Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Djatikusumo

Profil Djatikusumo, Berita Terbaru Terkini | Merdeka.com

Goesti Pangeran Harjo Djatikusumo adalah salah satu insan Indonesia yang telah mendedikasikan jiwa, harta, waktu, tenaga, dan segenap pikiran demi kemerdekaan tanah air Indonesia. Kehidupannya yang dibesarkan di keraton, tak membuatnya menutup mata akan paradigma sosial di lingkungan sekitarnya. Keadaan bangsa yang masih berada di bawah bayang-bayang penjajah, menggerakkan hatinya untuk mengobarkan semangat perlawanan guna menghapus kolonialisme dan imperialisme di bumi Indonesia.

Sejak kecil, G.P.H Djatikusumo sudah mengenal dunia kemiliteran. Ia telah akrab dengan seni bela diri seperti pencak silat dan ia juga berlatih menunggang kuda. Dengan menggeluti rutinitas tersebut, Djatikusumo kecil telah mengasah keberanian yang terpatri dalam dirinya. Semangat nasionalismenya semakin mengakar kuat seiring bertambahnya usia.

Setelah menamatkan pendidikannya di Sekolah Dasar, Djatikusumo sempat menjalani rutinitas kesehariannya dengan tinggal di rumah orang Belanda. Ia dititipkan oleh ayahnya dengan maksud agar ia mengenal dan mengetahui pemikiran orang-orang Belanda. Pada tahun 1941, ia menempuh pendidikan di Corps Opleiding voor Reserve Officieren (CORO) di Bandung selama kurang dari delapan bulan, meski demikian ia berhasil meraih pangkat Kopral.

Pada tahun 1943, Djatikusumo mengikuti pendidikan PETA di Solo. Setahun kemudian, ia bergabung di Bo'ei Giyugun Kanbu Renseitai, pendidikan calon perwira PETA di Bogor. Selama mengikuti pendidikan tersebut, ia dan rekan-rekannya dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama disiapkan untuk menjadi calon Komandan Batalyon. Kelompok kedua disiapkan untuk menjadi calon Komandan Kompi, dan kelompok ketiga  menjadi calon Komandan Peleton. Pendidikan militer yang digeluti oleh G.P.H Djatikusumo membuat ia tak ragu untuk bertempur melawan penjajah. Bersama rekan-rekannnya dan seluruh rakyat Indonesia, mereka bersatu padu mengobarkan semangat perlawanan hingga pada akhirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Ir. Soekarno, Proklamator sekaligus Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Pada tahun 1947, G.P.H Djatikusumo bertemu dan menikah dengan Raden Ayu Suharsi. Dari pernikahannya, ia dikaruniai tiga orang anak. Setelah menikah, ia tetap melanjutkan perjuangan dengan menempati berbagai posisi strategis di pemerintahan Republik Indonesia.

Riset dan analisis oleh: Giri Lingga Herta Pratama

Profil

  • Nama Lengkap

    Kopral, Letnan Jende Djatikusumo

  • Alias

    Goesti Pangeran Harjo Djatikusumo | G.P.H Djatikusumo

  • Agama

  • Tempat Lahir

    Surakarta, Jawa Tengah

  • Tanggal Lahir

    1917-07-01

  • Zodiak

    Cancer

  • Warga Negara

  • Ayah

    Hingkang Sinuhun Paku Buwono X

  • Ibu

    Kirono Rukmi

  • Istri

    Raden Ayu Suharsi

  • Saudara

    ingkang Sinuhun Paku Buwono XI, G.P.H Purbonegoro, Gusti Raden Ayu, Bratadiningrat, Kusumodiningrat

  • Biografi

    Goesti Pangeran Harjo Djatikusumo adalah salah satu insan Indonesia yang telah mendedikasikan jiwa, harta, waktu, tenaga, dan segenap pikiran demi kemerdekaan tanah air Indonesia. Kehidupannya yang dibesarkan di keraton, tak membuatnya menutup mata akan paradigma sosial di lingkungan sekitarnya. Keadaan bangsa yang masih berada di bawah bayang-bayang penjajah, menggerakkan hatinya untuk mengobarkan semangat perlawanan guna menghapus kolonialisme dan imperialisme di bumi Indonesia.

