Merdeka.com - AS secara resmi menetapkan militer Myanmar melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan terhadap minoritas Rohingya, seperti disampaikan Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada Senin.
Blinken memperingatkan, sepanjang junta militer berkuasa di Myanmar, tidak akan ada orang yang selamat.
Dikutip dari France 24, Selasa (22/3), Blinken menyampaikan serangan terhadap Rohingya "meluas dan sistematis" dan bukti menunjukkan niat yang jelas untuk menghancurkan sebagian besar minoritas Muslim itu.
Putusan itu bisa memperkuat upaya untuk meminta pertanggujawaban para jenderal dan membantu mencegah kekejaman lebih lanjut, seperti yang diyakini sejumlah pejabat AS. Para aktivis menyambut baik langkah tersebut, tapi menyerukan tindakan konkret seperti sanksi yang lebih keras untuk junta.
Dalam pidatonya di Holocaust Memorial Museum Washington, Blinken menyinggung pengakuan tragis dan mengerikan para korban, yang ditembak di kepala, diperkosa, dan disiksa.
Angkatan bersenjata Myanmar meluncurkan operasi militer pada 2017 yang memaksa sedikitnya 730.000 Rohingya melarikan diri menuju Bangladesh.
"Sejak kudeta, kita melihat militer Burma menggunakan banyak taktik yang sama. Baru sekarang militer menargetkan siapa pun di Burma yang dianggapnya menentang atau merusak aturan represifnya," jelasnya.
"Bagi mereka yang tidak menyadarinya sebelum kudeta, kekerasan brutal yang dilancarkan militer sejak Februari 2021 telah memperjelas tidak ada seorang pun di Burma yang akan selamat dari kekejaman sepanjang militer berkuasa."
Militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari 2021 yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing dengan dalih kecurangan pemilu pada November 2020 yang dimenangkan partai Aung San Suu Kyi. Kelompok pemantau pemilu tidak menemukan bukti atas tuduhan kecurangan massal itu.
Menurut Direktur Advokasi Asia Human Rights Watch (HRW), John Sifton, Washington harus bekerja melalui badan-badan PBB untuk mendorong pertanggungjawaban militer Myanmar sembari memperluas sanksi untuk menargetkan cadangan mata uang asing yang dikumpulkan junta Myanmar dari pendapatan minyak dan gas.
"Militer Myanmar akan terus melakukan kekejaman sepanjang pemerintah lain gagal bertindak untuk menuntut pertanggungjawaban mereka," jelasnya.
Blinken juga mengumumkan anggaran baru sebesar USD 1 juta untuk penyelidikan PBB terkait Myanmar dan mengatakan AS berbagi informasi dengan Gambia berkaitan dengan kasus ini di Mahmakah Internasional di mana Gambia menuding Myanmar melakukan genosida.
Pengumuman ini disampaikan Blinken setelah penyelidikan empat tahun lebih oleh Departemen Luar Negeri AS, termasuk laporan 2018 yang disiapkan bersama pengacara dari luar yang melakukan survei terhadap 1.000 lebih pengungsi Rohingya yang tinggal di Bangladesh.
