Sempat Dibanggakan Jokowi Tak Impor Beras, Kini Indonesia Harus Impor 500.000 Ton
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo menyebut selama 3 tahun berturut-turut, Indonesia berhasil memproduksi beras hingga 31,3 juta ton tiap tahunnya. Hasil produksi ini membuat Indonesia sejak tahun 2019 sudah tidak lagi mengimpor beras dari luar negeri untuk konsumsi dalam negeri.
"Tahun 2019, kita bisa memproduksi beras 31,3 juta ton. 2020 tetap sama 31,3 juta ton, tahun 2021, juga tetap 31,3 juta ton," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Minggu (14/8).
Pernyataan ini pun dibenarkan oleh Kepala Divisi Pengadaan Komoditi Perum Bulog, Budi Cahyanto. "Mengutip omongan pak Presiden Jokowi, kita sudah tidak impor selama bertahun-tahun. Kalau menurut catatan kami sama, kita sudah tidak impor selama 3 tahun," ujar Budi dalam sesi bincang virtual, Jumat (19/8).
Namun kini Indonesia harus mengimpor beras karena stok di gudang Bulog terus menipis. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa tidak mempermasalahkan soal kebijakan impor beras. Namun, yang menjadi masalah adalah mengatasi masalah harga beras.
"Yang masalah kan bukan impor atau tidak, tapi kenapa harga ini kita sikapi secara bersama. Saya, mendag (menteri perdagangan), dan semua agar menyikapi, mungkin saja kan ini masalah perdagangan yang harus kita selesaikan," kata Syahrul di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (6/12).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan sudah mengeluarkan izin impor beras sebanyak 500.000 ton kepada Perum Bulog untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang sudah menipis jelang akhir 2022.
Perum Bulog terancam hanya memiliki stok akhir sekitar 200.000 ton beras hingga akhir 2022. Per 22 November 2022, stok beras yang ada di Bulog tercatat sebanyak 594.856 ton yang terdiri atas 168.283 ton (28,29 persen) beras komersial dan 426.573 (71.71 persen) stok cadangan beras pemerintah (CBP).
Padahal Kementerian Pertanian menyebut data stok beras di penggilingan mencapai 610.632 ton yang tersebar di 24 provinsi dengan rentang harga Rp9.359 hingga Rp11.700 per kilogram.
"Kan kesepakatan negara, data negara itu ada di BPS dan 'standing crop' kita, data dari satelit juga aman, kemudian laporan dari gubernur dan bupati juga aman. Kalau ada dinamika harga seperti itu, penyikapannya harus bersama," ungkap Syahrul.
Bukan Masalah Ada atau Tiadanya Beras
Dia menyebut soal CBP adalah soal kebijakan, bukan masalah ada atau tiadanya beras. "Sebaiknya yang menjawab itu adalah data bahwa secara faktual di lapangan, rakyat mau menjual dengan harga yang lebih mahal karena 'cost' produksi ada kenaikan," tambah Syahrul.
Namun Syahrul menyebut Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar ada faktualisasi data dan bukan hanya melihat data di atas kertas. "Kenapa harganya mahal? negara harus ada (untuk) 'membackup' harga, ketersediaan cukup, harga juga terjangkau," tambah Syahrul.
Sedangkan Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan beras dari luar negeri sebanyak 200.000 ton. "Kita siapkan 200.000 ton di luar negeri, nanti begitu diperlukan waktunya, kita masukkan," kata Arief.
Arief mengatakan CBP saat ini adalah 514.000 ton sehingga dengan stok dari luar, jumlah tersebut akan bertambah.
"Saat ini (CBP) mencapai 514.000 ton. Jadi kita masih mengharapkan dari dalam plus impor itu tapi seperti biasa kita utamakan pasti dari dalam negeri duluan, yang ini kita cadangkan. Jadi Pak Presiden perintahnya kita tidak boleh kekruangan, jadi disiapkan saja, kita siapkan cadangan pangan pemerintah Bulog dan kita taruh 200 ribu ton dulu kalau diperlukan akan masuk," jelas Arief.
Artinya, menurut Arief, impor beras 200.000 ton itu tidak akan dijual melainkan sebagai cadangan. "Kita simpan dulu untuk cadangan, tidak dijual sembarangan, tidak boleh rembes ke pasar, bahaya," ungkap Arie.
BPS mencatat, harga beras mengalami inflasi lima bulan terakhir. Pada November 2022, rata-rata harga beras mencapai Rp 11.877 per Kg. Sebelumnya, Bulog dan Badan Pangan Nasional menyepakati, harga beras yang dapat diserap maksimal Rp 10.200 per Kg.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Upaya Bulog untuk mendatangkan impor beras kali ini akan jauh lebih mudah dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca SelengkapnyaTambahan kuota impor ini jadi pelengkap izin impor sebanyak 2 juta ton yang sudah diproses lebih dahulu.
Baca SelengkapnyaDirektur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi memaparkan, proses importasi beras ini masih berasal dari negara-negara langganan Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Namun demikian, Bulog belum mendapatkan dokumen penugasan secara resmi dari pemerintah.
Baca SelengkapnyaUntuk stok cadangan beras pemerintah (CBP), saat ini Bulog sudah menguasai sekitar 1,4 juta ton.
Baca SelengkapnyaBayu menyebut keputusan untuk mendatangkan impor beras pada 2024 nanti demi memenuhi kebutuhan saat bulan suci Ramadan maupun Lebaran.
Baca SelengkapnyaDalam tugasnya Kemendag akan mengeluarkan persetujuan impor. Kemudian, Bapanas bertugas untuk memberikan penugasan impor tersebut.
Baca SelengkapnyaPenyaluran bansos beras kemasan 10 kg dihentikan sementara pada 8-14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaSebanyak 2,7 juta ton yang diimpor berjenis beras patahan.
Baca Selengkapnya