Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Ahmad Sukardja

Profil Ahmad Sukardja | Merdeka.com

Ahmad Sukardja merupakan salah satu dari lima hakim agung yang dilaporkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan kepada Komisi Yudisial pada tanggal 15 Februari 2012 lalu atas pembatalan delapan poin Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (PPH). Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan merupakan gabungan dari Masyarakat Transparansi Indonesia, Indonesia Corruption Watch, dan Transparansi Internasional Indonesia. Mereka melaporkan  hakim agung Paulus Effendie Lotulung, Ahmad Sukardja, Rehngena Purba, Takdir Rahmadi dan Supandi ke Komisi Yudisial karena kelima hakim agung tersebut dinilai telah melanggar kode etik dan perilaku hakim sebagaimana diatur dalam poin 5.1.2 yang berbunyi: hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan atau hubungan lain yang beralasan patut diduga mengandung konflik kepentingan. Aktivis Masyarakat Transparansi Indonsia, Jamil Mubarok menyatakan langkah kelima hakim agung tersebut menghapus 8 butir kode etik hakim diduga mengandung konflik kepentingan karena adanya keterkaitan antara mereka dengan kode etik dan perilaku hakim.

Berikut kode etik yang dihapus MA berdasarkan Putusan MA tertanggal 8 Februari 2012 yang dibuat oleh Paulus Effendi Lotulung, Ahmad Sukardja, Rehngena Purba, Takdir Rahmadi, dan Supandi:

8.1. Hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan.
8.2. Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
8.3. Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8.4 Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk, harus mendistribusikan perkara kepada Majelis Hakim secara adil dan merata, serta menghindari pendistribusian perkara kepada Hakim yang memiliki konflik kepentingan.
10.1 Hakim harus mengambil langkah-langkah untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-tugas peradilan secara baik.
10.2. Hakim harus secara tekun melaksanakan tanggung jawab administratif dan bekerja sama dengan para Hakim dan pejabat pengadilan lain dalam menjalankan administrasi peradilan.
10.3. Hakim wajib mengutamakan tugas yudisialnya diatas kegiatan yang lain secara profesional.
10.4. Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya.

Pembatalan kode etik ini berkaitan dengan uji materi yang diajukan oleh sejumlah advokat yang keberatan atas diberikannya rekomendasi sanksi dari Komisi Yudisial kepada hakim kasus Antasari karena dianggap mengabaikan alat bukti.

Riset dan analisis oleh: Meidita Kusuma Wardhana

Profil

  • Nama Lengkap

    Prof. Dr. Ahmad Sukardja

  • Alias

    No Alias

  • Agama

    Islam

  • Tempat Lahir

  • Tanggal Lahir

    1942-09-16

  • Zodiak

    Virgo

  • Warga Negara

    Indonesia

  • Biografi

    Ahmad Sukardja merupakan salah satu dari lima hakim agung yang dilaporkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan kepada Komisi Yudisial pada tanggal 15 Februari 2012 lalu atas pembatalan delapan poin Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (PPH). Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan merupakan gabungan dari Masyarakat Transparansi Indonesia, Indonesia Corruption Watch, dan Transparansi Internasional Indonesia. Mereka melaporkan  hakim agung Paulus Effendie Lotulung, Ahmad Sukardja, Rehngena Purba, Takdir Rahmadi dan Supandi ke Komisi Yudisial karena kelima hakim agung tersebut dinilai telah melanggar kode etik dan perilaku hakim sebagaimana diatur dalam poin 5.1.2 yang berbunyi: hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan atau hubungan lain yang beralasan patut diduga mengandung konflik kepentingan. Aktivis Masyarakat Transparansi Indonsia, Jamil Mubarok menyatakan langkah kelima hakim agung tersebut menghapus 8 butir kode etik hakim diduga mengandung konflik kepentingan karena adanya keterkaitan antara mereka dengan kode etik dan perilaku hakim.

    Berikut kode etik yang dihapus MA berdasarkan Putusan MA tertanggal 8 Februari 2012 yang dibuat oleh Paulus Effendi Lotulung, Ahmad Sukardja, Rehngena Purba, Takdir Rahmadi, dan Supandi:

    8.1. Hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan.
    8.2. Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
    8.3. Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    8.4 Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk, harus mendistribusikan perkara kepada Majelis Hakim secara adil dan merata, serta menghindari pendistribusian perkara kepada Hakim yang memiliki konflik kepentingan.
    10.1 Hakim harus mengambil langkah-langkah untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-tugas peradilan secara baik.
    10.2. Hakim harus secara tekun melaksanakan tanggung jawab administratif dan bekerja sama dengan para Hakim dan pejabat pengadilan lain dalam menjalankan administrasi peradilan.
    10.3. Hakim wajib mengutamakan tugas yudisialnya diatas kegiatan yang lain secara profesional.
    10.4. Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya.

    Pembatalan kode etik ini berkaitan dengan uji materi yang diajukan oleh sejumlah advokat yang keberatan atas diberikannya rekomendasi sanksi dari Komisi Yudisial kepada hakim kasus Antasari karena dianggap mengabaikan alat bukti.

    Riset dan analisis oleh: Meidita Kusuma Wardhana

  • Pendidikan

  • Karir

    • Pj. Rektor IAIN Syarif Hidayatullah
    • Dosen UI jurusan hukum perdata
    • Guru besar dalam bidang Fiqih Siyasah

     

  • Penghargaan

Geser ke atas Berita Selanjutnya