Soal JSS, Hatta pilih melunak pada Agus Marto
Merdeka.com - Polemik tarik menarik kepentingan terkait revisi Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2011 terkait Pengembangan kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda KSISS) akhirnya tuntas. Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo akhirnya "damai."
Hatta Rajasa akhirnya mengabulkan keinginan Agus Marto untuk merevisi Perpres tersebut. Padahal, beberapa hari yang lalu Hatta masih ngotot tidak ada perubahan atau revisi atas payung hukum pembangunan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS).
Hatta mengaku sudah melakukan revisi atas Perpres 86 tahun 2011. Bahkan, draft revisinya sudah ditandatangani. "Sudah selesai. Sudah revisi. Saya sudah paraf (draft) revisi perpres 86," kata Hatta usai acara ASEAN-Latin Business Forum di Jakarta, Selasa (10/7).
Menurutnya, sejak awal pemerintah mendesain pembangunan Jembatan Selat Sunda tidak memasukkan kontribusi dana APBN. Namun, kata dia, jika ada masukan untuk melakukan studi kelayakan dengan dana APBN maka pemerintah akan mendengarkan pandangan tersebut. "Kan yang penting itu akuntabilitasnya. Apakah studi kelayakan itu kredibel," ujar Hatta.
Mantan Menteri Perhubungan ini menegaskan, pemerintah tidak pernah berpikir untuk melakukan penunjukkan langsung mengenai pelaksana proyek Jembatan Selat Sunda. "Kita tidak pernah berpikir untuk penunjukan langsung. Semua harus tender," tegasnya.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Keuangan Agus Marto sempat berbeda pandangan mengenai study kelayakan proyek Jembatan Selat Sunda. Menteri Keuangan Agus Martowardojo berkeinginan mengubah Perpres No.86/2011 tersebut. Agus Marto lebih memilih agar pemerintah ikut terlibat dalam pendanaan study kelayakan JSS dan tidak sepenuhnya menyerahkan ke pihak swasta. Alasannya, pemerintah harus mengawal proyek ini sebagai bentuk kehati-hatian terhadap swasta. Agus Marto lebih percaya Kementerian Pekerjaan Umum sebagai leading sektor untuk study kelayakan yang menggandeng pihak swasta, dalam hal ini Artha Graha, perusahaan milik Tommy Winata.
Tarik menarik kepentingan pun terlihat. Agus Marto yang tidak ingin menyerahkan sepenuhnya studi kelayakan ke pihak swasta, dan di sudut lain Hatta Rajasa yang tetap ngotot agar study kelayakan dikerjakan swasta. Dalam pandangan Hatta, kemampuan pendanaan dan kualitas proyek yang dikerjakan swasta tidak perlu diragukan.
Jembatan yang menghubungkan Provinsi Lampung dan Provinsi Banten ini akan membentang sepanjang 27,4 kilometer dan membelah Selat Sunda ini bernilai Rp 225 triliun. Rencana awal, persiapan pembangunan megaproyek ini dimulai tahun ini hingga dua tahun ke depan untuk studi kelayakan dan desain dasarnya. Targetnya, konstruksi awal sudah mulai dilakukan pada 2015 dan memakan waktu 10 tahun. Dengan demikian, jembatan ini baru bisa beroperasi pada 2025 mendatang.
(mdk/oer)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pertamina dengan subholding dan anak usahanya berhasil memboyong 34 penghargaan Proper Emas.
Baca SelengkapnyaRiva dan manajemen Pertamina Patra Niaga memonitor langsung layanan konsumen.
Baca SelengkapnyaPeran Tim Satgas Nataru menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat selama libur Nataru
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Seluruh lembaga penyalur baik BBM maupun LPG di Tuban dan Pantura Jawa Timur masih beroperasi normal.
Baca SelengkapnyaAngka capaian ini juga mencatatkan peningkatan produksi minyak sebesar 27,22 persen dari 2021 atau 10,12 persen dari 2022.
Baca SelengkapnyaUMKM yang tercatat berkontribusi 61 persen terhadap PDB dan menyerap 97 persen tenaga kerja di Indonesia menjadi fokus kolaborasi Pertamina dan Kemenparekraf.
Baca SelengkapnyaAHY mengkritik janji-janji para Capres-Cawapres selama Pilpres 2024
Baca SelengkapnyaKunjungan ini bertujuan untuk memastikan kesiapan Pertamina mulai dari unit produksi hingga distribusinya siap untuk merespon kebutuhan mudik Nataru.
Baca SelengkapnyaDirut Pertamina Patra Niaga turun langsung ke lapangan untuk memonitor langsung kesiapan pasokan.
Baca Selengkapnya