Sederet penghargaan bergengsi Aung San Suu Kyi yang telah dicabut
Merdeka.com - Gelar Perdamaian yang disandang Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi satu demi satu dicopot. Banyak yang menilai, gelar yang dimiliki oleh Suu Kyi tak sepadan dengan yang dilakukan pada Myanmar.
Suu Kyi dinilai hanya sedikit melakukan tindakan untuk menyelesaikan konflik Rohingya dengan militer Myanmar. Namun tindakannya tak menghasilkan apapun. Etnis Rohingya malah semakin banyak yang mengungsi di kamp pengungsian di perbatasan Bangladesh-Myanmar.
Rencana pemulangan pengungsi Rohingya dari kamp Cox's Bazar ke Myanmar terancam gagal. Bahkan Tentara Myanmar mengirim 200 pasukannya ke perbatasan, tempat di mana pengungsi Rohingya berada. Mereka berdalih pengiriman pasukan ini untuk operasi anti terorisme.
Tentu langkah Myanmar ini langsung dikritik Bangladesh. Badan Pengungsi PBB juga khawatir dengan adanya peningkatan jumlah militer Myanmar di sana.
Seperti dirangkum Merdeka.com, Senin (12/3), beberapa gelar perdamaian Suu Kyi dicopot karena tidak bisa mengatasi kasus Rohingya.
Universitas Oxford Cabut Gelar Kehormatan Aung San Suu Kyi
Dewan Kota Oxford mencabut penghormatan tertinggi untuk Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi (28/11). Dia dinilai tak layak menjadi penerima penghargaan pejuang kemanusiaan karena sikapnya dalam konflik Rohingya.
Dewan kota Oxford memberikan suara pada hari Senin (27/11) untuk secara permanen menghapus gelar kehormatan tersebut dari Suu Kyi.
Dewan Kota Newcastle di Inggris
Dewan Kota Newcastle di Inggris juga mencopot gelar perdamaian Suu Kyi (10/2). Mereka menggelar sidang untuk mencabut gelar kehormatan Aung San Suu Kyi pada (7/2) lalu. Inilah pertama kalinya Dewan Kota mencabut gelar kehormatan yang sudah diberikan.
Mereka menilai Pemimpin Myanmar itu tak pantas menyandang anugerah sebagai Tokoh Perdamaian karena membiarkan pembantaian terus terjadi di Rakhine.
Suu Kyi pernah dianugerahi gelar Tokoh Perdamaian Newcastle tahun 2011 atas perjuangan panjangnya menegakkan demokrasi di Myanmar. Namun kini dia malah bungkam saat seisi dunia berteriak atas pembantaian Muslim Rohingya di Rakhine.
"Dia tidak melakukan apa pun untuk menghentikan genosida pada Muslim Rohingya di negaranya," kata Ketua Dewan Kota Nick Forbes seperti dikutip media lokal ITV.
Museum Memorial Holocaust Amerika
Museum Memorial Holocaust Amerika juga ikut melucuti gelar perdamaian Suu Kyi. Mereka menilai Suu Kyi tidak berusaha menghentikan atau mengakui pembersihan warga Rohingya di Myanmar, (8/3).
Dalam pernyataan tertulis, museum itu mengatakan, di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi, Liga Nasional Untuk Demokrasi menolak bekerja sama dengan PBB, mendorong pidato bernada kebencian terhadap Muslim-Rohingya, dan secara aktif mencegah wartawan mengungkap apa yang terjadi di negara bagian Rakhine.
Bob Geldof kembalikan penghargaan Freedom of the City of Dublin
Musikus Irlandia penggagas konser Live Aid yang legendaris, Bob Geldof, akan mengembalikan penghargaan Freedom of the City of Dublin sebagai protes atas pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, yang juga dianugerahi penghargaan tersebut.
Geldof mengatakan "keterkaitan Suu Kyi dengan kota kita adalah hal yang memalukan".
Petisi pencabutan kembali Nobel Perdamaian di situs change.org
Dengan judul 'Ambil Kembali Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi sebanyak 439.205 orang di situs change.org telah menandatangani petisi ini. Sebelum diajukan ke Komite Nobel bila telah mencapai angka 500.000 tanda tangan.
Masyarakat meminta Komite Nobel mencabut hadiah untuk Aung San Suu Kyi, namun permintaan itu tak bisa dipenuhi berdasarkan anggaran dasar komite.
Penerima hadiah Nobel kritik sikap Aung San Suu Kyi
Dua peraih Nobel yakni Malala Yousafzai dan jurnalis perempuan asal Yaman, Tawakkul Karman mengkritik sikap Aung San Suu Kyi yang dianggapnya telah menutup mata dan telinganya atas penderitaan warga Rohingya.
Bahkan Malala menuliskan kritikannya melalui akun Twitter-nya, "Dalam beberapa tahun terakhir, saya berulang kali mengecam perlakukan tragis dan memalukan (terhadap Muslim Rohingya). Saya masih menunggu rekan penerima Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi untuk melakukan hal yang sama. Dunia menunggu dan Muslim Rohingya juga menunggu," tulisnya.
(mdk/frh)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Demokrat Hampir 10 Tahun jadi Oposisi, Kritik AHY: Pembangunan di Indonesia Belum Merata
AHY menegaskan ingin fokus memenangkan Partai Demokrat dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaAHY Ungkit Upaya Pembegalan Hingga Demokrat Bangkit dan Solid
AHY menceritakan kilas balik partainya yang mengalami gonjang-ganjing dalam lima tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaDemokrat: Hak Angket Pemilu 2024 Tidak Menghargai Suara Rakyat
Demokrat menilai wacana koalisi 01 dan 03 menggulirkan hak angket sama artinya dengan tak menghargai suara rakyat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
MenPAN-RB: PNS dan PPPK Harus Netral, Termasuk di Aktivitas Media Sosial
Netralitas ASN tersebut tidak sama dengan golongan putih (golput). Para PNS maupun PPPK tetap memiliki hak politik, yakni hanya pada bilik suara.
Baca SelengkapnyaJelang Masa Tenang Pemilu 2024, Menpan RB Ingatkan ASN Wajib Netral dan Bebas Pengaruh Politik Tak Sehat
Sejumlah alasan mengapa ASN harus netral karena sebagai bentuk kewajiban profesionalism.
Baca SelengkapnyaBapaknya Pejabat Negara, Pria Ini Kenal Megawati Sejak Usia 5 Tahun Hingga Sukses Jadi Kepala Daerah
Anak tokoh nasional dianggap 'akrab' dengan Megawati sejak usia 5 tahun sampai sukses menjadi kepala daerah. Siapa sosok yang dimaksud?
Baca SelengkapnyaPesan SBY untuk AHY: Kesempatan Demokrat Sukseskan Pemerintahan Jokowi
SBY meminta AHY untuk bisa menjalin komunikasi dengan baik dengan pemimpin lintas sektor.
Baca SelengkapnyaJejak Karir AHY: Pensiun Dini dari TNI, Gagal jadi Gubernur DKI dan Kini Menteri Anak Buah Jokowi
Presiden Joko Widodo resmi melantik Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi Menteri ATR/BPN
Baca SelengkapnyaAHY Jabat Menteri ATR/BPN, Demokrat: Kami Sekarang Berada di Pemerintahan Jokowi
Demokrat akan konsisten pada saat partainya berada di luar pemerintahan atau menjadi partai yang oposisi.
Baca Selengkapnya