Demonstran Myanmar Iringi Pemakaman Perempuan yang Tewas karena Tertembak di Kepala
mya thwate thwate khaing. ©AFP handout Courtesy of family of mya thawate
Merdeka.com - Lagu pemakaman umat Buddha yang murung dibunyikan di ibu kota Myanmar saat jenazah seorang perempuan muda, yang ditembak saat mengikuti unjuk rasa anti kudeta, dibawa ke upacara pemakaman pada Minggu (21/2).
Ribuan orang berbaris menuju prosesi tersebut untuk memberi penghormatan kepada Mya Thwate Thwate Khaing, yang ditembak di kepala dua hari sebelum ulang tahunnya ke 20 tahun.
Pegawai supermarket itu bertahan hidup selama 10 hari, tapi mengembuskan nafas terakhir pada Jumat karena luka yang dideritanya, membuatnya menjadi demonstran pertama yang tewas karena ikut serta dalam kampanye masif pembangkangan publik yang berlangsung di negara itu.
Seorang penjaga kehormatan saling bergandengan tangan dan membentuk lingkaran mengelilingi peti jenazahnya saat keluarganya dan para pelayat berada di dekatnya untuk memberi penghormatan terakhir.
“Tolong jangan pergi,” bisik salah satu keluarganya saat peti mati dibuka, seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (22/2).
Konvoi sepeda motor mengiringi mobil jenazah hitam dan emas berhias yang membawa Mya Thwate Thwate Khaing ke aula pemakaman, di samping kendaraan lain yang dihiasi karangan bunga dan foto-foto almarhum.
Para pelayat yang berkumpul di luar aula pemakaman mengangkat salam tiga jari yang telah diadopsi sebagai tanda perlawanan terhadap kekuasaan militer.
Massa membubarkan diri saat peti matinya dibakar dalam proses kremasi, asap tipis mengepul dari cerobong asap aula pemakaman.
'Dia punya banyak harapan'
“Dia anak muda yang punya banyak harapan untuk masa depannya,” kata kakak Mya, Poh Poh kepada AFP dua pekan lalu.
Pada hari-hari setelah dia ditembak, Mya Thwate Thwate Khaing telah menjadi simbol perlawanan nasional yang kuat terhadap kekuasaan militer.
Para demonstran juga mengadakan upacara penghormatan di tempat lain, meletakkan bunga di tugu peringatan untuk korban dan melafalkan Metta Sutta - doa Buddha untuk meminta perlindungan dari bahaya.
“Kami tidak bisa menghadiri pemakamannya, jadi kami berdoa untuknya,” kata Ye Lin Tun, yang berkumpul bersama teman-temannya di Yangon pada Minggu, kepada AFP.
Demonstran dalam beberapa hari terakhir mengangkat foto Mya Thwate Thwate Khaing dalam unjuk rasa jalanan, dan berita kematiannya pada Jumat mengirimkan percikan kemarahan ke seluruh negeri.
Beberapa orang dalam gerakan unjuk rasa menggambarkannya sebagai seorang “martir”, dan kelompok HAM meminta penyelidikan independen atas kematiannya.
“Pembunuhan polisi ini sangat memalukan dan tak dapat diterima, tak ada kata-kata yang bisa menggambarkannya,” ujar Phil Robertson dari Human Rights Watch.
“Petugas yang menarik pelatuk itu harus diselidiki, ditangkap, dan dituntut sepenuhnya sesuai hukum.”
Pada Minggu, media pemerintah mengklaim otopsi jasad Mya Thwate Thwate Khaing menunjukkan tak ada peluru yang ditembakkan polisi. Laporan ini juga mengklaim Mya Thwate melempari pasukan keamanan dengan batu saat unjuk rasa.
Tapi Amnesty International mengatakan rekaman insiden tersebut menunjukkan “polisi dengan ceroboh menargetkan pengunjuk rasa, tanpa mempedulikan nyawa atau keselamatan mereka”. [pan]
Baca juga:
Buntut Tewasnya Dua Demonstran, Facebook Hapus Akun Berita Resmi Militer Myanmar
Polisi Myanmar Tangkap Artis Pendukung Oposisi Setelah Dua Demonstran Tewas Tertembak
Kapal Angkatan Laut Myanmar Tiba di Malaysia Jemput 1.200 Warga yang Dideportasi
Dua Orang Tewas Tertembak dalam Unjuk Rasa Paling Mematikan di Kota Mandalay Myanmar
Demonstran Myanmar yang Pekan Lalu Tertembak di Kepala Akhirnya Tewas
Lukisan, Puisi, & Lagu Jadi Senjata Baru Perlawanan Rakyat Myanmar Terhadap Militer
Baca Selanjutnya: 'Dia punya banyak harapan'...
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami