Saham pertambangan & industri eksportir layak diperhitungkan saat Rupiah melemah
Merdeka.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam kurun waktu dua bulan terakhir bergerak melemah seiring penguatan Dolar Amerika Serikat terhadap beberapa mata uang dunia lainnya. IHSG di awal bulan Mei sempat menyentuh level 5.700 hingga kembali menguat ke batas psikologis di 6.000. Namun penguatan itu diprediksi masih rentan koreksi.
Penguatan mata uang Paman Sam itu juga memukul Rupiah. Nilai tukar Rupiah bahkan sempat tembus Rp 14.200 per USD.
Associate Head of Research PT Reliance Sekuritas Indonesia (RELI), Lanjar Nafi Taulat menilai, IHSG cenderung anjlok merespons pelemahan yang dialami mata uang Rupiah terhadap USD.
"Pelemahan Rupiah berdampak negatif pada pergerakan harga saham di mana investor asing cenderung melakukan aksi jual pada aset berisiko di Indonesia, seperti saham. Karena adanya depresiasi Rupiah yang membuat nilai aset mereka menurun jika di konversikan kembali ke USD," ucap Lanjar di Jakarta.
Tak hanya itu, meski porsi asing di bursa saham tidak menjadi mayoritas, namun karena menjadi trigger, pemicu, maka aspek psikologis investor lokal pun ikut terbawa pola tindakan investor asing. "Investor asing masih menjadi triger para investor dalam negeri di Indonesia," kata Lanjar.
Oleh karena itu, meski pasar volatile, investor disarankan agar tetap rasional. Kata Lanjar, investor harus cermat dalam mengambil keputusan jangka pendek. Menghindari saham-saham sektor konsumer yang related terhadap impor dan sektor perbankan. "Saat volatile perhatikan saham-saham sektor industri ekspor dan Pertambangan," ucapnya.
Dia menyarankan, sambil perhatikan saham-saham prospektif dan sektor yang bagus di saat terjadi pelemahan Rupiah, dan penurunan IHSG, investor harus bersiap dalam posisi beli manakala bursa rebound. "Posisi beli, lebih tepat disaat IHSG mulai kembali rebound. Jika beli disaat turun sama saja kita menangkap pisau jatuh," tegas Lanjar.
Lanjar menyarankan, dalam jangka pendek, para investor bisa perhatikan saham-saham perbankan dan konsumer karena disaat Rupiah terdepresiasi seperti sekarang ini, investor akan cenderung menunggu kebijakan-kebijakan Bank Indonesia guna meredam pelemahan Rupiah.
"Sementara dalam jangka panjang bisa perhatikan saham-saham pertambangan dan industri eksportir karena nilai Rupiah yang tertekan akan lebih menguntungkan eksportir dan naiknya harga tambang membuat nilai kontrak mereka meningkat jangka panjang," jelas Lancar.
Melihat gejolak geopolitik yang memanas pada perdagangan AS dan China, pertemuan AS dan Korut serta konflik timur tengah, Lanjar memprediksi, investor cenderung beralih pada aset safe heaven dan mengurangi aset berisiko. Selain itu, tren prekonomian AS yang kian membaik dan tren inflasi yang membuat prospek suku bunga di AS lebih cepat membuat investor terus menambah porsi investasi mereka kembali ke AS dan mulai mengurangi porsi investasi pada negara-negara berkembang yang cenderung lebih berisiko.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penerimaan Pajak hingga Pertengahan Maret Tembus Rp342,88 Triliun
Mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca SelengkapnyaInvestasi Mulai Mengalir ke Indonesia, Investor Pantau Hal Ini Usai Pemilu 2024
Saat ini investor cenderung memperhatikan arah kebijakan, kemungkinan perubahan-perubahan di sisi pemerintah yang akan mempengaruhi bisnis.
Baca SelengkapnyaHati-Hati, Mencoret Uang Rupiah Bisa Kena Denda Rp1 Miliar Hingga Pidana Penjara
Perusakan terhadap Rupiah bisa berujung ancaman pidana.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Ringgit Malayia dan Won Korsel
Per 20 Februari 2024, nilai tukar Rupiah kembali menguat 0,77 persen secara poin to poin (ptp) setelah pada Januari 2024 melemah 2,43 persen.
Baca SelengkapnyaCukai Rokok Naik 10 Persen Mulai 1 Januari 2024, BPS: Bakal Berdampak ke Inflasi
Meski demikian, Amalia tidak menyebutkan besaran andil inflasi kenaikan cukai rokok hingga 10 persen di tahun ini.
Baca SelengkapnyaKeuangan Masyarakat Sudah Pulih, Kadin Proyeksi Perputaran Uang Selama Lebaran Tembus Rp157,3 Triliun
Dengan perputaran yang cukup besar tersebut, dipastikan ekonomi daerah akan produktif mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Baca SelengkapnyaKondisi Ekonomi 2024 Masih Suram, Sri Mulyani Bongkar Penyebabnya
Walau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaJalankan Bisnis Bareng Sejak Kuliah, Pasutri Asal Malang Mengaku Rezekinya Mengalir Deras setelah Punya Anak
Saat pertama kali berkenalan, keduanya sama-sama memiliki latar belakang ekonomi yang sulit.
Baca SelengkapnyaTernyata Ini yang Buat Harga Beras Mahal dan Langka di Pasaran
Kenaikan harga beras sekarang telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.
Baca Selengkapnya