Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Penjelasan Lima Demonstran Myanmar Mengapa Mereka Tak Akan Pernah Menyerah

Penjelasan Lima Demonstran Myanmar Mengapa Mereka Tak Akan Pernah Menyerah Warga Myanmar Blokir Jalan dengan Sampah. ©2021 REUTERS

Merdeka.com - Ratusan orang telah terbunuh di Myanmar di tengah meningkatnya tindakan kekerasan aparat terhadap para pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer dan menuntut kembalinya demokrasi.

Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menyampaikan, lebih dari 510 orang telah terbunuh sejak kudeta.

Para pengamat meragukan kekerasan militer atau dikenal sebagai Tatmadaw, akan menghalangi para demonstran.

“Hebatnya, meskipun Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) terdiri dari pengunjuk rasa tak bersenjata dengan pelindung dan topi timah buatan yang tipis, mereka mampu menyangkal hal-hal yang paling didambakan Tatmadaw yang 'perkasa': kontrol atas negara dan stabilitas ekonomi,” jelas Gwen Robinson, seorang rekan senior di Institut Studi Keamanan dan Internasional Universitas Chulalongkorn di Bangkok, dan editor-at-large di Nikkei Asian Review.

“Dengan kekuatan semangat dan keberanian mereka, mereka telah menggagalkan para jenderal, dan bagi saya itu adalah kemenangan yang signifikan,” lanjutnya, dikutip dari Al Jazeera, Senin (5/4).

Myanmar memiliki populasi 54 juta di mana sekitar sepertiga berasal dari etnis minoritas.Robinson meyakini kudeta telah membantu mempersatukan negara tersebut melawan militer.

“Anda memiliki usaha besar, masyarakat sipil, kelompok etnis, umat agama yang beragam yang menentang kudeta – itu adalah hal yang luar biasa,” jelasnya.

Dengan peringatan Robinson bahwa Myanmar bisa berakhir menjadi negara gagal dengan kediktatoran brutal yang memegang kekuasaan melalui kekuatan belaka, Al Jazeera mewawancarai lima pengunjuk rasa terkait mengapa mereka turun ke jalan dan apa yang mungkin terjadi selanjutnya.

Demonstran garda depan

“Fox” mengatakan dia dan kelompoknya berunjuk rasa secara damai sampai militer mulai membunuh kawan-kawannya.

“Saat itulah ketika kami memutuskan kami akan melawan balik,” ujarnya.

Pemuda 20 tahun ini adalah anggota kelompok garda depan demonstran, dengan anggota termuda berusia 15 tahun.

“Saya membuat semua keputusan, banyak tanggung jawabnya, khususnya ketika saya bersama anak-anak ini, tapi mereka anak baik, kami tim yang baik dan baik-baik saja sejauh ini,” kata dia.

Kelompok ini mengalami banyak hal dalam beberapa pekan terakhir ini dan dipaksa lari menyelamatkan nyawa mereka dari terjangan peluru militer, setelah tentara menembak langsung ke arah mereka.

Salah satu tugas Fox adalah membangun barikade menggunakan karung pasir tapi pasukan keamanan menggunakan taktik brutal untuk menyingkirkannya. Tentara menyandera orang-orang. Mereka mengacungkan pistol kepada orang-orang yang berjalan di sekitar garis pertahanan yang mereka buat dan menawan mereka.

“Dan karena mereka memiliki tawanan ini, orang-orang di lingkungan itu tidak menyerang militer lagi karena mereka tidak ingin melukai orang-orang tak berdosa,” ujarnya.

Saat ini kelompok ini sedang dalam persembunyian, setelah seorang rekan mereka ditangkap dan ponselnya disita. Kontak Fox dan kawan-kawannya ada dalam ponsel itu.

“Mereka mengambil ponselnya, dan mereka melacak rekan di garda depan lainnya dengan informasi yang mereka dapatkan dari sana, dan anak yang ditangkap itu meninggal di dalam tahanan. Mereka membunuhnya di tahanan, mereka menyiksanya.”

