Myanmar bantah laporan PBB soal pelanggaran HAM muslim Rohingya
Merdeka.com - Pemerintah Myanmar membantah semua investigasi terkait kekerasan manusia dan pembersihan etnis Muslim Rohingya yang selama ini terjadi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Masalah yang diawali dengan pembunuhan sembilan penjaga perbatasan Myanmar oleh militan Rohingya itu memicu kemarahan pasukan pemerintah. Mereka membalas tindakan itu dengan cara memperkosa penduduk desa mayoritas umat Islam, menembaki, hingga membakar rumah-rumah hingga tak tersisa. Akibatnya sekitar 75.000 orang melarikan diri ke Bangladesh.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai bahwa tindakan itu mengindikasi kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis. Berbagai laporan dirilis PBB pada Februari menunjukkan bukti-bukti terkait hal itu, namun pemerintah Myanmar justru memblokir terbentuknya penyelidikan PBB.
Pemerintah menuding laporan PBB terkait keadaan di Rakhine terlalu berlebihan.
"Tidak ada bukti kejahatan terhadap penduduk di Rakhine dan tidak ada pembersihan etnis di sana," kata Komisi Investigasi Rakhine, Myint Swe, kepada awak media kemarin, seperti dilansir dari laman Independent, Senin (7/8).
"Orang-orang di luar negeri membuat berita dan mengklaim telah terjadi genosida di sini, namun kami belum menemukan bukti," tambahnya.
Tak hanya itu, Swe juga membantah tuduhan pemerkosaan dilakukan militer untuk menyerang penduduk wanita Rohingya dalam operasi pengamanan negara.
Komisi tersebut diketahui telah menerima 21 laporan dari penduduk desa tentang insiden pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran dan penyiksaan oleh aparat keamanan. Namun pelapor tidak dapat memverifikasi kebenaran laporan mereka.
"Kami membuka pintu bagi mereka untuk mengajukan keluhan jika benar mereka punya bukti akan kejahatan hak asasi manusia, tapi sampai sekarang tidak ada yang mengajukan tuntutan hukum," kata sekretaris panel tersebut, Zaw Myint Pe.
Komisi tersebut justru menuduh organisasi luar negeri bekerja sama dengan gerilyawan untuk mengguncang dan mencemar nama Myanmar.
Meski demikian, kelompok hak asasi menyatakan keraguan mereka atas kinerja komisi tersebut. Sebab komisi itu dibentuk oleh 13 anggota yang mana keseluruhannya berasal dari Myanmar.
"Kelompok itu kekurangan ahli dari luar, memiliki metodologi buruk, dan tidak memiliki kredibilitas karena tidak independen," demikian klaim dari kelompok hak asasi itu.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hore! Pemerintah Bagi-Bagi BLT Rp600.000 di Bulan Ramadan
Rencananya, BLT tersebut akan mulai dibagikan pada bulan Maret atau bertepatan dengan bulan Ramadan.
Baca Selengkapnya13 Warga Rohingya Kini 'Terdampar' di Jalanan Pekanbaru, Mengaku Ada yang Bawa Tapi Tak Tahu Siapa
Mereka berangkat dari Bangladesh dan tiba di Pekanbaru Rabu (13/12) malam.
Baca SelengkapnyaRibuan Umat Muslim di Perbatasan Timor Leste Pawai Obor Bawa Pesan Toleransi
Ribuan Umat Muslim di Perbatasan Timor Leste Pawai Obor Bawa Pesan Toleransi
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mahfud: Pengungsi Rohingya Ditampung Sementara, Karena Itu Menjadi Beban
Permasalahan etnis Rohingnya memilki persoalan dari perdagangan manusia hingga diplomasi.
Baca Selengkapnya3 Warga Bangladesh Jadi Tersangka Penyelundupan Pengungsi Rohingya ke Aceh, Begini Modusnya
Polres Langsa, Aceh menetapkan tiga warga Bangladesh sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan pengungsi Rohingya.
Baca Selengkapnya170 Pengungsi Rohingya Berlabuh di Langkat, Ada yang Sakit dan Kelaparan
170 pengungsi Rohingya berlabuh di Langkat, ada yang sakit dan kelaparan
Baca SelengkapnyaPBNU Tetapkan 1 Ramadan 1445 H Jatuh Pada 12 Maret 2024
Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menetapkan 1 Ramadan 1445 Hijriah jatuh pada tanggal 12 Maret 2024
Baca SelengkapnyaMinta Jadi WNI, Enam Pengungsi Rohingya Ajukan Pembuatan KTP di Disdukcapil Makassar
Satu keluarga berjumlah enam orang yang merupakan pengungsi Rohingya mendatangi Kantor Disdukcapil Makassar untuk mengajukan pembuatan KK dan KTP.
Baca SelengkapnyaHormati Pemilu, Bapanas Bakal Hentikan Bantuan Pangan untuk Sementara Waktu
Bapanas hentikan pemberian bantuan pangan sementara dalam rangka menghormati pemilu 2024.
Baca Selengkapnya