Wamenkeu tak mau buru-buru hapus bea masuk kakao impor
Merdeka.com - Kementerian Keuangan tidak ingin didesak Kementerian Perdagangan soal penghapusan bea masuk kakao impor. Kebijakan itu awalnya diusulkan buat mengisi kebutuhan industri cokelat yang tak mendapat pasokan memadai dari dalam negeri.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan timnya wajib memeriksa kebenaran klaim pengusaha dan Kemendag. Jangan sampai pajak impor itu dihapus, ketika produksi kakao nasional sebetulnya normal, tapi terlihat sedikit justru karena terlalu banyak diekspor mentah.
"Jangan buru-buru mengusulkan bea masuk jadi nol, karena harus lihat dulu apakah masih ada bijih kakao yang diekspor," kata Bambang di kantornya, Jakarta, Rabu (23/4).
Bila temuan lapangan menunjukkan pasokan untuk industri lokal seret akibat harga kakao di pasar internasional lebih bagus, maka penghapusan bea masuk tidak tepat.
Dengan skenario berbeda dari Kemendag, bendahara negara lebih suka bila kebijakan yang diambil berupa insentif agar harga biji kakao lokal lebih terjangkau bagi industri pengolahan.
Itu belum termasuk perkara teknis, jenis kakao apa yang sebetulnya dicari oleh industri pengolahan. "Masalah jenisnya atau masalah kuantitas ini harus clear dulu. Terus terang ini belum clear sepenuhnya," ungkap Bambang.
Bila pemetaan jenis kakao itu rampung, maka Kemenkeu baru memprioritaskan penghapusan bea masuk pada varietas yang tidak diproduksi Indonesia.
Itu sejalan dengan pernyataan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, bahwa kurangnya pasokan industri lokal lebih pada biji kakao jenis tertentu. Khususnya yang bermanfaat dalam proses pencampuran (blending).
Catatan Kemendag, produksi kakao nasional secara resmi 750.000 ton, tapi yang bisa diolah cuma 450.000 ton. Ini karena banyak petani kakao lokal menggunakan cara tradisional, seperti menjemur di ruang terbuka. Alhasil, banyak bahan cokelat itu dimakan hama ulat.
"Industri nasional membutuhkan tidak hanya satu jenis kakao. Kita butuh dari luar untuk blending," kata Bayu.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menguak Jejak Kejayaan Perkebunan Kapuk di Tanah Jawa, Dulu Mampu Memenuhi 85 Persen Kebutuhan Kapuk Dunia
Industri kapuk mengalami kemunduran karena masyarakat lebih suka memakai Kasur dengan bahan dasar busa dan pegas.
Baca SelengkapnyaPemerintah Sentil Industri Minuman Masih Kecanduan Bahan Baku Impor, Pengusaha: Harganya Lebih Murah
Khusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
Baca SelengkapnyaJual Rokok Ketengan Bakal Dilarang, Apindo: Timbulkan Kegelisahan di Industri Tembakau
Sejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ingat, Kuota Impor Daging Sapi Harusnya Mengacu Rekomendasi Kementerian Pertanian
Dalam tugasnya Kemendag akan mengeluarkan persetujuan impor. Kemudian, Bapanas bertugas untuk memberikan penugasan impor tersebut.
Baca SelengkapnyaDulu Jualan di Kaki Lima, Kini Eks Pegawai BUMN Ini Sukses Punya Pabrik Kerupuk Kulit, Omzet Rp700 Juta Perbulan
Kisah pengusaha kerupuk kulit yang memulai bisnis dengan berjualan di pinggir jalan hingga dapat omzet ratusan juta.
Baca SelengkapnyaKemenkeu Tarik Pajak Rokok Elektrik Mulai 1 Januari 2024, Ini Aturan Resminya
Tujuan diterbitkannya PMK tersebut yaitu sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat.
Baca SelengkapnyaKemenkop UKM dan KPPU Sepakat Dorong Pelaku UMKM Masuk Rantai Pasok Industri Besar
Teten bilang, selama ini kemitraan antara pelaku UMKM dengan produsen besar masih bersifat kegiatan sosial saja.
Baca SelengkapnyaSudah Kena Kenaikan Cukai, Pengusaha Ingin Pajak Rokok Elektrik Ditunda Hingga 2026
Pelaku usaha mendesak Kementerian Keuangan menunda pelaksanaan pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik.
Baca SelengkapnyaBertemu Petani Tebu di Nganjuk, Ganjar Dicurhati soal Impor Gula
Ganjar menerima keluhan para petani tebu di Nglawak, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk,
Baca Selengkapnya