Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kisah TKI ilegal di Malaysia, pulang malu tak pulang rindu

Kisah TKI ilegal di Malaysia, pulang malu tak pulang rindu Konflik Sabah. ©2013 Merdeka.com/Hery Winarno

Merdeka.com - Tangannya kekar dengan otot-otot menyembul di lengan. Raut mukanya terlihat keras dan tampak lebih tua dari usianya. Badannya yang agak bungkuk namun terlihat kekar menjadi bukti kerja dan hidup keras yang dialaminya.

"Saya Nursalim, dari Bugis, Indonesia," ujar pria 49 tahun ini memperkenalkan diri kepada reporter merdeka.com, Hery H Winarno, di kawasan perkebunan kelapa sawit di Kinabatangan, sekitar 100 Km dari Lahad Datu, Sabah, Malaysia, Kamis (14/3).

Nursalim sudah hampir 15 tahun hidup dan bekerja di ladang sawit. Pria yang telah dikaruniai dua anak ini bekerja sebagai penombak sawit. Sawit-sawit yang siap panen, ditombak hingga jatuh ke tanah untuk kemudian diangkut ke pabrik dengan truk besar dan diolah jadi minyak. Tiap hari pohon sawit ribuan hektar ditombaknya.

Salim, begitu dia sapa, mengaku tidak memiliki paspor dan KTP Indonesia. Salim adalah salah satu potret imigran gelap Indonesia di Negeri Jiran.

"KTP pun sudah lama mati, sudah lama tak pulang ke Indonesia, jadi tak bisa perpanjang KTP," terangnya.

Salim awalnya mengaku bekerja serabutan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Lalu dia ditawari calo untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit di Malaysia. Dia diiming-imingi gaji besar, tiga kali lipat dibanding bekerja di perkebunan sejenis di Kalimantan atau Sumatera.

"Katanya mau dikasih paspor, tapi sampai sekarang tak ada. Sudah tanya kepada manajer ladang tapi tidak ada terus," terangnya.

Nursalim tinggal bersama istri dan dua anaknya di perumahan di tengah-tengah ribuan hektar hutan sawit. Jarak perumahan pekerja ladang atau biasa disebut estat ke jalan utama sekitar 2 jam perjalanan dengan truk besar.

"Kalau ke Lahad Datu dari estat sekitar 3 jam. Dari estat keluar jalan besar 2 jam, jalannya tanah belum aspal, sampai jalan besar baru aspal, dari jalan aspal ke Lahad satu jam," terangnya.

Menurutnya, janji calo yang menawarinya kerja tidak sepenuhnya salah. Nursalim diupah antara 800-1.000 ringgit (Rp 2,5 hingga 3 juta lebih) perbulan. Istrinya yang bekerja sebagai pemungut sawit diupah 600 hingga 800 ringgit.

"Di Kalimantan mungkin satu jutaan, tapi di sini apa-apa mahal. Uang pun habis buat makan saja. Beras, sayur, telor mahal," terangnya.

Namun untuk pulang ke Indonesia, Nursalim pun ragu. Di Indonesia, suami Nurfajriah ini tak yakin mendapat kerja.

"Macam mana yah, di sana kerja pun kadang sulit. Di sini kita kerja, walaupun begini kita tetap bisa cari makan, di sini pun tenang dan aman," ujarnya.

Meski demikian, Nursalim tetap merasa rindu kepada kampung halamannya. Apalagi kedua anaknya yang baru berumur 8 dan 5 tahun belum pernah diajaknya ke Indonesia.

"Kita saudara dan keluarga masih banyak di Indonesia, tapi mau pulang pun malu karena kita punya tabungan belum banyak. Orang merantau ke sini pulang biasanya bawa duit banyak, tetapi kita juga rindu kita punya keluarga, ingin berjumpa, ingin berkumpul. Macam bahasa orang Melayu yang pergi merantau, pulang malu tak pulang rindu," terangnya.

Keduanya sendiri bersekolah di estat. Ada guru yang didatangkan dari Indonesia yang menjadi guru di estat mereka.

"Kami bekerja di ladang, kadang di blok sini, kadang di blok lain. Kita cari saja mana lokasi sawit yang bisa ditombak. Anak-anak sekolah di estat, ada cikgu (guru) dari Indonesia," terangnya.

Terkait perang di wilayah Tandou dan sekitarnya, hal itu tidak terlalu berpengaruh untuk perkebunan tempat Salim dan seratusan TKI lainnya. Lokasi perkebunan mereka tergolong jauh, dari lokasi konflik.

