Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Sejarah Mengajarkan Tidak Mudah Mengatakan Pandemi Sudah Berakhir

Sejarah Mengajarkan Tidak Mudah Mengatakan Pandemi Sudah Berakhir Bajaj Ambulans. ©2021 REUTERS/Adnan Abidi

Merdeka.com - Tulang-belulang tengkorak manusia berserakan di sebuah ladang tandus dan sejumlah manusia yang masih di hidup di sekitarnya tampak ketakutan. Pemandangan itu adalah gambaran dari sebuah lukisan abad ke-16 "The Triumph of Death" karya pelukis Belanda Pieter Bruegel the Elder yang menampilkan suasana ketika wabah pes melanda Eropa.

Menurut sejarawan, peristiwa itu sangat mengerikan hingga meski sudah berakhir sejak lama masih terngiang sampai sekarang.

Covid-19 memberikan dampak luar biasa pada kemanusiaan di abad ke-21 ini dan banyak orang bertanya kapan pandemi ini akan berakhir.

"Kita kerap menganggap pandemi dan epidemi sebagai suatu episode," kata Allan Brandt, sejarawan ilmu medis dan sains di Universitas Harvard, seperti dilansir laman the New York Times, Ahad (10/10). "Tapi kita hidup di masa Covid-19, bukan krisis Covid-19. Bakal ada banyak perubahan yang substansial dan permanen. Kita tidak akan menengok ke belakang dan mengatakan,'Itu masa yang kelam, tapi kini sudah berakhir.' Kita akan menghadapi berbagai dampak dari Covid-19 selama beberapa dasawarsa ke depan."

Di saat beberapa bulan sebelum varian Delta muncul dan menjadi dominan, pandemi tampaknya sudah akan berakhir.

"Ketika vaksin pertama kali muncul, kita mulai mendapat suntikan dan banyak di antara kita merasakan perubahan, baik secara fisik dan emosional," ujar Dr Jeremy Greene, sejarawan kedokteran di Sekolah Kedokteran Universitas Johns Hopkins. "Kita cenderung berharap bisa menerjemahkan hal itu sebagai,'pandemi sudah berakhir bagi saya.'"

"Itu hanya sebentuk khayalan," kata dia.

Dan sejatinya itulah pelajaran dari sejarah yang kerap kita lupakan, kata Frank Snowden, sejarawan kedokteran di Universitas Yale. Betapa sulitnya pergulatan untuk menyatakan suatu pandemi sudah berakhir.

Pandemi kemungkinan tidak bisa dikatakan berakhir ketika penyakit itu hilang, berdasarkan angka jumlah kasus dan kematian. Pandemi bisa jadi masih berlangsung ketika ekonomi mulai pulih dan kehidupan kembali ke normal. Dampak psikologis dari masa yang penuh kecemasan, isolasi, dan kematian yang menyedihkan tidak akan mudah untuk pudar.

Sejumlah penyakit, seperti pandemi flu 1918 akhirnya surut. Penyakit lain seperti pes, masih ada, H.I.V masih ada bersama kita tapi sudah ada obat dan perawatan yang menangani. Dalam setiap peristiwa pandemi, trauma yang dialami mereka yang terdampak akan terus ada meski kasus penularan dan kematian sudah surut.

Di sisi lain, Covid-19 membuat para ahli yang tadinya yakin bisa mengatasinya jadi mengabaikan pelajaran dari sejarah.

"Apa yang kita alami sekarang adalah lingkaran kecemasan bersama," kata Dr Greene--kecemasan yang tumbuh dari keputusasaan karena tidak mampu mengendalikan virus, kemarahan kepada mereka yang menolak untuk divaksin dan kekecewaan karena vaksin yang ada belum mengembalikan kehidupan seperti semula.

Kapan pun pandemi ini akan berakhir atau surut, Covid-19 telah mengubah pandangan orang tentang waktu.

"Pandemi seperti Covid-19 ini merusak anggapan bahwa ilmu kedokteran saat ini sudah sangat maju, bahwa segala penyakit bisa ditaklukkan," kata Dr Greene.

Seiring pandemi masih berlangsung, waktu kian mengabur dan berlalu pelan tanpa harapan akan usai.

Di masa lalu, seperti juga saat ini, gerakan anti-vaksin mengancam kesehatan masyarakat dan menghambat upaya penanganan penyakit.

