Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Ekstremis ISIS

merdeka.com
Geser ke atas untuk membaca
Maverick tracker for readpage-cover
Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Ritadj, bayi berusia lima bulan yang lahir di bawah kekuasaan kelompok radikal Negara Islam (ISIS) bermain di tenda orang tuanya di kamp pengungsian Debaga, Irak, pada 10 November 2016. Ritadj dan bayi-bayi lain yang lahir di bawah kekuasaan ISIS hingga saat ini tak memiliki identitas yang diakui pemerintah Irak. Hal tersebut membuat mereka terancam tak memiliki negara pada masa mendatang.

Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Selain tak bernegara, mereka berisiko kehilangan hak-hak dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan ketika dewasa nanti.

Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Furaq (22) memangku sang anak yang masih berusia delapan bulan, Yasser. Yasser lahir di bawah kekuasaan ISIS sebelum Furaq melarikan diri dari Mosul dan mengungsi di wilayah Khazer.

Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Furaq menunjukkan akta pernikahan (putih) dan kelahiran anaknya (merah muda) yang dikeluarkan ISIS. Sayangnya, dokumen tersebut tak diakui oleh pemerintah Irak.

Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Wajah lugu Mohamed, bocah dua tahun yang lahir di bawah kekuasaan ISIS dan tak memiliki identitas yang diakui Irak.

Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Iman Salman Mahmoud mencium bayinya Aisha Qais Mahmoud, yang lahir di bawah kekuasaan ISIS.

Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Seorang wanita bersama kedua anaknya, Nada dan Houda (kanan), yang lahir di bawah kekuasaan ISIS.

Meratapi anak-anak korban ISIS terancam tak punya negara

Sara, bayi berusia yang lahir di bawah kekuasaan kelompok radikal ISIS tertidur di tenda orang tuanya di kamp pengungsian Debaga, Irak, pada 10 November 2016.