Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pelajaran dari Satu Juta Kematian karena Covid-19

Pelajaran dari Satu Juta Kematian karena Covid-19 TPU Pondok Rangon. ©2020 Liputan6.com/Herman Zakharia

Merdeka.com - Satu juta nyawa sudah melayang. Jutaan kisah tragedi.

Sejak Desember 2019 ketika Covid-19 pertama muncul di Wuhan, China, lebih dari 32 juta orang di seluruh dunia kini sudah tertular dan penyakit ini masih terus menghantui merajelela ke seluruh pelosok bumi.

Dari data Universitas John Hopkins, pekan ini satu juta orang sudah meninggal. Angka sebenarnya masih lebih tinggi karena ada perbedaan antara jumlah kasus yang dilaporkan dan tes yang dilakukan.

Negara terparah yang terpapar Covid-19 adalah Amerika serikat, Brasil, India, dan Meksiko--mencakup separuh dari jumlah kematian karena Covid-19 di seluruh dunia, sekitar satu per lima kematian terjadi di AS. Penyakit mematikan ini sudah menyebar ke 190 negara dan wilayah.

India kini terus melaporkan angka tertinggi harian kasus poistif. Dengan 5,8 juta kasus, India menempati posisi kedua di bawah AS yang mencapai 7 juta kasus positif Covid-19.

Di negara-negara Asia Tenggara, Indonesia dan Filipina menjadi negara terparah dijangkiti Covid-19.

Mengingat 95 persen kematian ini terjadi lebih dari enam bulan, apakah jutaan angka kematian selanjutnya bisa terjadi lebih cepat? Atau akankah dunia akan menemukan solusi untuk mengatasi pandemi?

Tak ada yang memiliki jawabannya, tapi kematian 1 juta itu memiliki beberapa petunjuk bernilai yang bisa dijadikan pelajaran.

Lebih dari 200.000 kematian tercatat di Amerika Serikat, negara yang memiliki 4 persen populasi dunia ini mencatat 20 persen kematian Covid-19. Hanya empat negara - AS, Brasil, India, dan Meksiko - mencatat lebih dari setengah angka kematian Covid-19 secara global. Sementara 480.000 kematian menyebar di 190 negara dan wilayah lain.

Seperti dilansir The Straits Times, Selasa (29/9), faktor utama yang berkontribusi terhadap angka kematian Covid-19 di antaranya:

- Usia: Lansia yang terinfeksi virus corona berisiko lebih tinggi meninggal dunia. Sebuah perbandingan dilakukan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), menggunakan 18-29 tahun sebagai kelompok dasar menemukan anak 4 tahun dan di bawahmya sembilan kali kecil kemungkinan meninggal dunia, sementara orang berusia 85 tahun ke atas 630 kali lebih mungkin meninggal dunia.

- Penyakit bawaan: CDC mengatakan, terlepas dari usia, kondisi medis tertentu atau adanya penyakit bawaan juga membuat orang lebih berisiko meninggal. Penyakit dimaksud sepeti kanker, ginjal kronis, dan jantung. Penerima transplantasi juga lebih rentan karena mereka memiliki sistem kekebalan lemah.

- Sistem perawatan kesehatan tak memadai: Lebih banyak orang meninggal ketika sistem perawatan kesehatan melebihi kapasitas, karena beberapa pasien tak bisa mendapatkan perawatan yang dibutuhkan untuk sembuh dari Covid-19.

- Angka Infeksi: Ini mungkin jelas, tetapi perlu diulangi. Hanya mereka yang terinfeksi virus corona yang berisiko meninggal karenanya.

Bagaimana tindakan negara-negara dalam pertarungan mereka melawan virus sangat tergantung pada..

bagaimana mereka menangani empat faktor tersebut.

Negara yang berhasil menjaga angka infeksi tetap rendah mencatat lebih sedikit angka kematian. Negara-negara tersebut yaitu:

• Selandia Baru (25 kematian dari 1.827 kasus infeksi dengan populasi 5 juta jiwa)

• Vietnam (35 kematian dari 1.069 kasus infeksi dengan populasi 97,5 juta jiwa), dan

• Thailand (59 kematian dari 3.516 kasus infeksi dengan populasi 70 juta jiwa).

Negara-negara di mana sistem perawatan kesehatannya tak memadai atau melebihi kapasitas selama beberapa saat juga mencatat angka kematian yang lebih tinggi. Termasuk juga di beberapa negara Eropa seperti:

• Inggris (41.902 kematian dari 416.363 infeksi dengan populasi 68 juta jiwa)

• Italia (35.781 kematian dari 304.323 kasus infeksi dengan populasi 60 juta jiwa), dan

• Prancis (31.511 kematian dari 497.237 kasus infeksi dengan populasi 65 juta jiwa).

