China Kerahkan Mobilisasi Massa Gaya Mao Perangi Corona
Merdeka.com - Pemerintah China kini mengerahkan banyak sukarelawan dan perwakilan Partai Komunis ke kota-kota dan desa-desa untuk menjalankan tugas pengawasan sosial terbesar sepanjang sejarah.
Tujuan dari kegiatan ini adalah menjaga agar ratusan juta rakyat China lainnya tidak menjalin kontak dengan orang lain kecuali keluarga atau kerabat mereka.
Negeri Tirai Bambu kini menghadapi wabah virus corona dengan mobilisasi massa gaya Mao yang tidak pernah disaksikan dunia selama beberapa dekade terakhir. Kegiatan ini untuk mencegah penyebaran lebih luar virus corona dengan menjalankan pengawasan di lingkungan sekitar.
Laman the New York Times melaporkan, Minggu (16/2), di sejumlah kompleks perumahan di kota-kota kini ada pengawasan tentang seberapa sering warga keluar rumah. Sejumlah gedung apartemen juga bisa menolak penghuni jika mereka baru pulang dari luar kota. Stasiun kereta melarang orang masuk ke kota itu jika mereka tidak bisa membuktikan mereka tinggal atau bekerja di kota itu. Di sejumlah pedesaan, warga memblokir jalan masuk dengan adangan kendaraan, tenda atau barang lainnya.
Meski China dikenal dengan kemampuan teknologi pemantauan, namun di tengah wabah corona ini mereka masih mengandalkan ratusan ribu pekerja dan sukarelawan yang mesti memeriksa suhu tubuh warga, mencatat pergerakan mereka, mengawasi karantina dan yang terpenting menjaga agar tidak ada orang yang terkena virus masuk ke wilayah mereka.
Sejumlah pemukiman menerapkan aturan ketat dari mulai pos pemeriksaan hingga batasan keluar rumah. Aturan-aturan ketat ini berdampak hingga sedikitnya ke 760 juta rakyat China, atau hampir separuh populasi, menurut pengamatan the New York Times. Sebagian besar dari mereka tinggal jauh dari Wuhan, kota yang menjadi asal mula penyebaran corona yang kini sudah diblokade oleh pemerintah sejak bulan lalu.
Di sejumlah tempat warga dan pemerintah lokal punya aturan sendiri untuk mengatur urusan keluar masuk warga.
Presiden China Xi Jinping sudah menyerukan perang total untuk menghadapi wabah corona. Namun sejumlah larangan menghambat para pekerja untuk kembali ke pabrik-pabrik dan tempat bisnis. Hal ini jelas memperburuk perekonomian China. Dengan kondisi saat ini yang serba penuh aturan dan batasan, tidak heran jika sejumlah pihak menerapkan aturan ekstrem.
Li Jing, 40 tahun, profesor sosiologi di Universitas Zhejiang di sebelah timur Hangzhou, hampir dilarang membawa suaminya ke rumah sakit setelah belum lama ini dia tersedak tulang ikan ketika makan malam. Alasannya? Lingkungan tempat dia tinggal hanya membolehkan satu orang per keluarga yang meninggalkan rumah setiap harinya.
"Ketika wabah ini sudah terungkap, pemerintah pusat menekan pejabat lokal," ujar Li. "Itu menimbulkan persaingan antarwilayah, dan pemerintah lokal yang tadinya konservatif menjadi radikal."
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ini yang dikhawatirkan AS bila tidak segera memutuskan kelanjutan stasiun luar angkasa yang akan habis masa pakainya.
Baca SelengkapnyaMereka bilang ini ide paling bodoh yang pernah saya lakukan. Saya tidak peduli selama orang dapat menggunakannya
Baca SelengkapnyaAgresif menjadi kunci utama masyarakat China dalam menjalankan bisnis perdagangan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jjumlah penduduk China berkurang 850.000 orang menjadi sekitar 1.411,75 juta pada tahun 2022.
Baca SelengkapnyaKaesang berharap pers Indonesia semakin independen dalam mengedukasi masyarakat dengan beragam pemberitaan.
Baca SelengkapnyaKepergian panda Fu Bao membuat para penggemarnya tak kuasa menahan tangis
Baca SelengkapnyaBanyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,
Baca SelengkapnyaWalaupun sudah lama meninggalkan tanah air, Ibu Bunga terdengar lancar berbahasa Indonesia.
Baca SelengkapnyaEksportir dan pedagang di pameran perdagangan besar China mengeluhkan sepinya pembeli akibat ketidakpastian global.
Baca Selengkapnya