Polusi Udara Tingkatkan Risiko Kematian Pasien Virus Corona
Merdeka.com - Guru Besar Ilmu Kesehatan Lingkungan FKM UI, Budi Haryanto, mengatakan penyakit kronis akibat polusi udara berkontribusi pada penurunan sistem imunitas tubuh. Bahkan, bisa memperparah tingkat risiko kematian jika terpapar virus corona.
"Penyakit kronis akibat polusi udara berkontribusi terhadap penurunan sistem imunitas tubuh," kata Budi dalam webinar YLKI bertajuk 'Dampak Sosial Ekonomi Polusi Udara di Jakarta', Jakarta, Sabtu (27/6).
Menurutnya, seluruh pasien Covid-19 di Filipina memiliki penyakit bawaan yang mayoritas terkait polusi udara. Orang-orang dengan penyakit bawaan berbasis polusi udara di India paling rentan meninggal karena Covid-19.
Budi menyebut, berdasarkan Studi Harvard, NEJM April 2020 menuliskan risiko kematian pasien Covid-19 4,5 kali lebih banyak di wilayah polusi PM2,5. Data 2002-2009 PM2,5 di 3080 Kabupaten/Kota atau 98 persen populasi di Amerika Serikat menunjukkan 15 persen mereka yang terpapar PM2,5 jangka panjang lebih mungkin meninggal karena Covid-19.
Lalu, 12 persen kematian akibat Covid-19 di Italia terjadi di daerah tinggi polusi udara. Sedangkan di seluruh Italia secara keseluruhan sebesar 4,5 persen. Kemudian, sebanyak 83 persen kematian Covid-19 terjadi di wilayah tingkat pencemar No2 tinggi di Italia, Prancis, Spanyol dan Jerman.
"European Public Health Alliance menyatakan polusi udara mengurangi peluang seseorang bertahan hidup dari wabah corona," kata dia.
Suatu negara dengan tingkat polusi udara tinggi, kata Budi, harus mempertimbangkan faktor risiko tersebut dalam persiapan pengendalian Covid-19. "Karena polusi udara meningkatkan angka kematian yang tinggi," pungkasnya.
PBB: Indonesia Salah Satu Penyumbang Polusi Udara Terbesar di Asia Tenggara
Perwakilan Khusus Sekretaris-Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Rachel Kyle mengatakan Indonesia sebagai satu dari 3 negara Asia Tenggara dengan tingkat polusi tertinggi selain Vietnam dan Filipina. Hal ini diungkapnya dalam konferensi video PBB, Jumat (2/8) di Jakarta.
"Indonesia, Vietnam, dan Filipina memiliki polusi udara tertinggi di wilayah Asia Tenggara," tuturnya dalam video.
Rachel menambahkan, negara-negara berkembang seperti Indonesia membutuhkan dukungan untuk mengurangi tingkat polusi udara di wilayahnya. Meski demikian, dirinya mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia untuk mulai mengangkat isu perubahan iklim menjadi bagian dari sorotan kerja pemerintah.
"Bukan hal yang mudah untuk melakukan pembangunan tanpa adanya polusi," tutur Rachel memaklumi polusi udara yang terjadi di negara berkembang.
Menurutnya, negara berkembang seperti Indonesia perlu memerhatikan pula pengembangan energi terbarukan dalam proses pembangunan di negaranya. Salah satu wujud dari pengembangan energi terbarukan tersebut dapat dilakukan dengan membentuk sistem industri yang efisien.
"Dapat dikatakan bahwa transisi energi merupakan bagian yang melengkapi transformasi ekonomi," ungkap Rachel.
"Ketika negara dapat melakukan transisi energi dengan baik, itu artinya mereka telah mampu menghasilkan lingkungan yang bersih," lanjutnya lagi.
Isu mengenai pengurangan emisi karbon melalui sektor ekonomi ini akan menjadi pembahasan PBB dalam Pertemuan Iklim PBB di New York pada 23 September mendatang. Pertemuan tersebut sekaligus menjadi bentuk implementasi dari Perjanjian Iklim di Prancis tahun 2015 lalu.
Utusan Khusus Sekretaris-Jenderal PBB untuk Pertemuan Iklim PBB 2019, Luis de Alba menyebutkan pertemuan tersebut bukan hanya sekadar menjadi bentuk kesadaran akan pentingnya isu perubahan iklim, tetapi lebih khusus untuk menemukan solusi tentang masalah ini.
Lebih lanjut de Alba menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut setiap negara anggota akan diminta untuk mempresentasikan proposal berisi rencana konkret, realistis, dan kompatibel untuk menanggapi masalah peningkatan pemanasan global. Diprediksikan pada 2020, pemanasan global akan meningkat hingga 1,5 derajat Celcius.
"Kita perlu bergerak maju, karena perubahan iklim telah menjadi hal yang semakin serius," tandas Rachel.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cara Mengurangi Dampak Polusi Udara, Mulai dari Kebiasaan Sendiri
Di tengah paparan polusi udara, kita masih punya harapan untuk meminimalisir dampaknya dan mencegah situasi menjadi lebih kritis.
Baca Selengkapnya5 Dampak Polusi Udara Tinggi bagi Kesehatan Tubuh
Kondisi polusi udara tinggi beberapa waktu ini bisa menimbulkan dampak jangka panjang bagi tubuh.
Baca SelengkapnyaCara Mencegah ISPA Akibat Polusi Udara, Gunakan Masker hingga Rajin Cuci Tangan
Risiko ISPA semakin meningkat di tengah polusi udara kota yang buruk..
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya
Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca Selengkapnya8 Kondisi Kesehatan yang Bisa Dikaitkan dengan Ukuran Tangan Pria Menurut Penelitian
Sejumlah penelitian mengungkap bahwa ukuran tangan pria bisa menunjukkan sejumlah kondisi kesehatannya.
Baca Selengkapnya9 Persiapan Sebelum Berolahraga di Luar Ruangan saat Polusi Udara Tinggi
Berolahraga di luar ruangan tetap bisa dilakukan dengan aman kendati polusi udara tinggi dengan sejumlah cara.
Baca SelengkapnyaJenis Semut Ini Mampu Menyembuhkan Diri dari Kematian dengan Liurnya
Penelitian terbaru mengungkapkan kehebatan alamiah semut ini dalam menangani risiko kematian yang diakibatkan oleh infeksi luka. Simak selengkapnya disini!.
Baca SelengkapnyaPeneliti Ungkap Generasi Muda Punya Ukuran Otak yang Lebih Besar, Ternyata Ini Dampaknya Bagi Kesehatan
Ternyata ukuran otak generasi muda lebih besar dari generasi sebelumnya. Ini dampak bagi kesehatan.
Baca SelengkapnyaAntisipasi Covid-19 dan Pneumonia, 5 Pendeteksi Suhu Tubuh Dipasang di Bandara I Gusti Ngurah Rai
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai mengantisipasi lonjakan Covid-19 dan temuan mycoplasma pneumonia di luar negeri.
Baca Selengkapnya