Merdeka.com - Jepang menjadi negara Asia pertama mengusir diplomat Suriah. Duta Besar Mohamad Ghassan al-Habash menyusul nasib belasan diplomat lain terusir akibat serangan brutal di Kota Houla, Provinsi Homs.

Situs Asia One melaporkan, Rabu (30/5), Menteri Luar Negeri Jepang Koichiro Gemba menyatakan tindakan ini diambil setelah mencermati respon dunia internasional mengutuk kekerasan di Suriah. "Kami mengusir diplomat Suriah karena catatan pelanggaran hak asasi selalu terjadi di negara itu beberapa waktu terakhir," kata Gemba di Ibu Kota Tokyo hari ini.

Gemba mengumumkan Duta Besar Al-Habash diminta meninggalkan Jepang sampai batas waktu tidak ditentukan. Meski demikian, sang menteri menjamin kedua negara masih menjalin hubungan diplomatik.

Pengusiran ini membuat Jepang mengikuti langkah Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Kanada, Amerika Serikat, Bulgaria, dan Turki. Sikap keras ini adalah tekanan lanjutan setelah negara-negara itu kompak mengecam tindakan brutal serdadu Suriah di Kota Houla, Jumat pekan lalu.

Insiden itu menewaskan 108 orang, termasuk 34 anak. Puluhan tank pemerintah menyerbu kota basis kelompok oposisi itu saat dini hari.

Dari negara-negara di kawasan Asia Pasifik, baru Jepang dan Australia yang mengusir diplomat Suriah. Bahkan, Negeri Kanguru itu menjadi negara pertama setelah meminta kuasa usaha Suriah di Ibu Kota Canberra pergi.

China sebagai sekutu Suriah di kawasan Asia mengecam insiden Houla. Namun Negeri Tirai Bambu itu bersama Rusia menolak kekerasan di Provinsi Homs pekan lalu menjadi alasan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan serangan militer.

Di lain pihak, Indonesia akhirnya mengecam kekerasan Suriah, hari ini, lima hari berselang setelah insiden Houla disorot dunia internasional. Namun, Marty memastikan belum akan mengusir diplomat Suriah di Jakarta. Dia menyatakan pemerintah konsisten mendesak Presiden Basyar al-Assad agar menhentikan kekerasan terhadap warga sipil dan melakukan proses perubahan politik adil.

Sejak konflik antara pihak oposisi dan pemerintah Suriah meletup Maret tahun lalu, diperkirakan 11 ribu nyawa melayang, kebanyakan penduduk sipil.