Al Jazeera tidak bisa memverifikasi kematian tersebut, tapi Fox menilai pembunuhan demonstran sebagai peringatan dari militer, “ini adalah apa yang akan terjadi jika kalian tetap melakukan ini.”

Pekan lalu, saat militer memburu kelompok tersebut, mereka melarikan diri dari Yangon menggunakan bus. Kendaraan tersebut dihentikan oleh polisi delapan kali selama perjalanan menuju sebuah rumah persembunyian tapi tidak ada satu pun anggota kelompok itu yang dikenali.

“Setiap orang takut disiksa atau dibunuh, tapi pada saat bersamaan lebih menakutkan memikirkan apa yang akan militer lakukan jika mereka memenangkan ini, dan ini yang tidak dipahami oleh generasi yang lebih tua saat ini,” jelasnya.

“Mereka terus mengatakan” ‘Jangan, jangan keluar sekarang, bahaya’, tapi kalau kami tidak keluar sekarang dan memperjuangkan ini, ini akan berbahaya untuk sisa hidup kami.”

Mata-mata

Thet mengatakan dia mendukung Gerakan Pembangkangan Sipil melalui aktivisme online, akun Instagram dan memata-matai militer.

“Saya mengumpulkan, meringkas, dan membagikan informasi. Saya punya sepeda dan saya pergi menyelidiki setiap pagi untuk mengidentifikasi pola pergerakan militer dan daerah mana yang akan dihantam paling keras,” ujarnya.

Dia juga menghitung jumlah korban yang dibunuh militer dan rincian personal korban. Dia juga mencari pengunjuk rasa yang hilang.

“Staf di penjara lokal – yang membahayakan nyawa mereka – kadang-kadang memberikan informasi tentang pengunjuk rasa yang ditangkap,” ujarnya kepada Al Jazeera.

Aktivis perempuan berusia 20-an ini mengatakan dia membangun sebuah jaringan koneksi untuk menemukan rumah singgah aman untuk para pemimpin unjuk rasa yang harus bersembunyi.

“Orang yang bekerja dengan saya belum tertangkap, dan saya harap akan terus begitu.”

Thet memuji kreativitas para pengunjuk rasa dan kejenakaan gerakan pembangkangan sipil.

“Saya punya cinta dan hormat yang besar pada warga kami, ada beberapa cara yang saya pikir negara kami penuh komedian yang menyenangkan yang berusaha menghidupkan segala yang mereka kerjakan,” ujarnya.

“Kami punya sebuah spanduk yang sangat orang Burma: ‘Kita akan menang, mungkin tidak segera, tapi pasti kita akan menang’.”

Thet mengatakan, di tengah eskalasi kekerasan, para pengunjuk rasa menulis “surat kematian” kepada keluarga mereka dan masyarakat untuk mendorong masyarakat terus melawan para jenderal.

Biasanya para pelayat mempersembahkan makanan untuk Buddha dan para biksu ketika seseorang meninggal agar roh mereka damai tapi para demonstran anti kudeta ingin dilakukan hal berbeda jika mereka terbunuh.

“Mereka menulis: ‘Jangan lakukan itu, bahkan dalam kematian aku masih akan ada di samping kalian sampai kalian menang. Tolong jangan persembahkan makanan, saya masih ingin tetap tinggal dan berjuang. Saya tidak akan bergerak sampai kita menang’.”

Thet juga menulis surat kematiannya sendiri dan menyampaikan kepada orang yang dia percayai di mana dia menyimpan surat itu. Dalam suratnya dia meminta jasadnya dilindungi.

“Saya ingin menyumbangkan organ saya kepada orang yang memerlukan, bukan untuk mereka yang akan jatuh ke tangan militer yang akan menjualnya untuk alasan egois mereka.”

Pendeta

U Man, seorang pendeta yang memimpin sebuah jemaat di Yangon, mengatakan selain memberikan dukungan spiritual kepada para pengunjuk rasa, dia memberikan uang kepada keluarga mereka dan mengumpulkan dana untuk membeli peralatan pelindung seperti masker gas dan helm.