Ketika Edward Jenner membuat vaksin cacar pertama pada 1798, sejumlah poster muncul di Inggris memperlihatkan gambar manusia yang sudah divaksin mempunyai tanduk dan kuku tajam, kata Dr Snowden.

"Pada abad ke-19 di Inggris, gerakan perlawanan terbesar adalah gerakan anti-vaksin," kata dia. Dengan adanya penolakan vaksin maka penyakit yang tadinya bisa dijinakkan jadi bertahan.

Namun perbedaan antara mereka yang skeptis dengan vaksin dan kabar hoaks tentang pandemi di masa lalu dan sekarang, kata sejarawan, adalah kebangkitan media sosial. Perdebatan dan berita hoaks berseliweran di seputar pandemi melalui media sosial.

Untuk H.I.V, kata Dr Brandt, "memang ada teori konspirasi dan berita hokas, tapi tidak sebesar dan seluas di masa Covid-19."

Sejumlah ahli awalnya menyatakan masker tidak mencegah penularan tapi kemudian mereka mengubah keputusan. Epidemiolog membuat model tentang bagaimana perkembangan pandemi dan bagaimana cara untuk mencapai kekebalan kelompok, tapi kemudian semua itu meleset. Para ahli menyebut virus menyebar lewat permukaan benda tapi kemudian mengatakan tidak, virus menyebar lewat percikan air liur di udara. Mereka bilang virus kecil kemungkinannya bermutasi, tapi kemudian muncul varian Delta yang sangat mudah menular.

"Kita membayar mahal untuk semua itu," kata Dr Snowden. Banyak orang hilang kepercayaan dengan apa yang dikatakan para ahli.

Jonathan Moreno, sejawaran kedokteran dan sains di Universitas Pennsylvania mengatakan akhir dari pandemi Covid-19 bisa dianalogikan seperti kanker yang kini sudah menjadi maklum di tengah masyarakat.

"Kita tidak pernah benar-benar pulih," kata dia. "Penyakit itu selalu membayangi."

(mdk/pan)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia

Sejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia

Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.

Baca Selengkapnya
Bagaimana Cara Mengenali Apakah Kondisi Kesehatan Mental Kita Sedang Tidak Baik

Bagaimana Cara Mengenali Apakah Kondisi Kesehatan Mental Kita Sedang Tidak Baik

Mengenali apakah kondisi mental kita tidak sedang baik bisa menjadi cara untuk mencegah masalah menjadi lebih parah.

Baca Selengkapnya
Krisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri

Krisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri

Banyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Penyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya

Penyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya

Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.

Baca Selengkapnya
6 Hal yang Tanpa Disangka Bisa Jadi Penyebab Munculnya Bau Badan

6 Hal yang Tanpa Disangka Bisa Jadi Penyebab Munculnya Bau Badan

Munculnya bau badan merupakan persoalan yang sering dialami oleh banyak orang dan bisa mengganggu kepercayaan diri serta interaksi sosial.

Baca Selengkapnya
Gejala Depresi Pasca Melahirkan, Penyebab, dan Cara Mengatasinya yang Wajib Diketahui

Gejala Depresi Pasca Melahirkan, Penyebab, dan Cara Mengatasinya yang Wajib Diketahui

Depresi pasca melahirkan adalah hal yang penting untuk dipelajari dan disadari kemunculannya.

Baca Selengkapnya
Populasi di Dunia Kian Bertambah, Ancaman Krisis Pangan Semakin Nyata

Populasi di Dunia Kian Bertambah, Ancaman Krisis Pangan Semakin Nyata

Krisis pangan di dunia menjadi isi utama seiring bertambahnya populasi manusia.

Baca Selengkapnya
Penjelasan Polisi Soal 9 Petani Digunduli Usai Jadi Tersangka Mengancam Pekerja IKN

Penjelasan Polisi Soal 9 Petani Digunduli Usai Jadi Tersangka Mengancam Pekerja IKN

Tahanan digunduli guna pemeriksaan identitas, badan atau kondisi fisik dan menjaga atau memelihara kesehatan serta mengidentifikasi penyakit.

Baca Selengkapnya
Pemenang Pemilu Tahun 1955, Berikut Sejarahnya

Pemenang Pemilu Tahun 1955, Berikut Sejarahnya

Pemilu 1955 di Indonesia merupakan salah satu tonggak sejarah penting dalam proses demokratisasi dan konsolidasi negara setelah merdeka pada tahun 1945.

Baca Selengkapnya