Ramai Dedolarisasi, Begini Asal Mula Dolar AS jadi Mata Uang Acuan Dunia
Merdeka.com - Istilah dedolarisasi kini tengah menggema, di mana banyak negara yang menunjukkan komitmen untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Salah satunya Indonesia yang tengah mengurangi transaksi dengan menggunakan dolar AS sejak tahun 2018, dan mendorong lebih banyak penggunaan Rupiah.
Dedolarisasi bermanfaat untuk mencapai dan memelihara kestabilan mata uang; diversifikasi pasar ekspor dan impor; stimulasi investasi dalam mata uang rupiah; pengembangan pasar keuangan dalam negeri; penurunan risiko ekonomi dan keuangan; penguatan kedaulatan ekonomi; dan peningkatan peran regional dan internasional.
Tujuan jangka panjang Indonesia melakukan dedolarisasi untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap dolar dan memperkuat penggunaan rupiah di pasar domestik dan pasar bilateral perdagangan internasional. Stabilitas nilai tukar rupiah akan mendorong peningkatan investasi dan kegiatan perdagangan internasional yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid dalam jangka menengah dan panjang.
Berdasarkan buku berjudul The Dollar Trap, Senior Professor Cornell University, Eswar Prasad menjelaskan mengenai sejarah keperkasaan dolar di dunia. Keperkasaan dolar mulai terlihat setelah Perang Dunia II. Namun, sebelum itu, perekonomian Amerika Serikat telah menjadi yang terbesar pada 1870-an.
Bahkan, di awal 1990, Amerika Serikat telah menguasai perdagangan dunia. Namun penguasaan ekonomi dan perdagangan belum menjadikan satu mata uang dipercaya pasar. Amerika Serikat yang waktu itu belum mempunyai bank sentral masih belum dipercaya sebagai negara yang aman untuk berinvestasi.
Undang Undang Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve Act yang diterbitkan pada 1913 telah menjadi dorongan yang substansial dalam memperluas penggunaan dolar di perdagangan internasional dan transaksi keuangan. Selain itu, beberapa pengaruh eksternal juga turut menjadi pemicu pentingnya dolar.
Contohnya saat serangan awal Perang Dunia I, negara-negara peserta Perang Dunia I menunda untuk menukar cadangan devisanya ke emas sehingga mereka bisa membiayai perang dengan mencetak uang mereka sendiri. Kondisi ini mendorong posisi dolar menjadi mata uang cadangan devisa.
Sejak dolar menyalip Poundsterling yang diperkirakan terjadi pada 1920-an, dolar menjadi pusat sistem moneter global. Setelah itu, keperkasaan dolar dikukuhkan melalui Bretton Woods dan dijadikan acuan pertukaran mata uang pada 1945.
Hal tersebut ditujukan untuk meredam kompetisi mata uang yang intens yang telah menghambat perdagangan dunia setelah Great Depression. Dengan sistem tersebut, mata uang lain dibandingkan terhadap Dolar, di mana juga bisa dibandingkan dengan emas. Sebagai catatan, Bretton Woods adalah sistem perekonomian dunia yang dihasilkan dari konferensi produk kerjasama antara Amerika Serikat dan Inggris.
Meskipun era standar emas berakhir pada 1970-an, hal tersebut tidak menggoyahkan posisi dolar di pasar keuangan global. Selain itu, ketimpangan antara perekonomian AS dan negara-negara lain yang semakin lebar dan juga pasar mata uang AS menjadi terbesar sedunia, semakin memperkuat dolar.
Gerakan dedolarisasi sendiri muncul setelah perang Rusia dan Ukraina. Banyak negara menilai Amerika Serikat dan Sekutu bertindak semena-mena menjatuhkan sanksi ke pihak Rusia dan pendukungnya dengan membekukan cadangan devisa Rusia dalam bentuk valuta asing berupa USD.
Di sisi lain, banyak negara berkembang juga telah menyadari pentingnya untuk menekan ketergantungan terhadap mata uang USD demi memperkuat peran mata uang lokal. Situasi ini diperparah dengan krisis ekonomi global yang mempengaruhi stabilitas mata uang karena bergantung pada kurs Dolar AS.
Alhasil, banyak negara kini mulai mengurangi penggunaan mata uang Negeri Paman Sam (dedolarisasi). Bahkan, antar negara kini membuat kesepakatan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi baik dalam hal perdagangan maupun investasinya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Transaksi dalam mata uang asing melibatkan risiko nilai tukar.
Baca SelengkapnyaPosisi ULN pada November 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global.
Baca SelengkapnyaPosisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai USD145,1 miliar atau Rp2.275 triliun
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaGubernur BI, Perry Warjiyo mengakui nilai tukar Rupiah masih tertekan oleh dolar AS.
Baca Selengkapnyatetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Baca SelengkapnyaPasca serangan balasan Iran ke Israel beberapa waktu, nilai tukar dolar terus menguat dan sebaliknya sejumlah negara mengalami pelemahan mata uangnya.
Baca SelengkapnyaNilai tukar rupiah pada 2023 cenderung mengalami penguatan lebih besar dibanding negara di kawasan ASEAN.
Baca SelengkapnyaKetidakpastian ekonomi global membuat masyarakat melakukan langkah masif yang makin memperburuk keadaan.
Baca Selengkapnya