesia”. Organisasi ini dibentuk sebagai reaksi dari tertangkapnya banyak tokoh Laskar Syaifullah oleh Belanda. Laskar Syaifullah adalah sebuah organisasi keprajuritan. Pada tanggal 24 September 1946, organisasi Laskar Syaifullah mengadakan sebuah acara pasar malam untuk acara malam amal. Ketika pasar malam berlangsung, banyak tokoh Laskar Syaifullah ditangkap, sehingga Hasan Basry mengumpulkan sisa-sisa anggota dan membentuk organisasi baru dengan nama Benteng Indonesia tersebut. Dua bulan kemudian, pada tanggal 15 November 1946, Hasan Basry diutus oleh Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M. Mursid untuk mendirikan satyu batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Mereka berdua adalah anggota ALRI Divisi IV area Mojokerto. Dengan demikian, Hasan Basry menjadikan anggota Benteng Indonesia sebagai batalyon ALRI Divisi IV yang memiliki markas di Haruyan. Setelah batalyon tersebut terbentuk, Hasan Basry berusaha untuk mengumpulkan semua kekuatan militer di Kalimantan Selatan.

Namun, perjuangan Hasan Basry dan Batalyon ALRI Divisi Iv untuk melawan Belanda sempat hampir terhenti oleh Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani pada 25 Maret 1947. Perjanjian Linggarjati menyebutkan bahwa wilayah Indonesia secara de facto adalaj Jawa, Sumatera, dan Madura, sehingga kekuatan militer di kota lain harus diambil dan dipindah ke Jawa. Namun, Hasan Basry menolak oerintah tersebut. Hasan Basry juga menunjukkan sikap yang sama untuk Perjanjian Renville (17 Januari 1948).

Setelah menolak bergabug dengan induk militer RI, Hasan Basry menuai kemenangan atas perjuangannya melawan Belanda. Pada 17 Mei 1949, Hasan Basru berhasil membuat Belanda bertekuk lutut. Sejak itu, tanggal 17 Mei dikenal sebagai hari kemerdekaan Kalimantan Selatan atas Belanda. 

Empat bulan kemudian, Sebuah perundingan antara ALRI Divisi Iv dan Belanda dihelat, bersama dengan beberapa wakil dari UNCI sebagai penengahnya. Dalam perundingan itu, Jenderal Mayor Suharjo, atas nama Indonesia, mengakui ALRI Divisi IV (A) sebagain bagian dari Angkatan Perang Indonesia, dan Hasan Basry diangkat menjadi Letnan Kolonel. Pada tahun 1949, ALRI DIVISI (A) digabung ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dan Hasan Basry diangkat sebagai panglima Letkol Hasan Basry.

Setelah perang kemerdekaan berakhir, pada tahun 1951, Hasan Basry dikirim ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan agama di universitas Al Azhar. Dua tahun kemudian, Hasan basry melanjuutkan oendidikannya di American Cairo University dan lulus pada tahun 1955. Pada tahun 1956, setelah kembali dari Kairo, Hasan basry dilantik menjadi Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan territorial VI Kalsel. Kemudian pada tahun 1959, dia menjabat sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkuarat. 

Pada saat pemberontakan PKI, Hasan Basry membekukan kegiatan partai tersebut. Walaupun mendapatkan teguran dari Soekarno, keputusan tersebut menginspirasi Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan. Periwtiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Tiga Selatan.

Pada tahun 1960 sampai tahun 1966, Hasan Basry dipercaya untuk duduk di kursi MPRS. Empat tahun kemudian, hasan basry ditunjuk sebagai Ketua Umum harian Angkatan 45 Kalsel. Pada tahun yang sama, hasan basry menjabat sebagai Dewan Paripurna Angkatan 45 pusat dan Dewan Paripurna pusat Legiun veteran Republik Indonesia. Pada tahun 1978 hingga tahun 1982, Hasan Basry merupakan salah satu tokoh DPR RI.

Setelah pengabdian yang panjang, Hasan Basry menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 15 Juli 1984 setelah menderita sakit. Dia meninggal di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pemakamannya dilaksanakan secara militer, dan dipimpin oleh Mayjen AE. Manihuruk. Pada tanggal 3 November, Hasan Basry dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan.

Riset dan analisis oleh Nastiti Primadyastuti

Profil

  • Nama Lengkap

    Hasan Basry

  • Alias

    No Alias

  • Agama

    Islam

  • Tempat Lahir

    Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan

  • Tanggal Lahir

    1923-06-17

  • Zodiak

    Gemini

  • Warga Negara

  • Biografi

    Nama Hasan Basry tercatat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Hasan Basry adalah seorang Brigadir Jenderal yang penting dalam kemerdekaan Indonesia, terutama pada daerah Kalimantan Selatan. Selain itu, Hasan Basry merupakan pendiri Batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Menurut Ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 mei 1962, Hasan Basry adalah bapak Gerilya Kalimantan.

    Hasan Basry mengenyam pendidikan setingkat sekolah dasar di Hollands Inlandsche School atau HIS. Lulus dari HIS, dia melanjutkan pendidikannya di sekolah berbasis Islam; Tsanawiyah al-Wathaniah yang berlokasi di Kandangan. Setelah itu, Hasan Basry pindah ke Ponorogo, Jawa Timur, untuk melanjutkan belajar di sekolah islam, yaitu Kweekschool Islam Pondok Modern.

    Hasan Basry mengalami karirnya sebagai pejuang sebagai seorang anggota organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya. Pada saat itu, Indonesia baru saja merdeka. Untuk meyampaikan kemerdekaan Indonesia di tanah kelahirannya, pada tanggal 30 Oktober 1945, Hasan Basry pergi ke pelabuhan Kalimas Surabaya untuk menyusup kapal Bintang Tulen untuk kembali ke Kalimantan. Sesampainya di Banjarmasin, Hasan basry menemui H. Abdurrahman Sidik di Pekanpura untuk menyerahkan pamflet dan poster yang berisi berita kemerdekaan bangsa. Selain itu, pamflet dan poster tersebut juga dikirim ke Ahmad Kaderi untuk daerah Amuntai, dan H. Ismail untuk daerah Kandangan.

    Satu tahun kemudian, Hasan Basry membentuk organisasi bernama “Benteng Indonesia”. Organisasi ini dibentuk sebagai reaksi dari tertangkapnya banyak tokoh Laskar Syaifullah oleh Belanda. Laskar Syaifullah adalah sebuah organisasi keprajuritan. Pada tanggal 24 September 1946, organisasi Laskar Syaifullah mengadakan sebuah acara pasar malam untuk acara malam amal. Ketika pasar malam berlangsung, banyak tokoh Laskar Syaifullah ditangkap, sehingga Hasan Basry mengumpulkan sisa-sisa anggota dan membentuk organisasi baru dengan nama Benteng Indonesia tersebut. Dua bulan kemudian, pada tanggal 15 November 1946, Hasan Basry diutus oleh Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M. Mursid untuk mendirikan satyu batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Mereka berdua adalah anggota ALRI Divisi IV area Mojokerto. Dengan demikian, Hasan Basry menjadikan anggota Benteng Indonesia sebagai batalyon ALRI Divisi IV yang memiliki markas di Haruyan. Setelah batalyon tersebut terbentuk, Hasan Basry berusaha untuk mengumpulkan semua kekuatan militer di Kalimantan Selatan.