"Di estat kami ada seratusan orang Indonesia, ada yang punya paspor ada juga yang tidak macam kami ini. Tapi di sini bos tidak masalah kita punya paspor atau tidak, yang penting kami bisa kerja. Kalau kerja bagus, sawit ditombak banyak gaji bagus, kalau kerja malas, sawit dikit gaji kecil," paparnya.

Dalam hati kecilnya, Salim pun ingin segera kembali ke tanah air. Namun dengan kondisi saat ini, Salim belum bisa memastikan kapan dia bisa membawa pulang keluarganya ke Indonesia.

"Tak tahulah kapan. Mungkin nanti kalau uang sudah banyak dikit kita pulang, saya ingin buka usaha di kampung saja," imbuhnya.

(mdk/ren)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Fakta Pemuda Nias Selatan Dijanjikan Masuk TNI AL, Malah Dibunuh Dibuang ke Jurang Keluarga Diperas

Fakta Pemuda Nias Selatan Dijanjikan Masuk TNI AL, Malah Dibunuh Dibuang ke Jurang Keluarga Diperas

Keluarga diminta setor Rp200 juta agar anaknya lulus, padahal sudah dibunuh

Baca Selengkapnya
Jenderal TNI Pasang Badan 3 Anak Buah Diamankan Polisi Malaysia: Saya Bertanggung Jawab!

Jenderal TNI Pasang Badan 3 Anak Buah Diamankan Polisi Malaysia: Saya Bertanggung Jawab!

Jenderal TNI ini pasang badan terhadap 3 anak buahnya yang diamankan oleh polisi Malaysia.

Baca Selengkapnya
Jangan Sampai Salah Hitung, Ini Biaya Perlu Diperhitungkan saat Mudik dengan Kendaraan Pribadi

Jangan Sampai Salah Hitung, Ini Biaya Perlu Diperhitungkan saat Mudik dengan Kendaraan Pribadi

Kendaraan pribadi cukup banyak memakan biaya baik sebelum maupun saat melakukan perjalanan mudik Lebaran.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Satu Keluarga Tertimpa Tembok Runtuh di Jaksel Saat Lagi Tidur, Empat Orang Terluka

Satu Keluarga Tertimpa Tembok Runtuh di Jaksel Saat Lagi Tidur, Empat Orang Terluka

Tiba-tiba tembok tetangga yang lebih tinggi runtuh dan menimpa rumah Suyoto

Baca Selengkapnya
Tak Terima Ditegur karena Bawa Pacar ke Rumah, Pemuda di Maros Tega Bunuh Kakak Kandung

Tak Terima Ditegur karena Bawa Pacar ke Rumah, Pemuda di Maros Tega Bunuh Kakak Kandung

Seorang pemuda di Maros, Sulawesi Selatan, MA (22) gelap mata setelah ditegur karena membawa pacarnya ke rumah. Dia tega membunuh kakak kandungnya AA (31).

Baca Selengkapnya
Tak Tinggal Diam ketika HP Dijambret, Emak-Emak di Serang Kejar Pelaku hingga Tertangkap

Tak Tinggal Diam ketika HP Dijambret, Emak-Emak di Serang Kejar Pelaku hingga Tertangkap

Aksi berani ditunjukkan seorang emak-emak bernama Eni (54). Dia mengejar dua penjambret handphonenya hingga salah seorang di antara mereka tertangkap.

Baca Selengkapnya
4 Sekeluarga Tewas Diduga Dirampok di Musi Banyuasin, Rumah Korban Jauh dari Permukiman

4 Sekeluarga Tewas Diduga Dirampok di Musi Banyuasin, Rumah Korban Jauh dari Permukiman

Korban HR merupakan pedagang ponsel keliling. Dia tinggal bersama tiga korban lain, yakni ibunya dan dua anaknya sejak bercerai dengan istrinya dua tahun lalu.

Baca Selengkapnya
Tinggalkan Pekerjaan di Kota Besar Pilih Pulang Kampung agar Dekat dengan Anak Istri, Kisah Pedagang Kelontong Asal Tuban Ini Bikin Haru

Tinggalkan Pekerjaan di Kota Besar Pilih Pulang Kampung agar Dekat dengan Anak Istri, Kisah Pedagang Kelontong Asal Tuban Ini Bikin Haru

Pendapatannya saat ini jauh lebih sedikit tapi ia mengaku bahagia

Baca Selengkapnya
Tak Takut Dicuri, Perempuan Ini Tunjukkan Kompaknya Pengendara Motor Tinggalkan Kendaraan Tanpa Cabut Kunci

Tak Takut Dicuri, Perempuan Ini Tunjukkan Kompaknya Pengendara Motor Tinggalkan Kendaraan Tanpa Cabut Kunci

Orang-orang tanpa takut meninggalkan kendaraannya dengan kunci yang masih menempel.

Baca Selengkapnya