China Akan Larang Penggunaan Sedotan Sampai Pengorek Telinga Mulai Akhir 2020
Merdeka.com - China, penghasil limbah plastik terbesar di dunia kini siap memulai rencana lima tahun untuk mengurangi limbah plastik. Program ambisius dengan implikasi luas pada pasokan negara, sambil menciptakan miliaran dolar yang menjadi peluang bisnis baru.
Seperti dikutip dari laman South China Morning Post, Sabtu (12/9), pada akhir tahun larangan akan diberlakukan pada produksi dan penjualan peralatan makan plastik atau styrofoam sekali pakai, sedotan, serta pengorek telinga.
Penggunaan kantong plastik non-biodegradable (tak bisa terurai) akan dilakukan secara bertahap mulai tahun ini, meluas ke seluruh negeri pada tahun 2025. Hotel harus berhenti membagikan produk plastik pembuangan gratis, sementara kurir diinstruksikan untuk berhenti menggunakan kemasan non-biodegrable.
Menurut Asosiasi Daur Ulang Sumber Daya Nasional China, dari 63 juta ton limbah plastik yang diproduksi China tahun lalu, 30 persen didaur ulang, 32 persen dibuang ke tempat pembuangan sampah, 31 persen dibakar dan 7 persen ditinggalkan.
“Dibandingkan dengan praktik di Eropa dan banyak negara lain, kerangka kebijakan baru ini adalah yang paling komprehensif di dunia, dan akan memberikan nilai referensi yang baik bagi negara lain,” jelas Zhao Kai, wakil ketua Asosiasi Ekonomi Sirkuler China (CACE), sebuah badan yang didukung negara untuk perumusan dan implementasi kebijakan konservasi sumber daya dan perlindungan lingkungan pemerintah.
Sebelumnya, China mulai memangkas sampah plastik pada 2018 ketika negara yang mengimpor setengah dari sampah plastik yang dapat didaur ulang di dunia, melarang praktik tersebut.
Dari 100 juta ton sampah plastik yang dihasilkan oleh 2 miliar orang yang tinggal dalam jarak 50 kilometer dari pantai, sekitar 8 juta ton plastik setara dengan jumlah yang dibawa oleh truk sampah setiap menit memasuki lautan setiap tahun.
Kemudian sampah itu masuk ke laut melepaskan racun saat bahan tersebut terurai perlahan. Sisa akhirnya dimakan oleh burung laut, penyu, serta ikan, sementara limbah plastik sering kali membuat mamalia dan burung laut mati lemas.
Diperkirakan 40 persen sampah plastik global berakhir di lingkungan, dengan sisanya didaur ulang, dibakar atau dibuang ke tempat pembuangan sampah.
“Berdasarkan angka yang kami lihat, jika kami tidak melihat perubahan dalam cara pengelolahan sampah plastik dan pembentukan sistem konsumsi berkelanjutan, lebih banyak dari mereka yang akan berakhir di lingkungan,” jelas Jacob Duer, Kepala eksekutif Alliance di Singapura.
“Masalah plastik sangat besar, mendesak, dan kompleks,” tambahnya.
Sementara detail implementasi kebijakan dukungan kurang dalam edaran Beijing tentang pengembangan produk pengganti. Zhao mengatakan kekuatan pasar akan menentukan produk apa dan perusahaan mana yang akan muncul sebagai pemenang.
Reporter Magang: Galya Nge
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sampah Plastik Asal China hingga Vietnam Terdampar di Pantai Kawasan Natuna Kepulauan Riau
Jumlah sampah akan bertambah banyak jika memasuki awal tahun seperti Januari dan Februari.
Baca SelengkapnyaPedagang di Jakbar Temukan Sekantong Plastik Berisi Peluru dan Granat
Seorang pedagang dikagetkan dengan temuan sekantong plastik. Plastik tersebut berisi peluru dan granat di pinggir kali.
Baca SelengkapnyaMulai Ramadan 2024, Garuda Indonesia Gunakan Kemasan Ramah Lingkungan dalam Layanan Penerbangan
Dengan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai melalui penggunaan kemasan ramah lingkungan ini, diharapkan dapat menurunkan emisi karbon.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pameran Perdagangan Terbesar di China Sepi, Pedagang Ngeluh: Harga Barang Kami Semurah Kol di Pasar
Eksportir dan pedagang di pameran perdagangan besar China mengeluhkan sepinya pembeli akibat ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaCerita Konglomerat China Gagal Melamar Kerja 30 Kali hingga Akhirnya Punya Kekayaan Ratusan Triliun
Mereka bilang ini ide paling bodoh yang pernah saya lakukan. Saya tidak peduli selama orang dapat menggunakannya
Baca SelengkapnyaLusa, Presiden Jokowi Resmikan Pabrik Bahan Peledak di Kalimantan Timur
Pabrik ini mampu memproduksi sekitar 75 ribu ton bahan peledak setiap tahunnya.
Baca SelengkapnyaBeras di Singapura Ternyata Lebih Murah dari Indonesia, Mendagri Ungkap Penyebabnya
Singapura menyandang status sebagai negara maju namun tidak bisa memproduksi bahan pangan sendiri.
Baca SelengkapnyaMentan Sentil Dirut Bulog: Jangan Terlalu Bersemangat Impor Daging Kerbau, tapi Lupa Serap Gabah dan Jagung Petani
Saat ini, Kementan tengah fokus pada pemenuhan pangan dalam negeri untuk menekan kebijakan impor. Dua di antara komoditas jagung dan padi.
Baca SelengkapnyaIndia Lepaskan Merpati yang Dituding Jadi Mata-Mata China, Di Sayapnya Ada Tulisan
India Lepaskan Merpati yang Dituding Jadi Mata-Mata China, Di Sayapnya Ada Tulisan
Baca Selengkapnya