    Namun, perjuangan Hasan Basry dan Batalyon ALRI Divisi Iv untuk melawan Belanda sempat hampir terhenti oleh Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani pada 25 Maret 1947. Perjanjian Linggarjati menyebutkan bahwa wilayah Indonesia secara de facto adalaj Jawa, Sumatera, dan Madura, sehingga kekuatan militer di kota lain harus diambil dan dipindah ke Jawa. Namun, Hasan Basry menolak oerintah tersebut. Hasan Basry juga menunjukkan sikap yang sama untuk Perjanjian Renville (17 Januari 1948).

    Setelah menolak bergabug dengan induk militer RI, Hasan Basry menuai kemenangan atas perjuangannya melawan Belanda. Pada 17 Mei 1949, Hasan Basru berhasil membuat Belanda bertekuk lutut. Sejak itu, tanggal 17 Mei dikenal sebagai hari kemerdekaan Kalimantan Selatan atas Belanda. 

    Empat bulan kemudian, Sebuah perundingan antara ALRI Divisi Iv dan Belanda dihelat, bersama dengan beberapa wakil dari UNCI sebagai penengahnya. Dalam perundingan itu, Jenderal Mayor Suharjo, atas nama Indonesia, mengakui ALRI Divisi IV (A) sebagain bagian dari Angkatan Perang Indonesia, dan Hasan Basry diangkat menjadi Letnan Kolonel. Pada tahun 1949, ALRI DIVISI (A) digabung ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dan Hasan Basry diangkat sebagai panglima Letkol Hasan Basry.

    Setelah perang kemerdekaan berakhir, pada tahun 1951, Hasan Basry dikirim ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan agama di universitas Al Azhar. Dua tahun kemudian, Hasan basry melanjuutkan oendidikannya di American Cairo University dan lulus pada tahun 1955. Pada tahun 1956, setelah kembali dari Kairo, Hasan basry dilantik menjadi Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan territorial VI Kalsel. Kemudian pada tahun 1959, dia menjabat sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkuarat. 

    Pada saat pemberontakan PKI, Hasan Basry membekukan kegiatan partai tersebut. Walaupun mendapatkan teguran dari Soekarno, keputusan tersebut menginspirasi Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan. Periwtiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Tiga Selatan.

    Pada tahun 1960 sampai tahun 1966, Hasan Basry dipercaya untuk duduk di kursi MPRS. Empat tahun kemudian, hasan basry ditunjuk sebagai Ketua Umum harian Angkatan 45 Kalsel. Pada tahun yang sama, hasan basry menjabat sebagai Dewan Paripurna Angkatan 45 pusat dan Dewan Paripurna pusat Legiun veteran Republik Indonesia. Pada tahun 1978 hingga tahun 1982, Hasan Basry merupakan salah satu tokoh DPR RI.

    Setelah pengabdian yang panjang, Hasan Basry menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 15 Juli 1984 setelah menderita sakit. Dia meninggal di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pemakamannya dilaksanakan secara militer, dan dipimpin oleh Mayjen AE. Manihuruk. Pada tanggal 3 November, Hasan Basry dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan.

    Riset dan analisis oleh Nastiti Primadyastuti

  • Pendidikan

    • Hollands Inlandsche School (HIS)
    • Tsanawiyah al-Wathaniah
    • Kweekschool Islam Pondok Modern Ponorogo
    • Cairo University (1951-1953)
    • American Cairo University (1953-1955)

  • Karir

    • Anggota DPR RI (1978-1982)
    • Dewan Paripurna Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia (1970)
    • Ketua Umum Harian Angkatan 45 Kalsel (1970)
    • Anggota MPRS (1960-1966)
    • Deputi Wilayah Komando antar daerah Kalimantan (1961-1963)
    • Kepala Penguasa Perang Daerah Kalsel (1960)
    • Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat (1959)
    • Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel (1956)
    • Panglima Letkol TNI Angkatan darat Divisi Lambung Mangkurat (1949)
    • Letnan Kolonel (1949)
    • Ketua Benteng Indonesia (1946)
    • Ketua Laskar Syaifullah (1946)

  • Penghargaan

Geser ke atas Berita Selanjutnya