Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Charles André Joseph Marie de Gaulle

Profil Charles André Joseph Marie de Gaulle | Merdeka.com

Charles André Joseph Marie de Gaulle merupakan satu dari sekian tokoh militer sekaligus politik Perancis yang paling berpengaruh di era modern. Sejak memimpin pasukan Prancis selama Perang Dunia II dan bertindak selaku Kepala Pemerintahan transisi Perancis pada 1944 - 1946, de Gaulle dikenal luas bukan hanya sebagai negarawan ulung, namun juga petinggi militer sekaligus ahli strategi dan taktik persenjataan berat. De Gaulle juga termasuk orang pertama yang mendukung penggunaan kendaraan lapis baja dan pesawat tempur sebelum Perang Dunia II.

Jendral yang namanya diabadikan dalam Bandara Udara Internasional Charles de Gaulle ini juga menjadi inspirasi bagi terbentuknya konstitusi baru sejak aktif dalam dunia pemerintahan mulai 1958. De Gaulle juga sempat menjadi Perdana Menteri Perancis sebelum akhirnya dilantik sebagai Presiden pertama dari Republik Prancis Kelima pada 1958 hingga 1969.

Selama Perang Dunia I, de Gaulle tercatat banyak menerima penghargaan atas jasanya di medan pertempuran. Pada Perang Verdun 1916, politikus yang juga aktif menulis ini sempat mengalami luka bahkan menjadi tawanan musuh. Setelah beberapa kali gagal dalam upaya melarikan diri, de Gaulle dibebaskan pada akhir perang.

Pada akhir dekade 1950an, Prancis mengalami gonjang-ganjing politik dan berujung pada keruntuhan pemerintahan yang saat itu juga dikenal dengan sebutan Republik Keempat. Masa-masa ini de Gaulle muncul sebagai figur penting dalam pemerintahan bahkan bisa disebut sebagai yang paling berpengaruh dalam politik Prancis saat itu. Penerima berbagai penghargaan tertinggi dari berbagai negara di belahan dunia ini banyak berperan dalam pembentukan negara Republik Prancis kelima.

Menjadi presiden pada Januari 1959, Charles de Gaulle lebih mendedikasikan dirinya untuk perbaikan situasi ekonomi Prancis sekaligus memilih mempertahankan 'kemerdekaan' melalui upaya memisahkan diri dari dua negara adidaya saat itu: Amerika Serikat dan Uni Soviet. Presiden kelahiran kota Lille, Prancis ini bahkan melancarkan program kampanye besar-besaran untuk menekan program nuklir Prancis demi membuktikan relevansi dan kemandirian militer negara Eiffel tersebut.

 Sejak menjabat sebagai Presiden, ideologi politik de Gaulle, juga terkenal dengan istilah Gaullism, mampu memberikan pengaruh besar dalam perkembangan pemerintahan Perancis. Terkait kebijakan luar negeri, Gaullism berarti kemerdekaan nasional untuk memegang kendali utuh atas koloni Perancis, sekalipun kebijakan ini harus dibayar dengan konsekuensi pertentangan dari dua organisasi internasional terbesar saat itu NATO dan EEC.

Sayangnya, terkait kebijakan dalam negeri, ideologi Gaulisme banyak digambarkan dalam bentuk paham populis dan ego-sentral. Citra diri melalui monopoli media terbukti bukan strategi tepat bagi Jendral de Gaulle. Rakyat Perancis, khususnya kalangan akademik, berangsur-angsur bosan hingga muak melihat citra diri Gaulisme yang dianggap terlalu konservatif, Katolik, represif dan merendahkan martabat wanita sebagai kelompok inferior.

Menyatunya 'kebosanan dalam negeri' ini yang akhirnya memicu salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah dunia modern, Mei 1968. Presiden De Gaulle sendiri bahkan sempat dikabarkan 'hilang' dari pemerintahan karena lari ke wilayah Baden-Baden, Jerman tanpa memberitahu seorang pun dalam parlemen termasuk Georges Pompidou, sang Perdana Menteri sendiri. Mengikuti keinginan publik pasca Mei 1968, Presiden Charles de Gaulle secara resmi menyerah pada 28 April 1969 setelah program reformasi Senat dan pemerintahan daerah yang diajukan melalui referendum nasional dinyatakan gagal.