Saat remaja, U Man ikut dalam pemberontakan 1988, yang menewaskan ribuan orang. Pendeta yang berusia 50-an tahun ini tidak percaya strategi militer telah berubah sejak saat itu.

U Man mengatakan baik dulu maupun sekarang, militer memasukkan "dalan", penyusup, ke kerumunan untuk memprovokasi Tatmadaw dan menciptakan konflik.

Dia menasihati putranya, yang juga bergabung dalam unjuk rasa, dan demonstran lainnya, untuk tidak terlibat dengan pasukan keamanan dan untuk mengidentifikasi penyusup melalui instruksi tiga bagian sederhana yang dia harap akan menyelamatkan nyawa: “Jangan terlibat dengan militer. Cari tahu siapa dalan itu. Jangan biarkan dalan mengontrol narasi.”

“Sebagai pendeta dari agama Kristen, saya tidak ingin merekomendasikan siapa pun yang menggunakan kekerasan,” ujarnya.

U Man berdoa bersama anak-anak dan pengunjuk rasa sebelum mereka turun ke jalan.

“Saya mengajar pengunjuk rasa dan jemaat saya tentang Alkitab dan orang-orang di dalamnya yang mengalami tantangan, pola pikir yang harus mereka atasi, dan bagaimana Tuhan dapat menyelamatkan mereka,” katanya.

Guru

“Saya terkena gas air mata. Banyak kawan saya ditembak dengan peluru karet,” kata Aung Myo Zaw kepada Al Jazeera.

Guru berusia 32 tahun ini mengatakan dia takut tertembak saat berunjuk rasa, tapi orang-orang muncul dengan taktik berbeda untuk menjaga semangat mereka.

“Saya terinspirasi oleh keberanian orang-orang dan semangat perlawanan yang memberikan saya keberanian. Sebuah perasaan yang aneh menjadi takut dan penuh harap pada saat bersamaan,” ujarnya.

“Dengan 80 persen pegawai melakukan gerakan pembangkangan sipil dan hanya 20 persen masih bekerja, militer tidak bisa menjalankan negara lagi. Sistem tak berfungsi,” pungkasnya.

Dokter

Pada 2 Februari, sehari setelah kudeta, petugas medis dan PNS membentuk gerakan pembangkangan sipil.

Thiha Tun bergabung dengan gerakan tersebut.

“Saya menjadi bagian tim medis yang menyiapkan pertolongan pertama untuk para pengunjuk rasa,” ujarnya kepada Al Jazeera.

“Luka itu bermacam-macam, mulai dari luka memar, luka robek sampai luka tembus. Cedera ini disebabkan oleh pentungan, peluru karet, dan peluru tajam.”

"Mereka menembak dan memukuli petugas medis dan ambulans, menembak di rumah sakit swasta, menduduki rumah sakit umum, menggerebek klinik amal dan menahan petugas medis di lapangan.”

Situasi belakangan ini semakin berbahaya.

“Kebanyakan dari kita dalam pelarian akhir-akhir ini,” katanya.

“Mereka mencari pemimpin dan aktivis. Pasukan junta menelusuri alamat menggunakan foto para dokter. Jadi, kami tidak bisa tinggal di alamat tetap kami.”

Thiha Tun mengatakan situasinya hanya akan bertambah buruk.

“Perang saudara akan segera terjadi,” ujarnya.

“Tentara federal akan dibentuk dengan angkatan bersenjata etnis terlebih dahulu dan nantinya akan bergabung dengan warga. Para dokter dan perawat akan merawat yang terluka karena itu kami sekarang mempelajari teknik perawatan trauma secara online.”

“Saya benar-benar tidak ingin negara saya yang indah dihancurkan oleh perang, tetapi saya rasa kita tidak dapat menghindarinya karena junta tidak memberi kita pilihan. Mereka tidak akan mundur untuk melepaskan kekuasaan dan kami tidak akan menyerah sampai pemerintah yang sah kembali untuk membentuk negara federal yang demokratis.”

