Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Indonesia Dinobatkan sebagai Negara Paling Dermawan Sedunia versi World Giving Index

Indonesia Dinobatkan sebagai Negara Paling Dermawan Sedunia versi World Giving Index Donasi Ponsel Pintar Untuk Pelajar. ©2020 Merdeka.com/Iqbal Nugroho

Merdeka.com - Charity Aid Foundation (CAF) telah merilis laporan World Giving Index (WGI). Tahun 2021 ini, mereka menobatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia.

Indonesia meraih skor 69 persen, naik dari skor 59 persen di indeks tahunan terakhir yang diterbitkan pada 2018. Pada saat itu, Indonesia juga menempati peringkat pertama dalam WGI.

The World Giving Index (WGI) adalah laporan tahunan yang diterbitkan oleh Charities Aid Foundation (CAF), menggunakan data yang dikumpulkan oleh Gallup dan memeringkat lebih dari 140 negara di dunia berdasarkan seberapa dermawan mereka dalam menyumbang.

Pada laporan WGI 2021, Indonesia menempati 2 peringkat teratas dari 3 kategori atau indikator yang menjadi ukuran WGI, yakni menyumbang pada orang asing/tidak dikenal, menyumbang uang dan kegiatan kerelawanan/volunteer.

Hasil penelitian CAF menunjukkan lebih dari 8 dari 10 orang Indonesia menyumbangkan uang pada tahun ini. Sementara tingkat kerelawanan di Indonesia tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata tingkat kerelawanan dunia.

wgi 2021©WGI 2021

Direktur Filantropi Inonesia, Hamid Abidin, menyambut baik prestasi yang ditorehkan oleh sektor filantropi Indonesia ini. Menurutnya, pandemi dan krisis ekonomi nampaknya tak menghalangi masyarakat Indonesia untuk berbagi.

"Pandemi dan krisis justru meningkatkan semangat solidaritas masyarakat untuk membantu sesama. “Yang berubah hanya bentuk sumbangan dan jumlahnya saja. Masyarakat yang terkena dampak tetap berdonasi uang meski nilai sumbangan lebih kecil, atau berdonasi dalam bentuk lain, seperti barang dan tenaga (relawan). Terbukti di beberapa Lembaga social dan filantropi jumlah donasi tetap naik, meski peningkatannya tidak setinggi pada saat normal”, ujarnya.

Laporan WGI 2021 menunjukkan Indonesia berhasil mempertahankan posisinya di peringkat pertama di tengah pandemi dibandingkan negara-negara lain yang posisinya jatuh dalam WGI karena penerapan kebijakan penguncian dan pembatasan wilayah.

Sebagian besar negara Barat yang biasanya menempati 10 Besar daftar negara paling dermawan posisinya merosot peringkatnya kemungkinan karena efek pandemi.

Misalnya, Amerika Serikat jatuh ke posisi 19 dunia, setelah sebelumnya secara konsisten ditempatkan di Top 5. Sementara Irlandia, Inggris dan Singapura merosot dari peringkat 5 dan 6 ke peringkat 26 dan 22.

Faktor Pendukung Indonesia Jadi Negara Dermawan

army indonesia kumpulkan donasi rp600 juta

©2021 Merdeka.com/Aku Anak Toraja

Hamid menilai keberhasilan Indonesia untuk mempertahankan posisinya sebagai bangsa pemurah didukung oleh beberapa faktor.

Pertama, kuatnya pengaruh ajaran agama dan tradisi lokal yang berkaitan dengan kegiatan berderma dan menolong sesama di Indonesia.

Hal ini terbukti dari temuan WGI yang menunjukkan bahwa donasi berbasi keagamaan (khususnya zakat, infaq dan sedekah) menjadi penggerak utama kegiatan filantropi di Indonesia di masa pandemi.

Kedua, kondisi ekonomi yang relatif lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Harus diakui pandemi memukul sektor ekonomi yang juga berdampak pada daya beli dan kapasitas menyumbang masyarakat.

Namun, dibandingkan negara-negara lain, kebijakan penanganan COVID-19 di Indonesia dinilai lebih baik sehingga tidak berdampak buruk pada kondisi ekonomi.

CAF mencatat beberapa negara yang salah menerapkan kebijakan penanganan pandemi posisinya dalam WGI 2021 merosot dibanding sebelumnya karena berdampak pada sektor ekonomi dan kapasitas menyumbang masyarakat.

Ketiga, pegiat filantropi di Indonesia relatif berhasil dalam mendorong transformasi dari kegiatan filantropi konvensional ke digital.

Berbagai kendala dalam penggalangan donasi di masa pandemi karena adanya pembatasan interaksi dan mobilitas warga berhasil diatasi sehingga tidak terlalu berpengaruh pada kegiatan filantropi.

Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah donasi di lembaga filantropi yang menggunakan platform digital, khususnya pada saat pandemi.

Keempat, meningkatnya peran dan keterlibatan kalangan muda dan key opinion leader/influencer dalam kegiatan filantropi.

Keterlibatan mereka membuat filantropi bisa dikemas dan dikomunikasikan dengan popular ke semua kalangan, khususnya anak muda. Namun, di tengah prestasi yang menggembirakan itu, ada sejumlah PR yang harus diatasi dalam rangka memajukan filantropi Indonesia.