Signifikansi dari keruwetan politik, militer, ekonomi, sosial, hingga akademik yang bercampur menjadi satu dalam Gerakan Mei 1968 di Prancis bisa sangat dipahami jika peristiwa ini dipahami sebagai bagian dari guliran bola salju yang menjadi tonggak kelahiran 'dunia baru' dalam bidang pemerintahan, sastra, ekonomi, sosial, teknologi hingga budaya: Pasca-modernisme.

Selain dikenal sebagai tokoh militer dan politik, Charles De Gaulle juga memiliki nama cukup besar sebagai penulis berwawasan luas, khususnya terkait masalah atau tema kemiliteran. Karyanya banyak mengulas tuntas berbagai permasalahan militer, baik sebagai kekuatan perang maupun sebagai sarana pendukung politik, dan menjadi acuan berbagai negara di dunia. Beberapa laporan bahkan menyebut langkah militer yang disarankan de Gaulle diikuti tepat seperti jarum jam oleh tentara Jerman saat Perang Dunia II.

Mantan presiden, penulis sekaligus tokoh militer Prancis, Charles André Joseph Marie de Gaulle, wafat secara mendadak pada 9 November 1970, saat menonton televisi dan bermain Solitaire sekitar pukul 7:40 malam waktu setempat. Berdasarkan pernyataan istrinya, de Gaulle sempat menunjuk ke arah leher dan mengaku merasakan sakit di daerah tersebut sebelum jatuh tak sadarkan diri. Laporan medis post-mortem menyebut de Gaulle meninggal akibat pecah pembuluh darah, atau aneurysm dalam istilah medis.

Atas berita mangkatnya de Gaulle, Presiden Prancis saat itu, Georges Pompidou, memberikan pidato resmi paling singkat, namun juga paling bermakna sepanjang sejarah, "Jendral de Gaulle telah wafat, dan Prancis telah menjanda".


Riset dan analisis: Mochamad Nasrul Chotib - Fidelia Fitri

Profil

  • Nama Lengkap

    Charles André Joseph Marie de Gaulle

  • Alias

    Charels de Gaulle

  • Agama

  • Tempat Lahir

    Lille, Prancis

  • Tanggal Lahir

    1890-11-22

  • Zodiak

    Scorpion

  • Warga Negara

    Prancis

  • Biografi

    Charles André Joseph Marie de Gaulle merupakan satu dari sekian tokoh militer sekaligus politik Perancis yang paling berpengaruh di era modern. Sejak memimpin pasukan Prancis selama Perang Dunia II dan bertindak selaku Kepala Pemerintahan transisi Perancis pada 1944 - 1946, de Gaulle dikenal luas bukan hanya sebagai negarawan ulung, namun juga petinggi militer sekaligus ahli strategi dan taktik persenjataan berat. De Gaulle juga termasuk orang pertama yang mendukung penggunaan kendaraan lapis baja dan pesawat tempur sebelum Perang Dunia II.

    Jendral yang namanya diabadikan dalam Bandara Udara Internasional Charles de Gaulle ini juga menjadi inspirasi bagi terbentuknya konstitusi baru sejak aktif dalam dunia pemerintahan mulai 1958. De Gaulle juga sempat menjadi Perdana Menteri Perancis sebelum akhirnya dilantik sebagai Presiden pertama dari Republik Prancis Kelima pada 1958 hingga 1969.

    Selama Perang Dunia I, de Gaulle tercatat banyak menerima penghargaan atas jasanya di medan pertempuran. Pada Perang Verdun 1916, politikus yang juga aktif menulis ini sempat mengalami luka bahkan menjadi tawanan musuh. Setelah beberapa kali gagal dalam upaya melarikan diri, de Gaulle dibebaskan pada akhir perang.

    Pada akhir dekade 1950an, Prancis mengalami gonjang-ganjing politik dan berujung pada keruntuhan pemerintahan yang saat itu juga dikenal dengan sebutan Republik Keempat. Masa-masa ini de Gaulle muncul sebagai figur penting dalam pemerintahan bahkan bisa disebut sebagai yang paling berpengaruh dalam politik Prancis saat itu. Penerima berbagai penghargaan tertinggi dari berbagai negara di belahan dunia ini banyak berperan dalam pembentukan negara Republik Prancis kelima.