Blinken mengatakan, tiga perempat dari Rohingya yang disurvei menyaksikan militer membunuh orang dan lebih dari setengah menyaksikan tindakan kekerasan seksual, menambahkan temuan-temuan ini "menunjukkan bahwa penyiksaan ini bukan kasus terpisah." [pan]
Baca juga:
Gunting Pagar Penampungan, Pengungsi Rohingya di Aceh Kabur Bertambah jadi 31 Orang
Pengungsi Rohingya Masih di Perairan Aceh, TNI AL Sebut Tunggu Arahan Pemerintah
Kapal Pengungsi Rohingya Terdampar di Perairan Aceh Diduga Akibat Mesin Meledak
Ini Daftar Kekejaman Tentara Myanmar, Bantai & Perkosa Muslim Rohingya
Kesaksian Dua Tentara Myanmar yang Membantai dan Memperkosa Muslim Rohingya
Rusia Sebut yang Dirudal Gudang Senjata dari AS-Eropa, Bukan Mal Ukraina
Sekitar 35 Menit yang laluPenelitian: Satu dari Empat Orang di Dunia Terancam Banjir Besar
Sekitar 1 Jam yang laluDalam 18 Bulan 149 Buruh Migran Indonesia Tewas di Tahanan Imigrasi Malaysia
Sekitar 1 Jam yang laluPesawat Antariksa China Rekam Seluruh Permukaan Mars, Temukan Objek Mengejutkan
Sekitar 2 Jam yang laluNenek Moyang Paling Awal Manusia 1 Juta Tahun Lebih Tua dari Perkiraan Sebelumnya
Sekitar 3 Jam yang laluSelain Perdamaian, Apa yang Diincar Jokowi Saat Pergi ke Ukraina dan Rusia?
Sekitar 4 Jam yang laluKTT NATO di Madrid Tampilkan Menu Makanan Rusia
Sekitar 6 Jam yang laluKerusuhan di Penjara Kolombia, 49 Napi Tewas Saat Hendak Kabur
Sekitar 7 Jam yang laluWaspada Gelombang Baru Covid, Ini Daftar Varian Virus Corona Paling Menular
Sekitar 9 Jam yang laluPotret Jokowi dan Iriana Berangkat ke Ukraina dengan Kereta Luar Biasa
Sekitar 10 Jam yang laluCerita Reshuffle Kabinet Jokowi
Sekitar 1 Minggu yang laluSosok John Wempi Wetipo, Kader PDIP Miliki Rp65 M Dipuji Megawati Karena Disiplin
Sekitar 1 Minggu yang laluLuhut Bongkar Rahasia, Kisah di Balik Jokowi Sering Merotasinya Sebagai Menteri
Sekitar 1 Minggu yang laluMomen Jokowi Lupa Sapa Zulkifli Hasan dan Hadi Tjahjanto di Sidang Kabinet Paripurna
Sekitar 1 Minggu yang laluCerita Reshuffle Kabinet Jokowi
Sekitar 1 Minggu yang laluJokowi Susuri Bangunan Hancur di Ukraina, Harap Tak Ada Lagi Kota Rusak Akibat Perang
Sekitar 14 Menit yang laluMa'ruf Amin: Kunjungan Jokowi ke Rusia dan Ukraina Bersejarah Bagi Indonesia
Sekitar 20 Menit yang laluJokowi Blusukan Lihat Gedung Porak-poranda di Ukraina Akibat Perang
Sekitar 40 Menit yang laluRKUHP Pasal Penghinaan, Wamenkum HAM: Tak Dihapus, Dilarang Menghina Bukan Kritis
Sekitar 1 Jam yang laluPakar UGM Sebut Masyarakat Sudah Kebal Covid-19, Ingatkan Soal Bahaya Ini
Sekitar 5 Jam yang laluWaspada Gelombang Baru Covid, Ini Daftar Varian Virus Corona Paling Menular
Sekitar 9 Jam yang laluUpdate Kasus Covid Nasional Hari Ini Per 28 Juni 2022
Sekitar 1 Hari yang laluHarga BBM Shell Kembali Naik, Bagaimana dengan Pertamina?
Sekitar 3 Minggu yang laluJokowi Soal Harga BBM: Subsidi APBN Gede Sekali, Tahan Sampai Kapan?
Sekitar 1 Bulan yang laluJokowi Blusukan Lihat Gedung Porak-poranda di Ukraina Akibat Perang
Sekitar 40 Menit yang laluRusia Sebut yang Dirudal Gudang Senjata dari AS-Eropa, Bukan Mal Ukraina
Sekitar 52 Menit yang laluAdvertisement
Advertisement
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami