Pemerintah diminta negosiasi dengan Prancis untuk batal pajak CPO
Merdeka.com - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mengatakan Pemerintah Prancis sudah kelewatan apabila memberlakukan peraturan terkait pungutan pajak regresif terhadap Crude Palm Oil (CPO). Pengenaan pajak regresif tersebut tidak masuk akal karena dianggap mengada-ada dan bentuk neokolonialisme atau penjajahan gaya baru.
"Ini neokolonialisme berbentuk persaingan dagang, agar CPO kita lebih mahal dari minyak nabati yang diproduksi negara Prancis," ujar Ketua Umum APKASINDO, Anizar Simanjuntak di Jakarta, Jumat (5/2).
Untuk itu, dia mendorong pemerintah mengadakan negosiasi dengan pemerintah Prancis untuk membatalkan aturan pungutan pajak regresif tersebut. Alasannya, aturan pajak baru ini berdampak sangat merugikan petani sawit di Indonesia.
"Apabila tidak ada pembatalan terkait aturan tersebut, kami para petani sawit siap turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi ke kedutaan Prancis di Indonesia," kata dia.
Sementara itu, Sekjen APKASINDO Asmar Arsjad mengatakan, Pemerintah Prancis sudah keterlaluan apabila pungutan pajak regresif terhadap produk CPO bertujuan untuk membiayai kesehatan masyarakat dan petani di sana.
"Masa kita, petani sawit disuruh memfasilitasi kesehatan masyarakat dan petani Prancis," kata Asmar.
Lebih lanjut Asmar mengusulkan agar pemerintah membuka pasar ekspor baru untuk CPO dan menyetop ekspor ke Uni Eropa. Menurut dia, apabila Prancis jadi menerapkan aturan pungutan pajak regresif tersebut maka akan menular ke negara eropa lainnya.
"Kita buka pasar baru ke negara-negara seperti Uzbekiztan, Turki dan negara Balkan lainnya," jelas dia.
Selain itu, pemerintah juga perlu menggalakkan penyerapan CPO di dalam negeri agar produksi dapat terserap dengan maksimal.
Seperti diketahui, Prancis berencana mengenakan pajak terhadap produsen sawit impor yang masuk ke negara itu secara bertahap, untuk 2017 sebesar 300 euro per ton, kemudian 2018 sebesar 500 euro per ton. Kemudian pada 2019 sebesar 700 euro per ton, dan menjadi 900 euro per ton pada 2020. Padahal selama ini pungutan pajak sebesar 103 euro per ton.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penerimaan Pajak 2023 Lampaui Target, Tembus Rp1.869 Triliun
Jika dilihat dalam perjalanannya, penerimaan pajak sempat mengalami penurunan yang signifikan yakni pada tahun 2020.
Baca SelengkapnyaPenerimaan Pajak hingga Pertengahan Maret Tembus Rp342,88 Triliun
Mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca SelengkapnyaPemerintah Ungkap Alasan Buka Loker 2,3 Juta CPNS dan PPPK Tahun 2024
Pemerintah Beberkan Alasan Buka Loker CPNS dan PPPK Tahun 2024
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah Obral Insentif Pajak di IKN Nusantara, Penerimaan Negara Bakal Anjlok?
Pemerintah telah menghitung sedemikian rupa agar terjadi keseimbangan antara insentif yang diberikan dengan penerimaan negara.
Baca SelengkapnyaPemerintah Bakal Beri Diskon Pajak Hiburan, tapi Masih Tunggu Aturan Resmi
Sudah ada beberapa Pemda menyampaikan niat untuk memberikan insentif. Tetapi pihaknya masih menunggu aturannya terbit secara resmi.
Baca SelengkapnyaPemerintah Waspadai Konflik Timur Tengah Hingga Pelemahan Ekonomi China
Ada beberapa isu yang menjadi perhatian pemerintah di tahun 2024.
Baca SelengkapnyaMemberatkan, Pajak Progresif Kendaraan Bermotor Bakal Dihapus
Kebijakan pemutihan tidak efektif, masyarakat cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan.
Baca SelengkapnyaAwal Tahun 2024, Pemerintah Sudah Impor Beras Rp4,36 Triliun dari 3 Negara
BPS mencatat nilai impor beras pada Januari 2024 mencapai Rp4,36 triliun.
Baca SelengkapnyaPengusaha Bakal 'Geruduk' Kantor Ditjen Pajak Bahas PPN Naik 12 Persen
Budi mengaku telah melakukan komunikasi bersama Dirjen Pajak Suryo Utomo terkait rencana pemerintah untuk menaikkan menaikkan PPN menjadi 12 persen pada 2025.
Baca Selengkapnya