    Menjadi presiden pada Januari 1959, Charles de Gaulle lebih mendedikasikan dirinya untuk perbaikan situasi ekonomi Prancis sekaligus memilih mempertahankan 'kemerdekaan' melalui upaya memisahkan diri dari dua negara adidaya saat itu: Amerika Serikat dan Uni Soviet. Presiden kelahiran kota Lille, Prancis ini bahkan melancarkan program kampanye besar-besaran untuk menekan program nuklir Prancis demi membuktikan relevansi dan kemandirian militer negara Eiffel tersebut.

     Sejak menjabat sebagai Presiden, ideologi politik de Gaulle, juga terkenal dengan istilah Gaullism, mampu memberikan pengaruh besar dalam perkembangan pemerintahan Perancis. Terkait kebijakan luar negeri, Gaullism berarti kemerdekaan nasional untuk memegang kendali utuh atas koloni Perancis, sekalipun kebijakan ini harus dibayar dengan konsekuensi pertentangan dari dua organisasi internasional terbesar saat itu NATO dan EEC.

    Sayangnya, terkait kebijakan dalam negeri, ideologi Gaulisme banyak digambarkan dalam bentuk paham populis dan ego-sentral. Citra diri melalui monopoli media terbukti bukan strategi tepat bagi Jendral de Gaulle. Rakyat Perancis, khususnya kalangan akademik, berangsur-angsur bosan hingga muak melihat citra diri Gaulisme yang dianggap terlalu konservatif, Katolik, represif dan merendahkan martabat wanita sebagai kelompok inferior.

    Menyatunya 'kebosanan dalam negeri' ini yang akhirnya memicu salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah dunia modern, Mei 1968. Presiden De Gaulle sendiri bahkan sempat dikabarkan 'hilang' dari pemerintahan karena lari ke wilayah Baden-Baden, Jerman tanpa memberitahu seorang pun dalam parlemen termasuk Georges Pompidou, sang Perdana Menteri sendiri. Mengikuti keinginan publik pasca Mei 1968, Presiden Charles de Gaulle secara resmi menyerah pada 28 April 1969 setelah program reformasi Senat dan pemerintahan daerah yang diajukan melalui referendum nasional dinyatakan gagal.

    Signifikansi dari keruwetan politik, militer, ekonomi, sosial, hingga akademik yang bercampur menjadi satu dalam Gerakan Mei 1968 di Prancis bisa sangat dipahami jika peristiwa ini dipahami sebagai bagian dari guliran bola salju yang menjadi tonggak kelahiran 'dunia baru' dalam bidang pemerintahan, sastra, ekonomi, sosial, teknologi hingga budaya: Pasca-modernisme.

    Selain dikenal sebagai tokoh militer dan politik, Charles De Gaulle juga memiliki nama cukup besar sebagai penulis berwawasan luas, khususnya terkait masalah atau tema kemiliteran. Karyanya banyak mengulas tuntas berbagai permasalahan militer, baik sebagai kekuatan perang maupun sebagai sarana pendukung politik, dan menjadi acuan berbagai negara di dunia. Beberapa laporan bahkan menyebut langkah militer yang disarankan de Gaulle diikuti tepat seperti jarum jam oleh tentara Jerman saat Perang Dunia II.

    Mantan presiden, penulis sekaligus tokoh militer Prancis, Charles André Joseph Marie de Gaulle, wafat secara mendadak pada 9 November 1970, saat menonton televisi dan bermain Solitaire sekitar pukul 7:40 malam waktu setempat. Berdasarkan pernyataan istrinya, de Gaulle sempat menunjuk ke arah leher dan mengaku merasakan sakit di daerah tersebut sebelum jatuh tak sadarkan diri. Laporan medis post-mortem menyebut de Gaulle meninggal akibat pecah pembuluh darah, atau aneurysm dalam istilah medis.

    Atas berita mangkatnya de Gaulle, Presiden Prancis saat itu, Georges Pompidou, memberikan pidato resmi paling singkat, namun juga paling bermakna sepanjang sejarah, "Jendral de Gaulle telah wafat, dan Prancis telah menjanda".


    Riset dan analisis: Mochamad Nasrul Chotib - Fidelia Fitri

  • Pendidikan

  • Karir

  • Penghargaan

    • Grand Master of the Légion d'honneur – 1959 (Officer – 1934; Knight – 1915)
    • Grand Master of the Ordre de la Libération
    • Coat of arms as Knight of the Order of the Seraphim
    • Grand Master of the Ordre national du Mérite – 1963
    • Croix de guerre 1915
    • Croix de guerre (1939–1945)

Geser ke atas Berita Selanjutnya