Pemerintah Diminta Berhati-hati Tangani Bisnis Jastip, Inilah Alasannya
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mengatakan pemerintah harus berhati-hati dalam menertibkan bisnis jasa titip (jastip). Dia khawatir langkah pemerintah akan menjadi kontraproduktif.
Dia menilai saat ini belum ada aturan tegas yang mengatur detail bisnis jastip. Sehingga ada celah bagi pelaku bisnis tersebut untuk memanfaatkannya. Salah satunya dengan metode splitting atau membagi barang belanjaan kepada beberapa orang.
"Kan yang diatur itu kan barang bawaan tidak lebih dari USD 500 tidak kena pajak. Kan tidak disebutkan apa saja, dalam kondisi seperti apa kan tidak ada ya. Hanya mengatur batas untuk barang bawaan yang dikenakan pajak," ujarnya ketika dihubungi oleh Merdeka.com, Sabtu (28/9).
"Jadi ya, menurut saya ini memang celah, celah yang bisa dipakai orang. Bahwa ada demand terhadap barang-barang di luar negeri, lalu ini (jastip) kan menyediakan supply kan sebenarnya begitu, jadi supply and demand kan ketemu. Jadi menurut saya tidak ada masalah (bisnis jastip), sepanjang tidak ada larangan yang eksplisit, yang kedua tidak melanggar ambang batas," tambahnya.
Sementara itu, Yustinus menanggapi terkait dengan pemerintah yang melarang pelaku jastip berjualan di media sosial. Dia mengungkapkan bahwa pemerintah tidak memiliki hak untuk melarang hal ini. Sebab, hal ini tidak ada dalam peraturan.
"Kalau seperti ini diatur terlalu dalam saya khawatir, kita belakangan ini masuk terlalu dalam ke hak privasi gitu. Jadi jangan sampai juga yang tidak diatur, nanti dieksekusi, sehingga nanti akan menimbulkan skeptisisme di masyarakat," imbuhnya.
Dia mengatakan bahwa adanya bisnis jastip ini merupakan buah dari perkembangan teknologi. Menurutnya, pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil langkah dengan menempatkan prioritasnya. "Yang jualan kan outlet di luar negerinya. Tapi itu (jastip) kan hanya jasa gitu kan," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, potensi kerugian negara mencapai 17 persen dari harga barang apabila jastip marak di Indonesia. Kerugian ini berasal dari PPN 10 persen, PPh 10 persen dan Bea Masuk 7,5 persen.
"Kalau kita lihat (potensi kerugiannya) PPN 10 persen, PPh 10 persen, bea masuk 7,5 persen. Jadi sekitar 17 persen dari barang," ujar Heru.
Heru menjelaskan, pemerintah tidak melarang masyarakat membawa barang dari luar negeri. Namun, harus dikondisikan jumlah barang dengan harga yang boleh dibawa masuk ke dalam negeri yaitu maksimal USD 500 atau sekitar Rp 7 juta.
"Kita tertibkan, kita arahkan agar mengimpor secara resmi yang telah kami tetapkan. Dia tidak boleh pergi ke luar negeri tapi niatnya berdagang itu tidak boleh, kalau memang mau berdagang kami fasilitasi dengan dokumen secara benar," jelasnya.
Selain itu, Dirjen Heru juga mengimbau agar para pelaku jastip melakukan kegiatan jual beli melalui platform resmi seperti di e-commerce, bukan melalui media sosial. "Sehingga bisnis ini resmi, ada ketentuan, bayar pajak, dan dia jual di platform, bukan di medsos," tutupnya.
Reporter Magang: Evie Haena Rofiah
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelaku Jastip Protes soal Aturan Pembatasan Bawaan Barang dari Luar Negeri, Mendag Jawab Begini
Mendag Zulhas menyampaikan, pihaknya akan berkirim surat terhadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk mengevaluasi aturan tersebut.
Baca SelengkapnyaPengusaha Dukung Pengetatan Barang Impor Lewat Jastip, tapi Petugas Bea Cukai Harus Lebih Sopan
Maraknya produk impor melalui jastip tersebut dapat menurunkan daya saing bisnis UMKM domestik.
Baca SelengkapnyaBerawal dari Cita-cita Ingin Bantu Orang Lain, Ibu Asal Bojonegoro Ini Sukses Bisnis Kue hingga Katering
Jauh sebelum memulai bisnis, ia berangan-angan ingin membantu meringankan beban ekonomi tetangganya
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menteri Bahlil Kaget Pajak Hiburan Naik Hingga 75 Persen: Ini Mengganggu Iklim Investasi
Bahlil menilai kenaikan tarif pajak hiburan ini bisa berdampak terhadap perkembangan bisnis di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBisnis Tambang Pasir Gagal & Terlilit Utang Rp2 Miliar, Dwi Bangkit Lewat Dagang Bakso dan Restu Orang Tua
Di masa-masa awal kerugian, Dwi Masih beranggapan bahwa kerugian tersebut merupakan risiko bisnis.
Baca SelengkapnyaAHY Kritik Janji-Janji Capres-Cawapres: Peningkatan Pendapatan Negara Tidak jadi Perhatian Serius
AHY mengkritik janji-janji para Capres-Cawapres selama Pilpres 2024
Baca SelengkapnyaKejagung Periksa Empat Direktur Perusahaan Sebagai Saksi Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Medan
Empat direktur perusahaan itu diperiksa sebagai saksi untuk tujuh tersangka.
Baca SelengkapnyaAS Ungkap Pejabat Indonesia Terima Suap dari Perusahaan Jerman, Kementerian Kelautan dan Perikanan Jawab Begini
SAP melalui agen-agen tertentu terlibat dalam skema untuk menyuap pejabat Indonesia guna mendapatkan keuntungan bisnis.
Baca SelengkapnyaHanya Butuh 2-3 Jam per Hari, Pemuda Sidoarjo Raup Omzet Ratusan Juta per Bulan dari Bisnis Sampingan
Ia memulai bisnisnya saat pandemi ketika pekerjaan utamanya terdampak.
Baca Selengkapnya