Foto:
Emirsyah Satar adalah Direktur Utama PT. Garuda Indonesia. Dia adalah seorang Ekonom lulusan Universitas Indonesia tahun 1985. Dia lahir dari pasangan Minangkabau dengan Ayah berasal dari Sulit Air, Solok dan ibunya berasal dari Bukittinggi. Karena ayahnya adalah seorang Diplomat, kehidupan Satar ikut berpindah – pindah sesuai kepindahan kerja ayahnya. Selengkapnya
Jaksa Eksekutor pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Jawa Barat, Rabu (3/2).
Kuasa hukum Emirsyah menilai ada beberapa kekeliruan dalam vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor terhadap kliennya. Salah satunya terkait uang pengganti yang dibebankan kepada kliennya sebesar SGD 2.117.315.
Emir juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315. Jika tak dibayar dan hartanya tak cukup untuk membayar, maka akan diganti pidana penjara selama 2 tahun.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar pidana penjara 12 tahun denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Selain menjatuhkan pidana penjara, jaksa juga menuntut Emirsyah membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315. Uang pengganti harus dibayar Emir selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Selain Andre Rahadian, juga hadir dua saksi lain, yakni Victor Agung Prabowo yang merupakan karyawan departemen teknik Garuda Indonesia dan Hardi Rusli, suami Sandrani Abubakar, menantu mertua Emirsyah Satar, almarhum Mia Suhodo.
Hal itu diungkap oleh saksi dalam sidang Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam surat dakwaan, penandatanganan itu dilakukan Soetikno dalam rangka memberikan upah kepada Emirsyah Satar dan pihak lain yang turut berjasa.
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Emirsyah Satar didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang atas pengadaan sejumlah pesawat. Sumber uang berasal dari penerimaan suap dari Soetikno Soedarjo.
Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar didakwa menerima suap dari Soetikno Soedarjo, pemilik PT Mugi Rekso Abadi, sebesar Rp 5,8 miliar, USD 884.200, EUR 1 juta, SGD 1 juta. Penerimaan suap terkait pengadaan sejumlah pesawat di Garuda Indonesia.
Berkas Emirsyah telah rampung pada Rabu (4/12).
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam perkara ini KPK menemukan dugaan aliran dana signifikan yang dialirkan kepada sejumlah pejabat di Garuda Indonesia. KPK telah mengendus adanya aliran korupsi sebesar Rp100 miliar yang semula ditemukan hanya Rp20 miliar.
Untuk menyelesaikan kasus ini, penyidik membutuhkan waktu selama 2 tahun 11 bulan sejak penerbitan sprindik pada 16 Januari 2017.
KPK Segera Tuntaskan Kasus Suap Garuda Indonesia. Masa penahanan Emirsyah dan Soetikno sendiri akan habis pada 4 Desember 2019. Jika berkas penyidikan kedua tersangka belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor saat masa penahanan habis, maka kedua tersangka akan dibebaskan demi hukum.
Dia akan diperiksa dalam kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia. Hadinoto yang sudah dijerat sebagai tersangka ini akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar.
KPK menetapkan mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, dan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) tahun 2007-2012 Hadinoto Soedigno tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.
"Ini terlambat 7 hari. Tapi bukan kesengajaan, tapi karena ada perkembangan baru. Kasus ini memang tidak mudah karena melibatkan banyak negara," ujar Syarif.
KPK menyita rumah milik Direktur Utama PT. Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA) di Pondok Indah senilai Rp5,79 miliar. Selain rumah, KPK juga menyita apartemen Emirsyah di Singapura. KPK juga memblokir sejumlah rekening dalam kasus ini.
Emirsyah dan Soetikno ditahan penyidik KPK setelah kurang lebih dua tahun menyandang status tersangka. Keduanya dijerat kasus suap pada Januari 2017. Kini keduanya dijerat TPPU oleh KPK.
Advertisement
Advertisement
BERITA TERKAIT
PROFIL LAINNYA