Pola Menyumbang Masyarakat Indonesia

dharma wanita persatuan kemenkop dan ukm gelar bakti sosial bagi bagi paket sembako

©2020 Merdeka.com

Hamid menyebut potensi filantropi di Indonesia yang cukup besar belum tergalang optimal karena pola menyumbang masyarakat yang masih direct giving dan belum terorganisir dengan baik. Masyarakat lebih suka menyumbang langsung ke individu penerima manfaat dibandingkan ke organisasi sosial.

Donasi untuk kegiatan keagamaan, penyantunan dan pelayanan sosial juga masih dominan dibandingkan program-program yang sifatnya jangka panjang, seperti pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, pelestarian lingkungan, dsb.

Selain itu, pengembangan filantropi di Indonesia belum didukung dengan data yang memadai karena pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya belum punya kesadaran pentingnya data dalam pengembangan filantropi.

“Yang lebih ironis, kegeiatan kerelawanan kita yang dalam WGI dinyatakan lebih banyak dari tiga kali rata-rata global belum mendapatkan dukungan dan perlindungan. Banyak relawan yang bekerja tanpa perlengkapan yang memadai serta tidak mendapatkan jaminan sosial. Relawan atau pegiat kemanusiaan tidak dimasukkan pada kelompok yang mendapat prioritas utama untuk mendapatkan vaksin. Padahal, pada saat pandemi ribuan relawan dan pekerja kemanusiaan terjun langsung membantu masyarakat yang membuat mereka berpotensi terpapar COVID-19”, katanya.

Di luar faktor pendukung tersebut, Hamid menyebut regulasi filantropi dan insentif perpajakan sebagai faktor yang kurang mendukung, bahkan menghambat sektor filantropi Indonesia. Regulasi terkait filantropi sudah ketinggalan zaman, kurang apresiatif dan cenderung restriktif terhadap kegiatan filantropi.

Sementara kebijakan insentif pajak yang biasanya menjadi faktor pendorong kegiatan filantropi juga ketinggalan dibandingkan kebijakan insentif pajak di negara-negara lain.

Insentif pajak belum menjadi pendorong warga untuk berdonasi karena cakupannya terbatas, jumlah insentif yang kecil, serta ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan dalam penerapannya.

“Itu yang membuat masyarakat enggan untuk mengakses insentif pajak kita pada saat mereka menyumbang”, ringkas Hamid.

Hamid berharap pengakuan dunia internasional terhadap potensi filantropi di Indonesia, bisa menggerakkan pemerintah untuk mendukung dan menggerakkan sektor filantropi sebagai aktor serta sumber daya pembangunan nasional. Apalagi filantropi sudah diakui sebagai salah satu pilar dalam pencapaian SDGs di Indonesia.

“Dukungan itu bisa diberikan melalui berbagai regulasi yang kondusif, kemudahan serta insentif pada Lembaga dan pegiat filantropi serta para donatur”, tutupnya.

Reporter: NurmayantiSumber: Liputan6.com

(mdk/tsr)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Negara Termiskin di Dunia, Hanya Bisa Bertani untuk Makan Sehari-Hari

Negara Termiskin di Dunia, Hanya Bisa Bertani untuk Makan Sehari-Hari

Laporan Global Finance Magazine mencatat negara ini sebagai negara paling miskin di dunia.

Baca Selengkapnya
Jokowi: Negara Lain Tidak Ada Bantuan Pangan Beras Seperti Indonesia

Jokowi: Negara Lain Tidak Ada Bantuan Pangan Beras Seperti Indonesia

Nantinya masing-masing keluarga mendapat 10 kg beras per bulan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial mulai Diadopsi pada 21 Desember 1965

Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial mulai Diadopsi pada 21 Desember 1965

Konvensi ini lahir sebagai tanggapan terhadap tantangan yang dihadapi oleh banyak negara yang berjuang untuk melawan diskriminasi rasial.

Baca Selengkapnya
Masyarakat Indonesia Rentan Alami Guncangan Finansial jika Berhadapan dengan Gangguan Kesehatan

Masyarakat Indonesia Rentan Alami Guncangan Finansial jika Berhadapan dengan Gangguan Kesehatan

Hingga dalam jangka waktu panjang, semakin sulit bagi masyarakat terdampak untuk pulih dan kembali berdaya secara finansial.

Baca Selengkapnya
Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global

Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global

Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.

Baca Selengkapnya
Relawan Dianiaya TNI di Boyolali, TPN Ganjar Bakal Lapor Komnas HAM

Relawan Dianiaya TNI di Boyolali, TPN Ganjar Bakal Lapor Komnas HAM

Menurutnya, dunia internasional melihat Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dunia menjalankan pemilu yang tidak cacat dan bermasalah.

Baca Selengkapnya
Hasil Survei Ungkap Banyak Orang Indonesia Tak Siapkan Rencana Keuangan Masa Depan, Apa Solusinya?

Hasil Survei Ungkap Banyak Orang Indonesia Tak Siapkan Rencana Keuangan Masa Depan, Apa Solusinya?

Sebanyak 15 persen responden dengan pendapatan tinggi mengaku bahwa seringkali pengeluarannya melebihi anggaran bulanan.

Baca Selengkapnya
Berkaca dari China, Nasib Indonesia Jadi Negara Maju atau Tidak Ditentukan 2 Pilpres Selanjutnya

Berkaca dari China, Nasib Indonesia Jadi Negara Maju atau Tidak Ditentukan 2 Pilpres Selanjutnya

Adapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.

Baca Selengkapnya