Kemlu RI: Dalam 5 Tahun Terakhir Ada 7.027 WNI Terlibat Kasus Penipuan Online di 10 Negara, Terbanyak di Asia Tenggara
Pemerintah Indonesia berhasil memulangkan 699 WNI yang terlibat dalam kasus penipuan online dari Myawaddy, Myanmar.

Direktur Pelindungan WNI di Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI) mengungkapkan bahwa sebanyak 7.027 Warga Negara Indonesia (WNI) terlibat dalam kasus online scam. Data tersebut mencakup laporan yang diterima sejak tahun 2020 hingga laporan terbaru pada April 2025.
Kasus-kasus ini tersebar di sepuluh negara, di mana tujuh di antaranya berada di Asia Tenggara, sedangkan tiga lainnya berasal dari luar kawasan tersebut, termasuk Uni Emirat Arab dan Afrika Selatan. Selain itu, Judha melaporkan bahwa Kemlu RI telah berhasil memulangkan 699 WNI dari Myawaddy, Myanmar, melalui tiga gelombang pemulangan, dengan rincian gelombang pertama (46 orang), gelombang kedua (84 orang), dan gelombang ketiga (569 orang).
Namun, meskipun telah ada pemulangan, masih terdapat WNI yang berada di daerah konflik tersebut hingga saat ini. "Dapat kami sampaikan bahwa kami masih menerima 30, paling tidak, pengaduan WNI yang masih ada di Myawaddy. Dan berdasarkan pemulangan yang kami lakukan kepada 699 WNI, yang kita pulangkan sebelumnya, mereka memberikan kesaksian bahwa masih banyak WNI kita yang ada di sana," ujar Judha dalam pernyataan pers di Kemlu RI pada Kamis (24/4/2025). "Faktanya, sebagian dari mereka memang memilih untuk tetap bekerja di sana."
Peran keluarga sangatlah penting

Dengan meningkatnya jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang terlibat dalam kasus penipuan online, Judha menyatakan bahwa pemerintah berupaya keras untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. "Kami sangat-sangat membutuhkan dan mengharapkan kerja sama dari semua pihak termasuk kepada keluarga," ungkap Judha.
Judha menekankan pentingnya peran keluarga dalam mencegah kasus-kasus tersebut. "Sebagai lingkaran terdekat, dalam banyak kasus yang kami tangani, ketika kami tanya ke pihak keluarga, di mana anaknya bekerja, mereka tidak tahu. Bekerjanya dengan siapa juga mereka tidak tahu," tambahnya. Hal ini menunjukkan bahwa sering kali keluarga tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas anggota keluarganya.
Lebih lanjut, Judha mengungkapkan bahwa banyak WNI yang terjebak dalam penipuan online tidak pernah menandatangani kontrak kerja sebelum berangkat. "Jadi kami mendukung dan mengharapkan pihak masyarakat, di samping kami juga berkolaborasi dengan berbagai macam komunitas dan berbagai macam lembaga terkait," ujarnya. Kerja sama yang solid antara pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat mengurangi jumlah kasus serupa di masa depan.