    Sejak kecil, G.P.H Djatikusumo sudah mengenal dunia kemiliteran. Ia telah akrab dengan seni bela diri seperti pencak silat dan ia juga berlatih menunggang kuda. Dengan menggeluti rutinitas tersebut, Djatikusumo kecil telah mengasah keberanian yang terpatri dalam dirinya. Semangat nasionalismenya semakin mengakar kuat seiring bertambahnya usia.

    Setelah menamatkan pendidikannya di Sekolah Dasar, Djatikusumo sempat menjalani rutinitas kesehariannya dengan tinggal di rumah orang Belanda. Ia dititipkan oleh ayahnya dengan maksud agar ia mengenal dan mengetahui pemikiran orang-orang Belanda. Pada tahun 1941, ia menempuh pendidikan di Corps Opleiding voor Reserve Officieren (CORO) di Bandung selama kurang dari delapan bulan, meski demikian ia berhasil meraih pangkat Kopral.

    Pada tahun 1943, Djatikusumo mengikuti pendidikan PETA di Solo. Setahun kemudian, ia bergabung di Bo'ei Giyugun Kanbu Renseitai, pendidikan calon perwira PETA di Bogor. Selama mengikuti pendidikan tersebut, ia dan rekan-rekannya dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama disiapkan untuk menjadi calon Komandan Batalyon. Kelompok kedua disiapkan untuk menjadi calon Komandan Kompi, dan kelompok ketiga  menjadi calon Komandan Peleton. Pendidikan militer yang digeluti oleh G.P.H Djatikusumo membuat ia tak ragu untuk bertempur melawan penjajah. Bersama rekan-rekannnya dan seluruh rakyat Indonesia, mereka bersatu padu mengobarkan semangat perlawanan hingga pada akhirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Ir. Soekarno, Proklamator sekaligus Presiden Republik Indonesia yang pertama.
    Pada tahun 1947, G.P.H Djatikusumo bertemu dan menikah dengan Raden Ayu Suharsi. Dari pernikahannya, ia dikaruniai tiga orang anak. Setelah menikah, ia tetap melanjutkan perjuangan dengan menempati berbagai posisi strategis di pemerintahan Republik Indonesia.

    Riset dan analisis oleh: Giri Lingga Herta Pratama

  • Pendidikan

    • ELS (Europesche Lagere School) setingkat Sekolah Dasar di Solo (1921-1931)
    • Sekolah Teknik Tinggi Delft di Netherland (1936-1939)
    • Institut Teknologi Bandung (1940-1941)
    • Pendidikan Militer di Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) di Bandung (1941-1942)
    • Bo’ei Giyugun Kanbu Renseitai, Pendidikan calon tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor pada November 1944-Januari 1945

  • Karir

    • Prajurit dan pejuang dari Keraton Surakarta
    • Kopral Taruna CORO
    • Komandan Batalyon BKR di Surakarta
    • Panglima Divisi IV di Salatiga
    • Panglima Divisi V Ronggolawe di Mantingan (1 Juni 1946 - 1 Maret 1948)
    • Direktur Akademi Militer di Yogyakarta (diangkat pada tahun 1948)
    • Kepala Staf TNI AD (1948-1949)
    • Duta Besar RI untuk Singapura (1958-1960)
    • Menteri Muda Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon Kabinet Kerja I (1959—1960)
    • Menteri Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon Kabinet Kerja II (1960—1962)
    • Menteri Muda Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon  Kabinet Kerja III (1962—1963)
    • Pemimpin Pemerintahan Sipil di Kabupaten Sleman pada saat Agresi Militer Belanda II
    • Komandan SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat)
    • Diretur Zeni Angkatan Darat
    • Deputi KSAD di Sumatera
    • Duta Besar untuk Malaysia, Kerajaan Maroko, dan Republik Perancis
    • Anggota Pengurus Besar Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) pada tahun 1970-1978
    • Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada tahun 1978-1983
    • Anggota Tim Penasihat Presiden mengenai Pelaksanaan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Tim P-7)

  • Penghargaan

Geser ke atas Berita Selanjutnya