Pada April, ada laporan dari negara-negara ini pasien ditolak karena kekurangan ranjang perawatan, para dokter menangis karena..

mereka tak bisa menyediakan ICU kepada pasien yang membutuhkan, dan para petugas medis bekerja sangat panjang melampaui jam kerja.

Di AS, salah satu alasan tingginya angka kematian karena yang terinfeksi kebanyakan mereka yang memiliki riwayat penyakit dan lansia. Laporan media AS mengatakan fasilitas perawatan menyumbang setidaknya seperempat kematian, dan mungkin sebanyak sepertiga, dari kematian Covid-19 di negara itu.

Virus ini telah menyebar secara global dengan praktis tidak ada negara yang selamat. Jadi mengapa beberapa berhasil dan yang lain gagal total dalam menangani virus ini?

Seringkali dengan virus baru, negara-negara yang pertama kali menghadapinya menjadi paling terdampak, karena itu akan mengejutkan mereka. Juga, sedikit yang diketahui tentang gangguan baru tersebut. Tapi tidak dengan pandemi ini.

China, tempat virus baru ini muncul, telah berkembang relatif baik dengan 4.745 kematian dari 90.934 orang terinfeksi dengan populasi 1,4 miliar jiwa. Faktanya, ketika pusat wabah berpindah dari Asia ke Eropa dan kemudian ke Amerika, masalahnya tampak semakin parah.

Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Dr Michael Ryan memberikan kemungkinan jawaban selama webinar Covid-19 di Fakultas Kedoteran Universitas Nasional Singapura (NUS) pada 10 September.

Dia menyampaikan, kinerja yang berbeda di berbagai negara berasal dari persiapan yang tidak memadai, kurangnya memori otot dan berbagai tingkat kohesi sosial.

Tak Bersiap Diri

Dr Ryan, yang telah berada di garda depan menangani risiko akut kesehatan global selama hampir 25 tahun, mengatakan dunia telah belajar banyak dari darurat kesehatan masa lalu, "tapi kita belum mengimplementasikan banyak hal dari pembelajaran itu."

Dia mengatakan, secara global terjadi "kekurangan investasi yang serius dalam mengelola dan mengurangi" risiko dari penyakit menular baru.

Bukannya negara belum berinvestasi dalam perawatan kesehatan. Tetapi investasi cenderung pada infrastruktur - lebih banyak rumah sakit dan tempat tidur, dan lebih banyak fasilitas laboratorium.

Ia mengatakan ini adalah "kesiapsiagaan yang sangat statis", menambahkan "esensi sebenarnya adalah cara data dikumpulkan dan keputusan dibuat".

Kurangnya kesiapan di Eropa inilah yang mengakibatkan lonjakan kasus dan rumah sakit kewalahan.

"Banyak kegagalan di tingkat global adalah kegagalan untuk bersiap, bukan kegagalan bertindak," ujarnya

"Saya jujur berpikir setiap orang telah melakukan yang terbaik. Sayangnya yang terbaik itu kadang-kadang tak cukup."

Dia mengibaratkan dengan lomba maraton.

"Apapun keinginan saya, apapun tujuan saya, saya tidak akan menyelesaikan maraton karena saya tidak siap-siap. Keinginan baik dan tujuan terbaik hal lain, penampilan selalu tergantung pada persiapan Anda."

Pengalaman Wabah Sebelumnya

Hanya negara-negara yang telah melalui keadaan darurat kesehatan - seperti SARS (sindrom pernapasan akut parah) - akan mengalami memori otot tertanam dalam jiwa mereka. Negara-negara seperti itu akan cepat mengumpulkan, menganalisis, dan bertindak berdasarkan data. Mereka juga memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan, menciptakan ilmu baru dan mengubahnya menjadi kebijakan dan tindakan.

Dr Ryan mengatakan, "Negara-negara Asia memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk virus jenis ini. (Ini) memicu keresahan komunitas kolektif".

Pada pekan pertama Januari, ketika dunia mendengar kemungkinan adanya virus baru, jumlah panggilan telepon yang dia terima dari negara-negara Asia seperti Singapura, Korea Selatan dan Jepang melonjak. Negara-negara ini langsung memiliki tingkat kekhawatiran.

Singapura, misalnya, telah membentuk satuan tugas multi-kementerian sebelum ada satu pun pasien didiagnosis dengan Covid-19.

Untuk belahan dunia lainnya, Dr Ryan berkata, "ini adalah konsep yang jauh", yang membuat mereka "tidak waspada" saat virus menyerang mereka.

Kepemimpinan Politik

Apa hubungan politik dengan sains dan strategi memerangi virus yang telah mengganggu kehidupan dan mata pencaharian global?

Lebih dari satu orang akan berpikir, terutama di AS dan Brasil - dua dari tiga negara yang paling parah terkena virus. Dalam kedua kasus tersebut, para pemimpin menjalankan agenda mereka sendiri untuk menjaga ekonomi tetap terbuka.

Dengan kampanye pemilihan ulangnya yang dipertaruhkan, Presiden AS Donald Trump telah mengabaikan saran dari otoritas kesehatan dan meremehkan tingkat keparahan krisis Covid-19. Dia bahkan menetapkan CDC, salah satu otoritas kesehatan terkemuka di dunia, tak masuk jalur pelaporan.

Presiden Brasil, Jair Bolsonaro bahkan mengganti Menteri Kesehatannya dengan keinginan untuk mendorong ekonomi dibuka kembali.

Profesor Teo Yik Ying, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat NUS Saw Swee Hock, memperingatkan mungkin terlalu dini untuk menentukan peran yang dimainkan politik "dalam situasi yang mengerikan di AS dan Brasil".

"Ketika para pemimpin negara memilih untuk mengabaikan fakta dan ilmu pengetahuan tentang Covid-19, ini adalah saat keputusan buruk dibuat yang memperkuat penyebaran virus corona di suatu negara, daripada membantu memperbaiki situasi."

Pelajaran dari sembilan bulan terakhir ini jelas. Reaksi terhadap krisis yang sedang berlangsung harus lebih cepat. Kebijakan harus didorong oleh ilmu pengetahuan daripada agenda politik.

Dan sementara pencarian vaksin terus berlanjut, dukungan populasi untuk tindakan Covid-19 akan menentukan apakah virus tersebut merenggut jutaan nyawa lagi - dan jika demikian, seberapa cepat - atau apakah dapat dicegah.

(mdk/pan)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Satu Keluarga Diduga Alami Keracunan AC Mobil saat Mudik, Ketahui Langkah Antisipasinya Sebelum Perjalanan Jauh

Satu Keluarga Diduga Alami Keracunan AC Mobil saat Mudik, Ketahui Langkah Antisipasinya Sebelum Perjalanan Jauh

Viral satu keluarga pemudik diduga alami keracunan AC mobil hingga sebabkan kematian.

Baca Selengkapnya
Jenis Semut Ini Mampu Menyembuhkan Diri dari Kematian dengan Liurnya

Jenis Semut Ini Mampu Menyembuhkan Diri dari Kematian dengan Liurnya

Penelitian terbaru mengungkapkan kehebatan alamiah semut ini dalam menangani risiko kematian yang diakibatkan oleh infeksi luka. Simak selengkapnya disini!.

Baca Selengkapnya
Kondisi pada Mata ini Bisa Tunjukkan Risiko Kematian Diri pada Seseorang

Kondisi pada Mata ini Bisa Tunjukkan Risiko Kematian Diri pada Seseorang

Sejumlah kondisi yang tampak pada mata seseorang bisa sangat menunjukkan kondisi kesehatan termasuk risiko kematian diri pada seseorang.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Satu Juta Kendaraan Pemudik Diprediksi Masuk Jakarta Tanggal 13-16 April 2024

Satu Juta Kendaraan Pemudik Diprediksi Masuk Jakarta Tanggal 13-16 April 2024

Pemudik diminta mempersiapkan fisik dan juga kendaraan sebelum kembali ke Jakarta.

Baca Selengkapnya
Benarkah Burung Gagak Pertanda Kematian, Ini Fakta Salah Kaprah tentang Si Burung Hitam

Benarkah Burung Gagak Pertanda Kematian, Ini Fakta Salah Kaprah tentang Si Burung Hitam

Apakah benar burung gagak adalah tanda kematian. Yuk, simak faktanya!

Baca Selengkapnya
Organ Dalam Anak Tamara Diperiksa untuk Memastikan Penyebab Kematian

Organ Dalam Anak Tamara Diperiksa untuk Memastikan Penyebab Kematian

Kondisi jasad D telah membusuk, tim dokter membutuhkan waktu untuk memastikan penyebab kematian

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 Meningkat di 21 Provinsi

Kasus Covid-19 Meningkat di 21 Provinsi

Tren kenaikan kasus mingguan Covid-19 nasional per 9 Desember 2023 dilaporkan menyentuh angka 554 kasus positif.

Baca Selengkapnya
Terungkap, Ini Alasan 820 Jemaah Meninggal Usai Pelaksanaan Puncak Haji 2023

Terungkap, Ini Alasan 820 Jemaah Meninggal Usai Pelaksanaan Puncak Haji 2023

Angka kematian tersebut menjadi tertinggi selama penyelenggaraan ibadah haji.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Sudah Salurkan 1,46 Juta Ton Beras Bantuan Pangan untuk 21,3 Juta Kepala Keluarga

Pemerintah Sudah Salurkan 1,46 Juta Ton Beras Bantuan Pangan untuk 21,3 Juta Kepala Keluarga

Dari 10 Kg beras yang diberikan oleh pemerintah, telah memenuhi sepertiga dari kebutuhan bulanan.

Baca Selengkapnya