Merdeka.com - Sebanyak tujuh orang aktivis pro-demokrasi Thailand ditangkap oleh polisi tanpa alasan yang jelas. Saat melakukan unjuk rasa di kantor Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, menuntut dilaksanakannya pemilihan umum pada bulan November.

Sekitar 500 demonstran berkumpul di Universitas Thammasat, Bangkok, untuk melakukan demo ke Gedung Pemerintah. Namun aksi tersebut sempat ditahan oleh barikade polisi yang telah berjaga di sekitar universitas.

Kanokwan, ibu rumah tangga berusia 58 tahun mengatakan, dia muncul dalam aksi ini karena dia percaya pemilihan akan membawa Thailand menuju kemakmuran, dikutip dari Straits Times, Rabu (23/5).

Ini merupakan serangkaian aksi protes terhadap pemerintah Thailand yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir menandai empat tahun pemerintahan militer. Sejak kudeta yang menggulingkan pemerintah terpilih Yingluck Shinawatra pada 22 Mei 2014.

Menanggapi gelombang protes, Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-O-Cha, yang juga merupakan panglima militer menegaskan bahwa pemilihan akan tetap berlangsung pada awal 2019 dan tidak dalam waktu dekat.

Publik tak lagi percaya karena sebelumnya penundaan pemilu sudah terjadi beberapa kali. Militer juga membuat ultimatum melarang pertemuan untuk meredam gejolak.

Gedung Pemerintahan dan jalan-jalan di sekitarnya telah dinyatakan sebagai zona larangan bepergian.

Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengeluarkan sebuah pernyataan yang menyerukan pembebasan para aktivis segera.

"Kami secara konsisten mendesak Pemerintah Kerajaan Thailand, sebagai pihak pada Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, untuk sepenuhnya menghormati hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai," kata pernyataan itu.