Mengingat Cornell Paper, alasan Orde Baru membenci Ben Anderson
Merdeka.com - Pakar Kajian Indonesia, Benedict Richard O'Gorman Anderson, wafat dalam usia 79 saat berkunjung ke Kota Batu, Jawa Timur, Minggu (13/12) dini hari, karena serangan jantung. Warga Negara Irlandia yang lama berkarir di Amerika Serikat itu sedang melawat ke beberapa kota di Indonesia dalam rangka bertemu sejawat sambil memberi kuliah umum.
Akademisi akrab disapa Om Ben oleh koleganya itu adalah sosok peneliti politik dan sejarah yang dilarang berkunjung kembali ke Tanah Air oleh rezim Orde Baru, setidaknya selama 26 tahun.
Pangkal penolakan visa itu adalah penelitian Ben dan Ruth McVey, sesama pengajar di Universitas Cornell, Ithaca, AS, yang mengkaji kudeta 30 September 1965. Penelitian ini akrab disebut 'Cornell Paper'. Sedangkan judul asli karya ilmiah itu adalah 'Analisis Awal Kudeta 1 Oktober 1965 di Indonesia'.
Dalam paper tersebut, ditemukan bukti visum et repertum resmi dari dokter RSPAD bahwa enam jenderal dan satu perwira TNI Angkatan Darat ditembak mati, bukan disiksa di sekitar kawasan Lubang Buaya, Jakarta, seperti propaganda pemerintah.
Cornell Paper ©2015 Merdeka.com
Salah satu kesimpulan Cornell Paper, yang paling kontroversial, tragedi 1965 sebetulnya adalah intrik di tubuh petinggi Angkatan Darat. Namun kemudian, konflik para jenderal itu menyeret PKI agar ikut terlibat.
Lebih dari itu, Ben Anderson dan McVey memiliki hipotesis bahwa Presiden Suharto sebetulnya dekat dengan para pelaku G30S. Letnan Kolonel Untung, Kolonel Latief, dan Brigadir Jenderal Supardjo - yang kerap disebut pelaksana lapangan G30S - semuanya mantan anak buah Suharto.
Kendati begitu, Cornell Paper menyimpulkan tiga kemungkinan, Suharto 'beruntung' tidak terlibat Dewan Jenderal atau G30S sehingga bisa naik ke tampuk kepemimpinan tertinggi Orde Baru; Suharto adalah mata-mata salah satu kubu yang bersaing di Angkatan Darat, tapi kemudian berkhianat; atau Suharto memang awalnya terlibat Gerakan Kolonel Untung, lalu membelot.
Monumen Orde Baru untuk melegitimasi sejarah G30S ©2013 Merdeka.com/imam buhori
Penelitian ini berdasarkan arsip berita, siaran radio, dokumen mahkamah militer, hingga wawancara beberapa sumber yang dinilai kredibel. Teori di dalam Cornell Paper disepakati oleh sejarawan seperti W.F Wertheim, Coen Hotzappel, atau M.R Siregar.
Publikasi Cornell Paper awalnya dirahasiakan, tetapi bocor pada 5 Maret 1966 dengan munculnya artikel ringkasannya di Koran The Washington Post oleh jurnalis Joseph Kraft. Ben Anderson berusaha meminta tambahan data kepada pemerintah Indonesia, namun ditolak mentah-mentah. Alhasil, ketika terbit lagi pada 1971, kesimpulan maupun data yang disajikan dalam paper ini tidak berubah.
"Kami berpendapat bahwa penerbitan dari interpretasi kejadian ini penting walaupun pada saat penerbitannya masih belum lengkap. Ini penting karena teori kami atas siapa yang bertanggung jawab atas kudeta ini belum pernah disingkapkan sebelumnya," tulis Ben Anderson dalam penerbitan buku Cornell Paper.
Untuk membantah Cornell Paper, Orde Baru lantas menerbitkan versi sejarah 'resmi' G30S, dikerjakan oleh sejarawan Universitas Indonesia Nugroho Notosusanto. Penelitian versi Orde Baru sepenuhnya menyalahkan PKI atas pergoalakan politik 1965.
Gara-gara pelarangan dan sebab-sebab lain, Ben Anderson sempat tak menyukai UI yang ditudingnya
(mdk/ard)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ini merupkan sebuah peristiwa sejarah di era Orde Baru yang mungkin tidak banyak orang ketahui.
Baca SelengkapnyaKolonel Soeprayogi, diangkat sebagai menteri urusan stabilisasi ekonomi oleh Presiden Sukarno, memainkan peran kunci dalam peraturan untuk pengambilan keputusan
Baca SelengkapnyaLahir di Tarutung, Tapanuli, Sumatra Utara pada 26 Agustus 1914, Albert sudah menekuni dunia jurnalistik sejak usianya menginjak remaja.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ini kesaksian Soeharto saat revolusi terjadi. Apa yang sedang dikerjakannya?
Baca SelengkapnyaMasyarakat setempat bersikap wajar dalam bereaksi terkait adanya konvoi itu.
Baca SelengkapnyaAnggawira menilai Anies Baswedan lupa dengan sejarah soal pernyataannya orang dalam atau 'ordal'.
Baca SelengkapnyaSumatera Barat bagi Mahfud bukan hanya sekadar penyumbang orang atau tokoh, tetapi juga sebagai daerah tempat meramu ideologi yang lahir di negara ini.
Baca SelengkapnyaTahun 1980an, preman merajalela. Aparat Orde Baru punya satu penyelesaian: Penembak Misterius
Baca SelengkapnyaDalam sejarah berdirinya negara Singapura, sosok presiden pertama yang menjabat adalah keturunan Indonesia.
Baca Selengkapnya