 

(mdk/pan)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Warga Indonesia Beli Gula & Kopi Jalan Kaki ke Malaysia, Prajurit TNI Langsung Memeriksanya 'Lain kali belanja di Indonesia Ya'

Warga Indonesia Beli Gula & Kopi Jalan Kaki ke Malaysia, Prajurit TNI Langsung Memeriksanya 'Lain kali belanja di Indonesia Ya'

Masyarakat perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memilih belanja kebutuhan rumah tangga ke Malaysia dengan berjalan kaki.

Baca Selengkapnya
Penuh Rintangan Berat, Begini Detik-Detik Penyerbuan Tentara Belanda dari Salatiga ke Yogyakarta pada Agresi Militer II

Penuh Rintangan Berat, Begini Detik-Detik Penyerbuan Tentara Belanda dari Salatiga ke Yogyakarta pada Agresi Militer II

Masyarakat setempat bersikap wajar dalam bereaksi terkait adanya konvoi itu.

Baca Selengkapnya
Detik-Detik Dramatis Penyelamatan Siswi SMP di Lampung Disekap dan Diperkosa 10 Remaja

Detik-Detik Dramatis Penyelamatan Siswi SMP di Lampung Disekap dan Diperkosa 10 Remaja

Seorang siswi SMP di Lampung inisial NA, disekap dan diperkosa secara bergilir oleh 10 pria selama tiga hari.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Detik-Detik Penyelamatan Dramatis Pemuda Terperosok ke Sumur 19 Meter

Detik-Detik Penyelamatan Dramatis Pemuda Terperosok ke Sumur 19 Meter

Pihak keluarga dan rekan-rekannya berusaha menolong, namun sia-sia sehingga dilaporkan ke Basarnas Kupang.

Baca Selengkapnya
Detik-Detik Rambut Pelaku Mutilasi Keponakan Dijambak Warga, Suasana Gaduh Polisi Langsung Bereaksi

Detik-Detik Rambut Pelaku Mutilasi Keponakan Dijambak Warga, Suasana Gaduh Polisi Langsung Bereaksi

Motif pelaku menghabisi keponakannya karena tergiur mencuri perhiasan emas yang dikenakan korban.

Baca Selengkapnya
5 Contoh Piagam Penghargaan Lomba 17 Agustus yang Mudah, Begini Cara Membuatnya

5 Contoh Piagam Penghargaan Lomba 17 Agustus yang Mudah, Begini Cara Membuatnya

Menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia, biasanya masyarakat akan mengadakan lomba 17 Agustus. Berikut contoh piagam penghargaan lomba 17 Agustus yang mudah.

Baca Selengkapnya
Catat! Ini Jam Rawan Kecelakaan Saat Liburan Akhir Tahun

Catat! Ini Jam Rawan Kecelakaan Saat Liburan Akhir Tahun

Masyarakat diminta untuk berhati-hati dalam berkendara saat merayakan libur tahun baru.

Baca Selengkapnya
Lengkap! Detik-Detik Wanita di Samarinda Hilang Saat Berobat Berujung Ditemukan jadi Mayat di Gudang Kimia Farma

Lengkap! Detik-Detik Wanita di Samarinda Hilang Saat Berobat Berujung Ditemukan jadi Mayat di Gudang Kimia Farma

Sebelum dtemukan jadi mayat, korban sempat ditemani suaminya berobat ke sebuah rumah sakit tapi tiba-tiba saja menghilang.

Baca Selengkapnya
Tak Terima Ditegur karena Bawa Pacar ke Rumah, Pemuda di Maros Tega Bunuh Kakak Kandung

Tak Terima Ditegur karena Bawa Pacar ke Rumah, Pemuda di Maros Tega Bunuh Kakak Kandung

Seorang pemuda di Maros, Sulawesi Selatan, MA (22) gelap mata setelah ditegur karena membawa pacarnya ke rumah. Dia tega membunuh kakak kandungnya AA (31).

Baca Selengkapnya