Sarjana Indonesia diminta jadi wirausaha dan ciptakan lapangan kerja
Merdeka.com - Pemerintah mendorong lulusan perguruan tinggi atau universitas, berani terjun langsung menjadi wirausahawan. Untuk itu perlu dipersiapkan program pendampingan sejak di bangku kuliah.
"Kalau para sarjana menjadi wirausaha akan dapat harapan kita, mereka bisa menciptakan lapangan kerja baru, bukan sebagai pekerja tetapi pemberi kerja,” ujar Deputi Kepala BPPT bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Tatang A Taufik kepada wartawan, usai seminar "Formulasi Aspek Legal untuk Mendukung Praktik Creowdfunding (Pembiayaan Gotong Royong) di Indonesia", di The Sunan Hotel Solo, Rabu (26/8).
Diakuinya, bukan hal mudah mencetak wirausahawan terdidik. Dimulai dari pengembangan potensi bisnis hingga aspek permodalan yang kerap jadi batu sandungan menjadi wirausahawan. Namun persoalan ini bisa disiasati dengan pembiayaan non-perbankan.
"Untuk memulai usaha kadang terhambat oleh akses perbankan yang terbatas. Tantangan tersebut bisa diatasi melalui pembiayaan non perbankan. Termasuk diantaranya adalah lembaga crowdfunding yang menghimpun dana dari masyarakat," jelasnya.
Tatang menyebut, lembaga crowdfunding bisa membiayai lulusan universitas yang ingin memulai usahanya. Apalagi potensi pelaku lembaga crowdfunding di Indonesia cukup besar. Saat ini banyak lembaga sejenis ini dari luar negeri yang masuk ke Indonesia.
"Yang masih menjadi masalah saat ini, lembaga crowdfunding di Indonesia belum memiliki payung hukum yang melindungi pelakunya. Aspek legal lembaga crowdfunding telah dirumuskan dengan memasukkannya dalam UU, tetapi sampai sekarang legalitas lembaga tersebut belum ada," ungkap Tatang.
Cara menghimpun dana dari lembaga crowdfunding sebenarnya sama seperti dilakukan perbankan dan lainnya. Namun karena pemanfaatannya bersifat tetap, maka dibutuhkan payung hukum dan sistem akreditasi lembaga untuk melindungi dana masyarakat.
"Jadi, seseorang yang menjalankan provider tidak bisa hanya beranggota empat atau lima orang, kemudian mendirikan lembaga provider. Di Malaysia, contohnya, ada lembaga khusus yang melakukan pengawasan terhadap provider crowdfunding dan melakukan akreditasi kelayakannya. Lembaga ini, di Indonesia juga belum ada dan perlu segera dibentuk untuk melindungi masyarakat maupun providernya," ucapnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bukti Tak Ada Lapangan Kerja di Indonesia: Pengusaha Kecil-kecilan Menjamur, dari 100 Rumah Saja Ada 25 Warung
Bank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia Bakal Buka Penukaran Uang di Titik Jalur Mudik, Syaratnya Cuma Butuh KTP
Bagi masyarakat yang ingin menukarkan uang melalui pelayanan tersebut harus membawa indentitas seperti kartu tanda penduduk (KTP).
Baca SelengkapnyaNekat Tinggalkan Jabatan Mentereng di Bank, Pria Tulungagung Ini Pilih Buka Bisnis Cukur Rambut
Sesaat setelah pensiun dini dari bank, orang tuanya sempat khawatir karena dia belum bekerja lagi dan bisnis yang dijalankan belum jelas nasibnya
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ganjar: Mengelola Sampah Bisa Ciptakan Lapangan Kerja
Tidak melulu soal berbisnis dengan modal besar, namun juga bisa dimulai dengan hal yang sederhana.
Baca SelengkapnyaJalankan Bisnis Bareng Sejak Kuliah, Pasutri Asal Malang Mengaku Rezekinya Mengalir Deras setelah Punya Anak
Saat pertama kali berkenalan, keduanya sama-sama memiliki latar belakang ekonomi yang sulit.
Baca SelengkapnyaSempat Keluar dari KAI & Kerja di Bank, Pramugara KA Turangga Pilih Mengabdi Lagi di Kereta Api
Empat jasad petugas KA yang menjadi korban dalam peristiwa itu di antaranya sudah dievakuasi.
Baca SelengkapnyaTransaksi Digital Banking Meningkat Tajam, Kartu Kredit Justru Menurun
Nilai transaksi digital banking mencapai Rp5.163 triliun.
Baca SelengkapnyaIkut Program Kartu Prakerja, 5 Juta Orang Telah Buka Rekening Pertama di Bank dan E-Wallet
Angka ini menunjukkan bahwa Program Kartu Prakerja berdampak positif ke perekonomian Indonesia.
Baca Selengkapnya72 Persen Penggunaan Pinjaman Online Dimanfaatkan untuk Peningkatan Kualitas Hidup
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan mencapai angka peningkatan indeks literasi keuangan yaitu 65 persen dan inklusi keuangan 93 persen pada 2027.
Baca Selengkapnya