Merdeka.com - Bagi anak-anak yang bertempat tinggal di perkampungan kumuh dan jalan-jalan Uganda, hal yang paling penting adalah urusan mengisi perut. Begitu juga dengan Phiona Mutesi. Gadis berusia 16 tahun ini sedang mencari sesuap makanan ketika dia melihat sebuah turnamen catur yang nantinya akan membawanya pergi dari kampung kumuh itu.

"Sebelum mengenal catur, aku tinggal di jalan-jalan," kenang Mutesi pada CNN. "Aku tak pernah mendengar tentang catur, tetapi aku suka bentuk-bentuk bidaknya."

Mutesi pertama kali melihat catur ketika mengunjungi rumah Robert Katende, 28 tahun, yang mencari penghasilan dengan mengajarkan catur. Katende kemudian mengajarkan Mutesi dasar-dasar bermain catur.

Dari sinilah keinginan Mutesi bermain catur muncul. Bahkan jarak enam kilometer pun ditempuhnya setiap hari hanya untuk belajar mengenai permainan yang disukainya itu. Hingga selang beberapa lama, Mutesi menjadi mahir dan bisa mengalahkan banyak orang di sana.

"Dia bermain sangat agresif, seperti seorang pria. Dia suka menyerang. Jika Anda bermain dengannya, Anda akan merasa tertekan dan dipaksa untuk mundur hingga akhirnya terpojok," ungkap salah satu penduduk lokal, seperti dilansir oleh Huffington Post (11/12).

Beberapa minggu kemudian, Mutesi bahkan bisa mengalahkan gurunya, Katende. Pria itu tahu bahwa ini adalah pertanda bahwa permainan Mutesi harus meningkat ke level yang lebih tinggi.

Awal tahun 2012 ini, dia berhasil menyabet gelar Woman Candidate Master dalam Chess Olympiad ke-40. Dia juga menjadi pemenang termuda dalam African Chess Championship.

Saat ini, Mutesi kembali ke Uganda dan kembali melanjutkan sekolahnya sambil terus mengembangkan permainan catur. Meski tak membawa trofi dalam olimpiade catur dunia, namun di mata warga Uganda dia tetap seorang ratu catur, The Queen of Katwe.